23

1.2K 147 11
                                    

Setelah satu minggu aku pergi bersama Jungkook, hari ini aku sudah balik ke apartemen. Petugas apartemen juga memberitaku bahwa sekarang unit kosong disebelah apartemenku sudah ditempati oleh seseorang. Aku berharap tetangga baru apartmenku adalah orang yang baik dan tidak suka membuat keributan. Selain itu aku juga mendapatkan kabar bahwa Yuna dan Jay sudah balikan, sungguh itu membuatku merasa ikut senang.

Bukan Jay namanya jika tidak melakukan hal yang menakjubkan, karena merayakan hari balikanan mereka Jay akan mentraktir kami makan. Aku segera menutup pintu apartemen setelah bersiap-siap karna Jiyeon sudah menungguku dibawah. Namun saat aku tidak sengaja melewati food court saat hendak turun ke lantai bawah, aku tidak sengaja melihat Robert ada disana. Aku memang tidak salah lihat, karna pria yang sedang duduk disalah satu meja itu adalah Robert pria yang dua hari yang lalu berkelahi dengan Jungkook.

Aku tidak mau memikirkan hal aneh, karena mungkin saja dia memiliki teman yang juga tinggal di gedung apartemen ini. Karena itu aku langsung turun ke bawah untuk segera menemui Jiyeon yang mungkin sudah lama menungguku.

Saat sudah memasuki taxi Jiyeon langsung berteriak heboh kepadaku membuat aku kebingungan, "Jiyeon jangan berteriak, berisik tau!" protesku turut merasa tidak enak pada supir taxi.


"Kau harus tau! tapi bagaimana aku mengatakannya astaga!" ucap Jiyeon semakin membuatku merasa penasaran.


"Cepat katakan ada apa jangan membuatku merasa penasaran," pintaku sambil menggoyangkan tubuhnya, sementara Jiyeon malah senyum-senyum tidak jelas.



"Jiyeon . . ." ucapku penuh penekanan.



"Yuna sedang hamil," katanya membuat aku sempat terdiam untuk memproses apa yang baru dia katakan.


"Apa?! kau tidak berbohong 'kan?" seruku ikut merasa senang, giliran berteriak heboh.


"Aku tidak bohong, kemarin dia memberitahuku lewat video call," beritahunya padaku.


"Tapi kenapa dia juga tidak memberitaku?" kataku cemburu.

"Itu karena kau tidak mengangkat panggilan kami bodoh!" ucap Jiyeon mengata-ngataiku, tapi memang benar kemarin aku tidak sempat memegang hanphone karena harus berkemas-kemas. Bahkan selesai berkemas-kemas aku langsung segera tidur tanpa mengecek handphone ku. Lagipula akhir-akhir ini aku memang sudah jarang sekali memegang handphone.

"Aku tidak menyangka jika Yuna akan menjadi ibu secepat ini," ucapku tiba-tiba merasa sedih. itu artinya tidak lama lagi Yuna akan menikah dan sibuk pada rumah tangganya. Apa dia akan masih sering bermain bersama kami?

"Tapi di antara kita memang dia yang lebih cepat mempunyai kekasih," balas Jiyeon tidak heran.

"Aku jadi tidak sabar ingin bertemu dengannya," ucapku tidak sabaran. Bahkan sepanjang perjalanan menuju ke sana kami tidak henti-hentinya membicarakan Yuna, sampai flashback waktu pertama kali kami bertiga bertemu.

Rasanya baru kemarin kami bertemu dan sekarang kami sudah semakin dewasa aja.

***

Sampainya di restoran kami sudah tidak sabar bertemu dengan Yuna, tapi sayangnya rasa antusiasku itu harus terhentikan setelah melihat sosok yang turut ada disana. Mungkin aku sedikit lupa jika Jimin adalah teman Jay juga, jadi pria itu juga ikut diundang. Tidak hanya aku, tapi Jiyeon juga turut tidak menyangka jika Jimin akan berada disini. Bahkan ekspresi Jiyeon yang tadinya semangat kini berubah menjadi sangat datar. Aku tahu sahabatku ini bisa saja marah, namun sedang dia tahan karena Jiyeon tidak mau merusak hari bahagia Yuna.


Aku mencoba tersenyum untuk menyapa satu persatu orang yang ada di meja, agar suasana tidak terasa sangat canggung. Meskipun dalam hati aku tidak menyangka jika Jimin akan pulang secepat ini, aku kira dia akan lama di Amerika.

"Bagaimana kabarmu Lea, aku sudah jarang melihatmu?" tanya Ren yang berada disebelahku.

"Aku baik-baik saja, memang akhir-akhir ini jarang keluar rumah," jawabku padanya.

"Oh iya, Jay dan Yuna aku ucapkan selamat kepada kalian. Aku tidak akan menyangka kalian akan mempunyai anak secepat ini," ucapku bahagia sekali, karna itu juga berarti aku akan menjadi seorang aunty.

"Ngomong-ngomong kapan kalian ingin menikah?" Jiyeon bertanya penasaran.


"Kemungkinan dalam waktu dekat ini," ucap Jay menanggapi.


"Jika perlu nama yang bagus kau bisa meminta saran padaku," ucap Nicolas angkat bicara.


"Tidak mau, aku tidak mau nama anakku jadi aneh."

"Jimin kau hanya diam saja?" tanga Taehyung tiba-tiba pada Jimin yang memang dari tadi hanya banyak diam.

"Aku ucapkan selamat pada kalian berdua," akhirnya Jimin angkat suara.

"Gumawo atas ucapan kalian semua, semoga jalan pernikahan kami dilancarkan sampai hari pernikahan," balas Yuna sambil tersenyum senang.

Setelah itu kami memesan berbagai makanan, selama itu aku mencoba menikmati makan malam kami tanpa memikirkan permasalahan ku dengan Jimin. Hingga sampai acara makan malam kami selesai.

Karena sudah malam Jiyeon di antar Ren pulang, Yuna sudah pasti bersama dengan Jay. Sementara aku rencananya akan pulang bersama dengan Taehyung. Jiyeon dan Yuna sudah duluan pulang sementara aku masih menunggu Taehyung yang pergi sebentar ke toilet. Sementara Nico dan Jimin, aku tidak tau jika mereka sudah pulang atau belum.

"Mianhae, jika aku membuatmu menunggu lama," ucap Taehyung yang baru saja balik dari toilet.

"Aniya, aku bahkan tidak merasa jika itu lama," kataku sama sekali tidak merasa keberatan.

"Biar aku yang mengantar Lea pulang," ucap Jimin tiba-tiba yang datang menghampiri kami.

"Aku hanya ingin pulang bersama Taehyung," tolakku langsung, lagipula apa Jimin sedang tidak waras?

"Ada yang perlu kita bicarakan, Lea," sanggah Jimin tidak menerima penolakanku.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, kita sudah pernah membicarakan ini sebelumnya," sergahku tidak mau lagi mendengar alasannya.

"Jimin kau dengar itu?" ucap Taehyung menengahi kami berdua.

"Tae kali ini saja," ucap Jimin memohon.


"Baiklah, Lea kali ini kau pulang bersama Jimin," kata Taehyung dengan begitu mudah, membuat aku tidak menyangka jika Taehyung akan sebegitu mudahnya menyerahkan aku pada Jimin.

Setelah mengatakan itu Taehyung lalu meninggalkan aku berdua dengan Jimin.

"Aku bisa pulang sendiri," ucapku lalu ingin pergi dari hadapannya.

"Aku akan membiarkan mu pergi jika kau mau bicara padaku," ucap Jimin menarik tanganku.



PLAK!



"Harusnya waktu itu aku menamparmu," ucapku benar-benar merasa muak. Apa Jimin berfikir jika aku adalah wanita murahan yang bisa dengan gampang dia rayu begitu saja?

Kenapa dia harus menemuiku lagi, bukankah dia baru saja habis menemui Jihan? Apa Jihan menolaknya makanya sekarang dia kembali kepadaku lagi?

Tanpa banyak berkata-kata lagi aku segera pergi meninggalkannya, lalu memilih untuk memesan taxi untuk pulang. Selama perjalanan pulang aku tidak henti-hentinya melamun. Aku menyuruh supir taxi itu untuk berhenti di depan mini market dekat apartemen. Karena aku ingin membeli minuman terlebih dahulu, karena sudah dekat pulangnya aku bisa berjalan kaki.

𝐏𝐫𝐨𝐦𝐢𝐬𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang