27. Hancur Lebur, Hatiku ....

17.1K 1.2K 17
                                    

"Angin tidak berembus untuk menggoyangkan pepohonan, melainkan menguji kekuatan akarnya."
-Ali bin Abi Thalib-
.
.
.
2RC

...

Pria itu berlari, membelah keramaian di koridor rumah sakit. Sementara Zahra, ia mengikutinya dari belakang. Setelah panggilan yang didapatkan Ali, mereka langsung datang ke tempat ini.

Langkahnya terhenti tepat di ambang pintu, menatap gadis yang netranya tak lagi terpejam. Zahra membeku. Ia tidak mungkin masuk ke dalam. Di mana dua orang yang sudah lama tak saling bertukar kabar itu berada.

Zahra sadar diri. Meski Syifa adalah sahabatnya, tapi orang yang pertama kali ingin ditemui gadis itu bukanlah dirinya. Namun, suaminya. Hatinya sesak, bukan karena tidak bahagia melihat Syifa pulih kembali. Hanya saja ia takut. Takut jika mimpi itu akan menjadi kenyataan. Namun, bukankah sudah menjadi kenyataan?

"Zahra." Suara selembut sutera itu membuatnya tersadar. Dengan cepat ia mengusap pelupuknya yang entah sejak kapan sudah berkaca-kaca.

"Apa kamu tidak merindukanku? Kemarilah, Zahra." Zahra berlari dan memeluk sahabatnya. Sungguh, ia sangat-sangat bahagia. Hari ini, setelah mengecap banyak penderitaan dan kesedihan. Sahabatnya itu kembali tersenyum.

"Aku merindukanmu, Zahra." Zahra tidak bisa menahan tangis. Ia mengangguk, memeluk erat sahabatnya. Berkali-kali hatinya seperti ditusuk ribuan belati. Haru melebur dalam kesakitannya.

"Mengapa kamu tidur begitu lama, Syifa?" Syifa menggeleng. Tangan lemah itu menghapus air mata di wajahnya. Membuat Zahra semakin tak kuasa menahan tangis.

"Tidak, Zahra. Lihatlah sekarang. Aku sudah kembali, bersamamu dan Mas Ali." Segaris senyum membingkai wajahnya, tatapan sebening telaga itu beralih pada pria yang berdiri dalam diamnya.

"Mas, aku kembali." Senyum itu semakin mengembang. Zahra hanya diam ketika Syifa memulai pembicaraan dengan suaminya. Kenyataannya ia memang tidak berhak ikut campur di dalamnya.

"Apa Mas marah padaku?" Tak ada jawaban. Hanya kekosongan. Ali diam seribu bahasa. Dalam netranya tersimpan banyak hal yang tak bisa diartikan.

"Aku janji, Mas. Kita akan menikah setelah aku benar-benar pulih."

"Apa-apaan ini Syifa. Kita tidak akan menikah." Zahra terkejut mendengar pria itu dengan tegas mengatakannya. Begitupun dengan Syifa. Ia tidak bisa mempercayai pendengarannya.

"Apa maksudmu, Mas? Aku kembali." Syifa kembali menanyakannya.

"Kamu memang kembali, tapi semua tak mungkin kembali Syifa." Zahra menatap tak percaya. Ali benar-benar lebih memilih mempertahankan pernikahannya. Sungguh, ia tidak tahu haruskah bahagia atau bersedih.

"Ada apa ini? Mengapa semua tidak akan kembali." Zahra dapat melihat kebingungan dari wajah sahabatnya. Sejujurnya, ia juga bingung dengan suami maupun sahabatnya dan lagi mengapa Syifa seolah tidak mengingat semuanya.

"Apa kamu lupa, Syifa. Bukankah kamu sendiri yang memintanya."

"Meminta apa, Mas?"

"Meminta saya untuk menikahi Zahra." Raut terkejut sahabatnya membuat Zahra tidak mengerti dengan semua ini. Sebenarnya apa yang terjadi?

Dua Rakaat CINTA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang