27

1.3K 146 60
                                    

Sekitar satu munggu Jimin dirawat, akhirnya hari ini dia sudah diperbolehkan untuk pulang, dan selama satu minggu juga aku datang ke rumah sakit untuk merawatnya. Meskipun terkadang sempat beberapa kali aku tidak bisa menjaganya dengan lama karna kesibukan kampusku.

"Kau serius ingin pulang?" tanyaku memastikan, selain itu jika Jimin sudah sembuh itu artinya tanggung jawabku juga ikut selesai.

"Aku sudah sembuh," balas Jimin yakin, entah kenapa saat ini dia terlihat begitu semangat. Tapi mungkin saja dia sangat bersemangat kerena memang karena keluar dari rumah sakit. Padahal kemarin dia sempat sedih jika berpisah dariku.

"Kau serius ingin langsung pulang ke apartemen mu?" tanyaku sedikit bingung, Jimin baru saja sembuh apa dia sudah sanggup tinggal sendiri di apartmen, "Apa kita pergi ke rumah orangtua mu saja?" saranku lagi, saat ini aku sedang membantu Jimin untuk mengantarnya pulang.

"Tidak perlu, di rumah orangtua ku juga sibuk. Jadi sama saja tidak ada yang mengurusku," tolaknya memang masuk akal. Namun selama perjalanan pulang aku merasa aneh karena supir Jimin tidak membawa kami menuju ke apartemen Jimin. Tapi malah sebaliknya, menuju ke apartemenku.



"Tunggu, kita mau kemana?" tanyaku memastikan.



"Tentu saja pulang," balas Jimin tampak santai.


"Tapi kenapa malah menuju ke apartemenku?" Jimin tidak sedang merencanakan sesuatu 'kan? entah kenapa aku jadi merasa curiga. "Tapi kenapa malah menuju ke apartemenku? kau tidak berencana mau menginap di apartemenku 'kan?" ucapku panik.


"Tentu saja tidak, tapi jika kau mengizinkan aku tidak keberatan-aw sakit!" Jimin meringis karena aku meremas kirinya yang patah. "Lea, kau bisa membuatku patah tulang ku jadi semakin parah."


"Aku bertanya serius," ucapku tidak mau main-main.


"Aku juga menjawab serius," balas Jimin tidak mau kalah. Bahkan ketika mobil Jimin berhenti, itu memberitaku bahwa Jimin tidak sedang main-main. Ditambah saat supir Jimin turut membantu membawakan barang-barang Jimin.

"Jimin ini tidak lucu," gumamku benar-benar tidak tau harus berbuat apa lagi. Apa dia menganggap masalah waktu itu bukan masalah besar, sampai semudah itu bersikap bahwa saat ini tidak terjadi apa-apa.


Bukan berarti aku bersikap baik padanya berarti aku memaafkannya, aku hanya ingin balas budi. Aku tidak tau harus bagaimana, aku ingin marah tapi entah kenapa ada sesuatu dari dalam diriku yang membuat aku tidak bisa melakukan itu. Aku ingin marah tapi aku sama sekali tidak punya tenaga untuk melakukan itu.


Bahkan sampai kami sampai di lantai apartemenku, aku dibuat tidak bisa menduga saat Jimin mengeluarkan kunci dan membuka pintu disebelah apartemenku.


Tapi sejak kapan, sejak kapan Jimin membeli apartemen disebelahku? Jadi selama ini Jimin adalah tetanggaku, pantas saja selama ini aku tidak pernah melihat tetangga apartemenku sekalipun.

"Kau masih harus bertanggung jawab sampai aku sembuh, bukan? jadi kalau kita bertetangga kau bisa membantu aku kapanpun sampai aku sembuh total," ucapnya tersenyum dengan senyuman yang sangat menyebalkan.

"Aku membenci mu," kesalku kemudian membuka pintu apartemen milikku.


***

𝐏𝐫𝐨𝐦𝐢𝐬𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang