16

2.1K 178 17
                                    

Jimin menjalankan mobilnya dengan kelajuan yang begitu cepat, membuat mobilnya tidak sengaja betabrakan dengan mobil yang baru saja memasuki area restoran. Sontak hal itu menjadi pusat perhatian semua orang yang ada disana, ditambah pemilik mobil yang di tabrak Jimin marah-marah sambil memukul kaca mobil Jimin. Ternyata pemilik mobil itu adalah seorang wanita paruh baya dengan pakaian yang sangat modis.

Pria Ryu itu dibuat membatin dengan perasaan yang sangat kesal, karena di maki dengan sumpah serapah di area parkiran. Ditambah lagi kejadian itu juga mengundang perhatian dari Lea yang turut berjalan mendekat ke area perkara, "Yaaak! kau tidak punya mata sampai menabrak mobilku?!"

Wanita tua itu bahkan mendorong-dorong dada Jimin kuat seperti sedang mengajak berkelahi, sementara Jimin hanya bisa pasrah tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Mau membela diri tidak mungkin, karna sudah jelas ini salahnya. "Aku benar-benar menyesal, aku berjanji akan mengganti semua kerugian anda nyonya," ucap Jimin sambil membungkukkan kepala.

"Jimin apa yang terja-Mama?" potongku langsung menghampiri tempat perkara dan berdiri tepat di sebelah Jimin. Tadinya aku mendengar ada kericuhan dan sedikit terkejut juga karna melihat ada Jimin di tempat kejadian sambil di marah-marahi oleh seorang wanita. Karna wanita itu menghadap ke arah belakang, tadi aku tidak bisa mengenali sosok wanita tersebut.

"Lea aku tunggu-Mama? apa dia ibumu?" tanya Jimin benar-benar terkejut. Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan Jimin kemudian beralih menatap ke arah Mama yang sudah menatapku dengan tatapan mata yang berbinar.

"Lea Mama sangat merindukan mu!" Mama langsung memeluku kuat, meski setelah pelukan kami terlepas Mama tetap menatap Jimin dengan tatapan penuh peritungan, "Lea apa kau mengenali pemuda ini?" tanya Mama sedikit julid sambil berbisik.

Aku menganggukan kepala, "Dia Jimin, kekasihku," jelasku pada Mama. Mendengar itu sontak Mama melayangkan tatapan tajam ke arah Jimin sekaligus dengan raut wajah tidak suka.

"Astaga ada apa ini?" tanya Papa yang ternyata juga ikut menyusul dan nampak begitu terkejut melihat mobil Mama yang rusak parah. Jimin juga tampak kebingungan setelah melihat pria tua yang berjalan berdua dengan kekasihnya tadi turut serta ada disini.

"Kekasihku tidak sengaja menabrak mobil Mama," jelasku pada Papa berharap masalah ini tidak menjadi besar. Apalagi Mama itu adalah tipe orang yang heboh dan suka membesar-besarkan segala sesuatu.

"Aku ayahnya Lea," Papa menyulurkan tangan menyalami Jimin. "Aku akan menyuruh orang untuk membawa mobil itu ke bengkel," jelas Papa membuat aku tersenyum, baguslah setidaknya masalah ini akan segera selesai.


"Aku akan mengganti semuanya," imbuh Jimin sambil menundukan kepala meminta maaf.

"Tidak perlu," tolak Papa, "Lea, apa dia pria yang kau ceritakan pada Papa tadi?" tanya Papa dengan penuh selidik. Aku menganggukan kepala sebagai jawaban, "Karna Jimin sudah menjemputku, kalau begitu kami akan pulang duluan," pamitku.


"Kalian tidak tinggal bersama 'kan?" tanya Papa dengan nada yang penuh intimidasi, membuatku menahan nafas sampai dua detik saking gugupnya.

"Aniya tentu saja mana mungkin kami tinggal bersama," terangku dengan sebuah kebohongan, aku bisa mati jika sampai Papa dan Mama tau jika aku dan Jimin tinggal bersama.

"Baguslah kalau begitu, Papa akan terus memantau mu dan mungkin beberapa kali akan mampir ke apartemen mu."

"Cepat sekali, Padahal Mama masih kangen," ucap Mama tidak rela aku pulang duluan. Membuat aku jadi merasa tidak enak hati, "Kapan-kapan berjanji, aku pasti akan mengunjungi Mama."

"Tidak hanya berkujung, kau juga harus menginap karna selama ini kau tidak pernah menginap di rumah!" pungkas Mama membuat aku terkekeh.

"Aku berjanji, kalau begitu kami duluan," setelah itu aku dan Jimin masuk ke dalam mobil dan berjalan untuk pulang ke apartemen.

"Lea apa yang tadi kedua orangtua mu?" tanya Jimin membuka suara, terlihat Jimin tidak menyangka kalau aku tidak tinggal serumah dengan orangtua ku.


"Iya, tapi wanita itu bukan ibu kandungku," jelasku padanya.

"Jadi wanita itu ibu tirimu? tapi kenapa kau tidak tinggal bersama Ayahmu?"


Aku menganggukan kepala samar, "Aku sudah lama tidak dekat apalagi berbicara kepada ayahku semenjak kedua orangtuaku bercerai. Dan itu membuat aku merasa ada jarak di antara kami, sekaligus membuat aku tidak nyaman berada di dekat Papa."


Jimin terlihat mengusap wajahnya kuat, "Kau membuat aku berpikiran macam-macam tadi," pungkasnya kemudian tertawa.


Aku menatap Jimin dengan raut wajah kebingungan, "Memangnya kau memikirkan apa?"


"Aku kira kau menjadi simpanan pria hidung belang yang sudah beristri," jelas Jimin membuat aku membukatkan mata.

"Arghhh sakit sayang," Jimin menjerit kesakitan karna aku mencubit bahunya kuat. "Memangnya aku terlihat seperti wanita simpanan om-om?!" kesalku padanya sambil cemberut.

"Tidak sayang maafkan aku, aku tidak tahu kalau pria itu adalah ayahmu. Lagipula mungkin ini karna kita belum terlalu mengenal satu sama lain," jelas Jimin ada benarnya, kami sama sekali tidak saling tahu tentang latar belakang masing-masing.

"Tapi aku ingin marah," ucapku sambil mencebikkan bibir, habisnya aku masih kesal pada Jimin!

"Kalau begitu ayo saling mengenal lebih jauh lagi," ajak Jimin dan setelah itu kami saling bercerita tentang keluarga masing-masing. Dan hal itu sangat membantuku untung mengenal Jimin lebih dalam lagi, ternyata Jimin adalah seorang anak tunggal. Ayahnya seorang pengusaha sukses sementara Ibunya seorang desainer pakaian dan sudah membuka toko sendiri. Sementara aku juga anak tunggal dan memiliki dua saudari tiri yang lebih tua dua dan empat tahun dariku.

"Jimin sepertinya aku harus pulang," ucapku padanya.


"Kenapa cepat sekali?" tanya nya sedikit tidak rela, begitu pula dengan aku.

"Apartemenku bisa berdebu jika tidak ditempati, lagipula aku khawatir jika Papa mengirimkan orang untuk memantauku dan itu sangat berbahaya jika Papa tahu kita tinggal bersama," ucapku panjang lebar, Jimin juga mengangguk setuju akan ucapanku. Sangat-sangat berbahaya pokoknya, apalagi dengan keintiman kami berdua.


"Baiklah kalau begitu aku akan mengantarmu sore ini," balasnya. Mobil kami pun sudah memasuki area apartemen miliknya, karena itu aku menjadi tidak sabaran untuk beristirahat. Hari ini benar-benar sangat melelahkan jadi sepertinya aku akan menghabiskan hari dengan tidur-tiduran.

Sampai di dalam apartemen entah mengapa aku jadi memikirkan sesuatu, sebelum pulang aku ingin sekali melakukan suatu hal bersama Jimin. Oleh karena itu aku segera mengambil tas make up ku dan mengeluarkan sesuatu dari sana. "Jimin sini," panggilku padanya yang berniat mau olahraga.

"Ada apa?" tanya Jimin datang mendekat.

"Ayo sini aku ingin mengajak kau skincare-an."


"hah?" Jimin bergumam tidak paham, karena lama aku menarik tangan Jimin dan menyuruhnya tiduran di ranjang sementara aku mulai membersihkan wajahnya dan memasangkan sheetmask pada mukanya. Entahlah tapi rasanya benar-benar menyenangkan, apalagi melihat Jimin yang hanya bisa pasrah membiarkan aku melakukan sesuatu pada wajahnya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐏𝐫𝐨𝐦𝐢𝐬𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang