22. Hatiku & Hatimu

16K 1.2K 2
                                    

"Apa yang akan menjadi takdirmu, kelak akan menemukan jalannya untuk menemukanmu."
-Ali bin Abi Thalib-
.
.
.
2RC

...

Malam yang tak berpenghuni. Di antara sebagian nyawa yang terlelap, lantunan ayat-ayat Ilahi terdengar memecah keheningan. Kali ini surat Ar-Rahman yang menjadi teman tahajudnya. Seperti melodi yang menjanjikan surga pada setiap bait katanya. Menenangkan.

Beberapa menit kemudian, Zahra menutup mushafnya. Jam di dinding sudah hampir memasuki waktu subuh. Namun, ia tidak mendengar suara seseorang di kamar sebelah.

Biasanya, pria itu sudah bangun di jam ini dan menunaikan salat malam. Zahra pernah mengintipnya beberapa kali. Namun, Zahra belum seberani itu untuk mengajak dua rakaat malam bersamanya. Sebagai makmum dan imam.

Masih dengan memakai mukenanya, ia berjalan. Membangunkan suaminya. Bukan tidak pernah ingin membangunkan pria itu sebelumnya, hanya saja kemarin-kemarin ia terlampau malu.

Bukan malu, lebih tepatnya ragu mengingat seperti apa pernikahan mereka. Padahal setiap malam Zahra bangun untuk melaksanakan salat sunnah itu.

"Mas." Zahra mengetuk pintu di depannya berkali-kali. Jangan aneh. Di rumah ini, mereka masih pisah kamar. Zahra pun tidak berniat untuk menanyakan atau merubah semuanya. Seperti ini, sudah cukup baginya.

"Mas sudah bangun? Sebentar lagi azan subuh." Masih tak ada jawaban. Zahra memberanikan diri membuka pintu yang ternyata tidak dikunci itu. Perlahan ia masuk.

"Mas." Zahra menatap ruangan yang seluruhnya berwarna abu itu. Tidak ada orang di sana, bahkan semua sudah tertata rapih. Mungkinkah pria itu sudah pergi ke masjid, tapi mengapa tidak memberitahunya?

"Zahra." Panggilan itu mengagetkannya. Zahra menatap ke arah sumber suara.

"Astagfirullah!" Zahra terkejut bukan main melihat pria yang baru keluar dari kamar mandi. Di detik yang sama ia membalikkan badan dan menutup mata dengan kedua tangannya. Wajahnya memanas bersamaan dengan deru napas yang tidak beraturan.

Tidak. Apa yang dilihatnya barusan. Mangapa ia bisa seceroboh ini masuk ke kamarnya dan melihat pria itu bertelanjang dada.

"Ada apa? Saya baru selesai mandi." Seperti biasa, pria itu bertanya seolah semua baik-baik saja. Tak tahukah bahwa dirinya malu setengah mati.

"Itu, tadi-- anu. Maaf. Zahra kira Mas belum bangun," ucap Zahra tanpa berniat menatap sang empunya.

Tidak. Ia harus cepat pergi. Belum sempat pria itu menjawab, Zahra sudah berlari. Ia benar-benar malu. Ia akan merutuki diri sendiri karena kelancangannya.

Seharusnya Zahra tidak masuk kamar itu. Ini kesalahannya.

...

Suasana pagi mendadak mencekam setelah kejadian beberapa jam lalu. Zahra terlalu malu hingga tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya menjalankan tugasnya seperti biasa.

Hari ini, di meja makan. Hanya ada dentingan sendok yang beradu dengan piring. Hingga selesai.

"Zahra." Zahra tersedak. Panggilan itu membuatnya terkejut. Pria itu mendekat dan mengambil gelas di tangannya.

Dua Rakaat CINTA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang