14. Takdir & Cinta

14.3K 1.2K 20
                                    

"Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka akan diperbanyak kesedihannya. Jika Allah membenci seorang hamba, maka dilapangkan dunia baginya."
-Fudhoil bin Iyadh-
.
.
.
2RC

...

Zahra berlari di koridor rumah sakit. Tak perduli meski pusing masih menergapnya atau banyak pasang mata menatap aneh. hatinya benar-benar tidak tenang. Berbagai kemungkinan muncul di benaknya.

Langkahnya terhenti tepat di ambang pintu. Tubuhnya mendadak lemah. Di sana, sesosok gadis terbaring tak berdaya. Matanya masih terpejam bahkan tak terusik dengan kabel-kabel dan selang infus yang menempel di tangannya.

"Ummi, Syifa. Dia--dia ...." Zahra menatap wanita yang juga datang bersamanya. Umminya memegang tangan itu dan meyakinkan anaknya.

"Masuklah, Sayang. Temani Syifa, ia membutuhkanmu." Zahra menangguk. Air matanya sudah menggenang di pelupuk, hanya tinggal satu kedipan tangis itu terjatuh.

"Zahra." Zahra mengalihkan pandangan ke arah sumber suara. Di detik yang sama, langkahnya terasa berat. Sekuat tenaga ia berlari dan memeluk wanita paruh baya itu. Dadanya sesak. Membuatnya tak kuasa menahan tangis.

"Syifa, Nak. Mengapa harus Syifa?" Suaranya begitu parau membuat Zahra semakin tak bisa untuk tidak menangis. Ia tak menyangka semua ini terjadi kepada sahabatnya bahkan sebelum pernikahan.

"Ada apa dengan Syifa, mengapa bisa seperti ini Ummi?" Sekali lagi, Zahra menatap gadis yang kini tak sadarkan diri itu sembari mendengarkan ummi Kaila menceritakan kronologisnya.

Zahra semakin tak bisa menahan tangisnya ketika ummi Kaila melihat putri semata wayangnya tergeletak di bawah tangga dengan darah yang menganak dari kepala dan hidungnya. Sungguh, ibu mana yang tidak hancur melihat anaknya mengalami kejadian mengenaskan tepat di depan matanya.

Zahra semakin tidak mengerti. Mengapa Syifa bisa terjatuh dari tangga? Oh, Allah. Mungkinkah semua ini salahnya? Jika saja tadi ia tidak bertingkah bodoh dan pingsan mungkin tidak akan ada yang terjadi. Jika saja ia bersama Syifa malam ini mungkin sahabatnya tidak akan kecelakaan.

"Ummi, maafin Zahra. Semua ini karena Zahra. Jika saja tadi Zahra ada--" Zahra tak mampu melanjutkan kalimatnya. Hatinya sakit. Ia benar-benar merasa bersalah. Semua ini terjadi karena dirinya.

"Tidak, Nak. Semua ini bukan salahmu, tapi Ummi."

"Tidak, Ummi." Sungguh, jika di antara semua orang harus disalahkan, itu adalah dirinya bukan yang lain. Zahra kembali memeluk ummi Kaila. Rasa sakit ini melebihi ketika ia mengikhlaskan pria itu untuk sahabatnya.

Jika saja cinta ini tidak pernah hadir, banyak orang tidak akan terluka karenanya. Sungguh, ia menyesal karena telah jatuh cinta. Jika saja ia tidak melabuhkan hatinya pada yang lain selain Allah. Mungkin kejadiannya tidak akan serumit ini.

"Ummi takut, Nak. Mengapa semua ini terjadi kepada Syifa bukan ummi saja." Zahra menggeleng kuat. Perkataan ummi Kaila membuatnya berkali lipat hancur. Rasa bersalahnya semakin memuncak.

"Jangan berkata seperti itu, Ummi." Semakin ummi Kaila menangis, hatinya semakin sesak. Tangisan itu adalah tangisan seorang ibu. Zahra melihat umminya dalam diri ummi Kaila. Mungkin jika semua terjadi pada dirinya, umminya juga akan terluka seperti ini. Zahra tidak tega melihatnya.

Dua Rakaat CINTA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang