34

1.1K 136 27
                                    

Hari sudah mulai menggelap namun Jimin belum kujung pulang juga. Aku bahkan sudah selesai mandi dan mengenakan gaun tidurku, bahkan dari tadi aku menahan diri untuk tidak mengunci pintu rumah agar Jimin tidak bisa masuk saja sekalian. Aku juga penasaran apa yang sedang dilakukan Jimin disana sampai tidak pulang seharian ini. Kendati rasanya cukup aneh kenapa Jihan tidak berisikeras meminta Jimin menikahinya saja waktu itu, ketimbang seperti saat ini dia terus memonopoli suamiku.


Jeon Lea
Jimin kau menginap?

Jeon Lea
soalnya aku ingin mengunci pintu

Jimin
jangan, aku sudah didekat rumah

Membaca pesan balasan dari Jimin membuat aku menghembuskan nafas berat. Benar tidak lama setelah itu aku mendengar bunyi mobil Jimin masuk kedalam garasi rumah. Jimin bahkan masuk kedalam rumah sambil membawa dua kantong berisi makanan, padahal aku sama sekali tidak ada minta dibelikan makanan.

Jimin meletakan kantong makanan itu pada meja makan, kemudian mendekat ingin memelukku.

"Jangan peluk aku, kau belum mandi," larangku sambil menyilangkan kedua tanganku didepan dada.


Mendengar aku melarangnya Jimin lalu cemberut, "Kalau cium boleh tidak?"



"Tidak boleh,"



"Lea," panggil Jimin semakin cemberut.




Aku tidak menghiraukannya kemudian beralih mengambil sweater dan tas milikku membuat Jimin menyeritkan mata, "kau mau kemana?"

"Aku ingin menginap di rumah Papa," jawabku santai, kemudian mengenakan sweater pada tubuhku.

"Yaaaa! tidak boleh," larangnya seperti anak kecil langsung memeluk tubuhku.


"Jimin!"


"Jangan pergi," bahkan tangannya ikut melepaskan tas yang sedang kugenggam lalu melemparkan tasku begitu saja ke lantai. "Lalu kenapa kau ingin mengunci pintu kalau begitu?"

"Karna aku mau pergi, jadi memang benar 'kan jika pintu rumah aku kunci," jawabku sambil sedikit menggelinjang geli karena Jimin mengecup belakang leherku.

"Tidak, kau tidak boleh pergi, karena aku sangat menyukai baju mu," ucap Jimin semakin menjadi-jadi mengecupi seluruh bagian leherku.



"Kalau begitu aku akan ganti baju," sahutku santai.


"Jangan!" teriaknya penuh protes, "Jangan diganti, aku hanya akan mandi sebentar," setelah itu Jimin mencium pipiku sebelum dia dengan segera belari kedalam kamar untuk mandi.

Kamudian aku mengambil kembali tasku yang tadi dilempar olehnya, serta membuka sweater yang sedang aku pakai lalu menyusulnya ikut masuk kedalam kamar. Jimin bahkan benar-benar mandi secepat kilat sampai membuat aku tidak percaya. Karena beberapa menit kemudian dia sudah keluar dari dalam kamar mandi, sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.



"Kau benar-benar takut aku pergi, ya?" tebak ku jadi gemas sendiri melihat tingkat lakunya.

"Iya, aku juga tidak sabaran untuk memeluk mu," kata Jimin lalu memeluk tubuhku dari depan dengan tidak sabaran. Seolah-olah aku ingin hendak kabur saja darinya. Selama dia memelukku, aku terus mengusap-usap pelan rambutnya seperti mengusap rambut anak kecil.


Perlahan aku mulai merasakan Jimin yang mulai melonggarkan pelukannya sambil menatap wajahku lekat. Dia kemudian mendudukan ku ke atas ranjang, kemudian menautkan kedua bibir kami. Darahku bahkan berdesir dengan hebat saat aku merasakan tangan kasarnya mulai menyusup kedalam gaun tidurku.



𝐏𝐫𝐨𝐦𝐢𝐬𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang