"Rasa ini milik Allah, maka tuan rumah terbaik hanyalah Allah."
-2RC-...
Terik. Kemilau emas memdampingi gumpalan kapas memutih. Pada barisannya, langit menjulang menjadi atap semesta, perantara atas kebesaran Allah. Melihat mentari tepat di atas kepalanya, Zahra semakin mempercepat langkah. Sesekali ia melirik benda yang melingkar di pergelangan tangan.
Nihil. Bukan menemukan pemiliknya, ia malah terlambat. Seharusnya selesai kelas pagi ia tak perlu ke toko buku, mencari pemilik buku tebal itu. Hingga kini ia harus berlari meski peluh mengucur di dahinya. Semoga saja rapat gabungannya belum berakhir.
Setelah sampai di depan bagunan berkubah, Zahra segera menuju area samping di mana rapat dilaksanakan. Namun, ia kembali dihantam kekecewaan. Tak ada orang di sana, hanya kekosongan.
Apa rapat gabungan sudah selesai?
"Assalamualaikum Syifa, kamu di mana, apa rapatnya sudah selesai?" tanya Zahra setelah panggilan telepon tersambung. Ia menghirup oksigen dengan rakus. Suaranya masih sedikit tak beraturan setelah kegiatan menguras tenaga.
"Waalaikumsalam. Astagfirullah, aku lupa kasih tahu, tadi Usatazah Maryam bilang katanya rapat diundur jadi ba'da zuhur, Zah." Suara di seberang sana membuatnya lega, tapi juga kesal. Kenapa gadis itu baru memberitahunya.
"Kenapa baru bilang sekarang? Aku kira udah selesai. Kamu nyebelin, Syifa!" Zahra sedikit meninggikan suara, meski masih terdengar pelan.
"Aduh maaf ya shalelah, aku beneran lupa tadi. Bentar lagi aku ke sana, baru selesai bantuin ummi."
"Iya. Aku maafin. Ya udah aku tunggu di sini aja sekalian salat zuhur. Assalamualaikum."
Setelah mematikan ponsel, langkahnya berali ke arah pojok masjid untuk mengambil air wudhu. Tak berselang lama, kini Zahra sudah duduk dengan memakai kain putih berbordir di tempat khusus wanita. Area salat yang terbentang kayu besar berukir yang membatasi antara laki-laki dan perempuan.
Sambil menunggu waktu azan yang tinggal beberapa menit lagi, Zahra memilih untuk berdzikir dengan beberapa kalimat tasbih, tahmid, dan tahlil. Dengan berdzikir mengajarkan arti syukur dan sabar, mendekatkan diri kepada Allah.
Selain itu, ada salah satu dzikir yang dengan membacanya bisa memberatkan timbangan di alam akhirat yaitu Subhanallah wabihamdihi, subhanallahiladzim.
Dzikir adalah obat penenang hati dikala resah dan gundah.
Allahu akbar, Allahu akbar.
Kalam Allah seperti menghipnotis pendengarnya, Zahra terhayut oleh lantunan pemilik suara merdu itu. Getaran halus menjalar di setiap urat nadinya, hingga tak sadar ia meneteskan air mata.
Perlahan, ia mengikuti bait demi bait suci lewat bibir mungilnya. Hatinya tak berhanti bergetar, mengalirkan sensasi ketenangan dalam jiwa. Sungguh, baru kali ini ia mendengar lantunan yang membuatnya tersedu-sedu seperti memang Allah sedang memeluk hambanya.
Zahra tersadar ketika suara itu telah menghilang tanda berakhirnya azan. Membaca doa sesudah azan dan doa-doa lain yang menjadi rutinitasnya. Bukankah meminta pada sebaik-baiknya Sang Pemberi di waktu yang mustajab itu lebih baik?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Rakaat CINTA [Selesai]
Spiritual"Pernikahan bukan sebuah permainan, Mas!" Gadis itu tidak bisa menyembunyikan kemarahannya. Ah, tidak. Lebih tepatnya rasa kecewa, tetapi untuk alasan apa? Apakah karena perkataan pria itu atau takdir yang seakan mempermainkannya. Dialah Arnaina Naf...