37

1.1K 137 25
                                    

Tangisanku pecah diiringi rasa sakit yang menjalar, aku kemudian menatap Jimin dengan tatapan yang penuh dengan kebencian saat dia baru keluar dari kamar mandi. Aku kemudian membuang muka, manarik selimutku tinggi-tinggi hingga menutupi wajahku.

"Lea maafkan aku," ucap Jimin yang tau-taunya sudah berada di dekatku, dia menarik selimut yang menutupi wajahku. Bahkan aku yakin wajahku sekarang sudah sembam karena terus menangis dari tadi.


Aku tidak menghiraukan perkataannya, lalu kembali menarik selimut untuk menutupi wajahku lagi namun berhasil ditahan olehnya, "Jangan di tutup, kau akan kesusahan bernafas."



"Lea?" panggil Jimin membuat aku menoleh.


"Jangan sentuh aku," tolaku saat dia hendak menyentuh tanganku.


"Aku minta maaf, kau mau aku bantu obati?"


Mendengar itu aku langsung menutup kedua dadaku, menggelengkan kepala, "Sakit . . ."


Kedua payudara ku benar-benar terasa bengkak akibat remasan dan gigitan kecil dari giginya. Meskipun Jimin tidak sampai melakukan hubungan suami istri tetapi tetap saja aku merasakan sakit yang menjalar setiap kali dada ku bersentuhan dengan selimut.



"Aku tidak mau tidur dengan mu," cerca ku masih marah padanya.



"Lea aku benar-benar tidak sengaja, aku juga tidak mau menyakitimu. Itu bukan kemauan ku, pasti ada sesuatu dari makanan dan minuman yang aku makan tadi," jelasnya namun tetap saja aku tidak mau berdekatan dengannya, aku masih terlalu trauma dengannya.


Meskipun begitu aku juga penasaran dengan orang yang mengirimi kami makanan tadi sore, dan apa maksud dan tujuan orang tersebut. Jimin bilang setelah orangnya memeriksa makanan dan minuman tersebut hanya ditemukan kandungan obat perangsang. Selain itu tidak ada kandungan berbahaya lainnya. Jimin juga masih meminta orang untuk menyelidiki siapa dalang dari pengiriman paket makanan tersebut.

"Aku mohon padamu, jangan gampang menerima bemberian dari orang lain jika bukan aku sendiri yang mengkonfirmasinya. Setidaknya hanya dari keluarga terdekat dan orang-orang yang benar kau percayai," pintanya, tapi aku rasa ucapan Jimin ada benarnya juga. Kendati selama ini aku sama sekali tidak ada merasa memiliki musuh sama sekali.

"Aku mengerti, kau boleh pergi dari sini," ucapku lalu memberikan satu bantal kepadanya.


"Sayang . . ." desah Jimin keberatan.


"Jimin!"


"Kalau aku tidur di kamar lain lalu siapa yang akan memelukmu malam-malam?" mendengar itu aku jadi kepikiran, membuatku menggigit bibir ragu.


"Aku bisa memeluk guling," cetusku tidak mau tergoda oleh rayuannya.


"Lea, guling tidak akan seenak pelukanku."



"Ya sudah, aku meminta Jungkook saja untuk memelukku," ucapku asal karena sudah terlanjur kesal padanya. Padahal sekarang sudah jam dua belas malam tapi dia terus saja mengajakku berdebat.



"Yaaa! kau tidak boleh tidur dengan pria lain!"



"Aku juga tidak mau tidur denganmu, dadaku masih terlalu sakit apalagi jika kau memelukku!" balasku tidak mau kalah.

Untungnya Jimin akhirnya mengalah, namun meskipun begitu sebelum dia mengambil bantal dan keluar dari kamar. Dia terlebih dahulu menatapku dengan tatapan merajuknya, padahal harusnya aku yang marah dengannya. Kenapa jadi dia yang marah denganku sih!

𝐏𝐫𝐨𝐦𝐢𝐬𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang