29

1.2K 154 50
                                    

Bunyi bel apartemenku berhasil menyadarkan lamunan ku. Aku tau itu Jimin, karena sebelumnya Jimin bilang bahwa dia akan membelikan ku makan siang. Aku tau dia pasti merasa curiga karena aku yang lama membukanya kan pintu.



"Apa aku lama?" tanya nya jadi khawatir, dia takut aku akan marah karena dia yang terlalu lama membeli makanan.

Jimin lalu menyiapkan makanan-makanan itu di atas meja. Menghidangkannya dengan begitu rapi, lalu menyuruhku untuk makan.


Maafkan aku yang terlalu kelewatan sabar, tapi saat ini aku tidak bisa marah setelah melihat perlakuan baiknya padaku. Jimin seolah-olah membuat aku tidak tega untuk marah.

"Kenapa kau diam saja? ayo makan," ajaknya karena sendari tadi aku hanya sibuk melamun.

"Ah, aku hanya masih mengantuk," jawabku lalu mulai memasukan sesendok nasi ke dalam mulutku.



"Lea, ada yang ingin aku bicarakan padamu," ucap Jimin serius, tapi dari arah pembicaraannya sepertinya aku sudah bisa menebak dia akan bicara apa.


"Dulu aku dan Jihan pernah tidur bersama, dan aku baru tau jika kami mempunyai seorang anak perempuan," jelas Jimin sedikit membuat aku terkejut, padahal aku sudah tau hal itu. Tapi tetap saja mendengar itu secara langsung tetap membuat jantungku berdebar. Padahal aku berharap hal itu tidak pernah terjadi.

"Aku sudah tau," jawabku jujur, entahlah sebetulnya aku ingin sekali mempermasalahkan hal itu. Tapi yang kulakukan malah memilih untuk mendengar penjelasannya terlebih dahulu.

"Seseorang memberi tahu mu?" tebak Jimin, ku balas dengan anggukan kepala.


"Lalu bagaimana dengan Jihan dan anak mu, kau tidak bertanggung jawab?" tanya ku pilu, 'lalu bagaimana dengan diri ku? apa Jimin akan meninggalkan ku?'

"Saat aku menemuinya selama seminggu di Amerika kami sudah membicarakan hal ini, aku akan bertanggung jawab," ucap Jimin membuat kaki ku melemas.


"Tapi aku tidak menikahi-nya, hanya bertanggung jawab sebatas anak ku saja," jelas Jimin lagi membuat aku tidak tau merespon apa. Aku juga tidak tau apakah aku harus senang atau tidak.





"Tapi kenapa?" tanyaku bingung.






"Karena aku mencintai mu, aku tidak bisa kehilangan mu, Lea." Jimin terlihat mengambil nafas dalam-dalam sebelum kembali melanjutkan ucapannya, "Kau tau saat malam aku meninggalkan mu waktu sakit? Aku memang bertemu dengan Jihan waktu itu."


"Saat dia bilang selama ini kami memiliki seorang anak, hal itu membuat aku bimbang antara ingin bertanggung jawab atau justru memilih mu," jelasnya membuat aku tidak menyangka jika Jimin masih mempertimbangkan diriku. "Dan lagi, saat aku mencium Chaerin malam itu aku melakukan nya hanya karena ingin membuat mu cemburu. Awalnya aku pikir pilihan ku meninggalkan mu adalah hal yang terbaik. Tapi nyatanya malah aku yang cemburu melihat kedekatan mu dengan Taehyung maupun Jungkook."

"Aku takut kau juga tidak bisa menerima kondisi ku yang seperti ini," jelasnya membuat aku tidak menyangka jika masalahnya ternyata rumit seperti ini.

"Lalu apa Jihan tidak keberatan atas keputusan mu itu?" bagaimana pun Jimin adalah ayah kandung dari anaknya dan Jimin. Meskipun masih menjadi misteri kenapa Jihan menyembunyikan tentang anak mereka selama ini.


"Jihan bilang dia tidak masalah akan hal itu, karena tujuan nya menghubungi ku hanya sebatas ingin memberi tau tentang putri kami," jelas Jimin entah kenapa membuat aku merasa lega.

𝐏𝐫𝐨𝐦𝐢𝐬𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang