33

1.1K 139 51
                                    

Mungkin aku memang tidak jago berakting, namun kali ini aku berusaha semaksimal mungkin untuk tidak terlihat sedih saat Jimin baru pulang jam sepuluh pagi ini, yang bahkan sudah mau menjelang siang hari. Meskipun Jimin hanya menginap tapi tetap saja aku merasa cemburu, walaupun ini cuma ketakutan ku saja namun aku benar-benar merasa takut jika suatu saat nanti Jimin kembali bersama Jihan lagi. Karena bagaimana pun mereka dulunya pernah saling mencintai.

Saat pulang, Jimin sempat memeluk ku sebentar sebelum akhirnya masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sambil menunggu Jimin mandi aku mengeluarkan sebuah testpack dari saku celana ku. Aku bahkan tidak henti-hentinya tersenyum sambil menatap pada alat uji kehamilan tersebut. Aku juga tidak sabar melihat reaksi Jimin nantinya jika tau kalau aku sedang hamil.



Karena beberapa hari ini aku telat datang bulan, tadi pagi aku berinisiatif untuk mengeceknya. Betapa terharunya aku saat mendapati testpack yang kupeggang menujukan dua garis berwarna merah.

Mendengar pintu kamar mandi dibuka, aku langsung cepat-cepat menyembunyikan alat testpack itu pada saku celana ku. Terlihat Jimin yang keluar dari dalam kamar mandi sambil mengenakan sehelai handuk yang melilit pinggangnya. Sementara aku pura-pura memainkan handphone tanpa memperdulikan apa yang sedang dia lakukan saat ini.

Dari ujung mataku, aku dapat melihat Jimin yang sedang mengeringkan rambutnya. Dia mengambil baju dalam lemari, dia mengenakan baju kaus dengan celana panjang. Hal itu membuat aku sedikit kebingungan, apa Jimin ingin pergi lagi habis ini? Karena ini sudah siang, tidak mungkin dia akan pergi ke kantor apalagi dengan baju seperti itu.


"Kau ingin pergi?" tanyaku mendadak kecewa.


"Iya, aku akan kembali kesana lagi," jelas Jimin sambil menyemprotkan parfum pada tubuhnya, sampai rasanya satu kamar ini dipenuhi oleh parfum miliknya.


"Apa sakit Jiya masih parah?" tanya ku jadi khawatir.



"Tadi pagi demamnya kambuh lagi," kemudian Jimin terlihat mengambil jaket miliknya untuk bersiap-siap segera pergi.


"Jimin aku ingin ikut melihat keadaan Jiya," mintaku padanya, lagipula tadi malam Jimin juga bilang jika dia ingin mengajakku menjenguk Jiya kesana.


"Kau tidak sibuk?" tanya Jimin padaku, karena biasanya aku akan pergi ke kampus untuk menyerahkan tugasku.


"Tidak kok."


"Baiklah, aku tunggu kau bersiap-siap," setelah itu aku mengganti baju secepat mungkin yang bisa aku lakukan, dan melupakan rencana awal ku barusan. Kemudian kami segera pergi ke rumah Jihan untuk menjenguk keadaan Jiya.

Saat kami sudah sampai disana, Jihan membukakan kami pintu namun ada hal yang membuat aku merasa tidak senang. Karena saat ini Jihan hanya mengenakan tanktop berwarna putih dan celana panjang. Jika Jihan hanya sendirian di rumah sebetulnya tidak masalah dia hanya menggunakan tanktop. Tapi bukannya jika ada tamu dan jika dia sadar Jimin sering kesini, kenapa dia masih menggunakan baju seperti itu?


"Halo, Lea apa kabar? aku senang kau datang untuk menjenguk Jiya," sapanya padaku sambil tersenyum senang, tapi entah kenapa rasanya malah seperti di buat-buat.

Aku membalas Jihan dengan senyuman yang tak kalah manis, "Tentu, aku 'kan juga ibunya Jiya."


Jihan kemudian menoleh ke arah Jimin, "oh, iya Jimin. Kau bisa membantuku menghidupkan kompor? tiba-tiba komporku mati saat aku ingin memasak untuk makan siang. Sepertinya ada yang salah dari komporku tapi aku tidak tau apa."

𝐏𝐫𝐨𝐦𝐢𝐬𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang