49

913 137 28
                                    

Usapan lembut itu lama-lama terasa mengelikan, membuat aku menatap Jimin yang sedang bermain pada perut besarku. Sambil sesekali dia menciumi semua bagian perutku, "Jimin!" teriak ku sambil memegang perutku.



"Kenapa?" tanya Jimin panik, membuat aku menggigit bibir kuat dan merasakan kembali jika sesuatu di dalam sama menendang perutku.



"Dia menendang," setelah itu kami sama-sama memperhatika permukaan perutku. Hingga pada suatu gelombang, perutku terlihat bergerak dengan getaran pelan.


"Baby, kau baik-baik saja di dalam sana?" tanya Jimin sambil menempelkan kepalanya pada perutku. Hingga tak lama kembali ada reaksi respon lagi di dalam perutku. Seolah-olah anak kami merespon ucapan ayahnya.



"Astaga kau merespon, daddy," ucap Jimin senang, kemudian dia menatapku, "Apa rasanya sakit?" tanya Jimin penasaran.


"Tidak sakit, tapi tadi aku hanya terkejut," jawabku.



Jimin menganggukan kepalanya, kemudian kembali bermain dan mengajak bicara kandunganku. Sampai di dalam sana kembali tenang tanpa pergerakan lagi. Barulah setelah itu Jimin mencium perutku untuk yang terakhir sebelum dia kembali menurunkan bajuku, "Dia sudah tidur," imbuh Jimin terlihat sedih, karena sepertinya dia masih belum puas bermain dengan kandunganku.


"Ibunya mau sekalian aku buat tidur, tidak?" tanya Jimin sambil menepuk-nepuk bantal baru membuat aku menatapnya ngeri.



"Tidak mau, aku ingin mencuci baju."



"Memangnya kau tidak lelah?"



"Lelah kenapa?" ucapku balik bertanya.



"Tadi malam kita habis melakukan aktivitas panjang," Jimin kembali memperjelas kejadian tadi malam. Membuat aku merasa malu, belum lagi saat memikirkan jika tubuh dan perut besarku dilihat oleh Jimin. Jangankan itu, aku bahkan sama sekali tidak percaya diri setiap kali melihat tubuhku sendiri di depan cermin.


"Tapi aku tidak ada bergerak!" jawabku malu, kemudian aku bangun dari tempat tidur sementara Jimin terkekeh karena jawabanku barusan. Hari ini hari minggu, jadi Jiya tidak pergi ke sekolah, dan menurut perkiraan ku saat ini Jiya juga belum bangun. Oleh karena itu aku berencana untuk membuatkan sarapan.



"Jadi kau ingin kau yang bergerak?" balas Jimin semakin menggodaku, membuat wajahku semakin memerah. Meninggalkannya di dalam kamar, karna jika aku tetap di kamar Jimin akan semakin gencar menggodaku.

Kemudian aku pergi ke tempat ruang cuci terlebih dahulu, sebelum membuatkan sarapan. Membuka isi mesin cuci, aku sedikit menarik nafas pasrah saat melihat tumpukan pakaian yang begitu banyak di dalam ranjang tumpukan pakaian kotor. Hingga sesaat aku mendengar suara Jimin yang mendekat.




"Kenapa kesini?" tanya ku curiga karena takut dia masih ingin menggodaku.




"Ingin membantu mu," setelah itu tanpa disuruh Jimin mengangkat tumpukan pakaian kotor, lalu dia masukan satu persatu kedalam mesin cuci. Karena pekerjaan ku telah di ambil oleh Jimin, jadi aku memutuskan untuk membuatkan sarapan saja untuk kami.


Aku membuat sosis dan telur goreng, kemudian mengeluarkan daging ayam yang kami beli kemarin siang. Melumuri ayam tersebut dengan bumbu kemudian menggorengnya satu persatu.



𝐏𝐫𝐨𝐦𝐢𝐬𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang