Samar-samar aku dibuat senyum-senyum sendiri karena melihat tingkah Jimin yang sendari tadi mencari perhatian terus kepada ku. Melihat Jimin yang bersikap manis seperti ini membuat aku menjadi tidak tega untuk marah terlalu lama padanya. Jimin, selalu tahu bagaimana caranya membuat orang menjadi luluh dan tidak tega kepadanya.
"Kau sudah memeriksa kandungan mu bulan ini?" tanya Jimin sambil memijit pergelangan kaki ku pelan.
"Sudah," jawab ku membuat raut wajah Jimin berubah menjadi sedikit murung.
Selama ini Jimin tidak tau jenis kelamin anak kami, walaupun egoku masih tinggi. Tapi aku rasa Jimin berhak untuk tahu, bagaimana pun dia adalah ayah dari anak yang sedang aku kandung.
"Apa kau mau tahu jenis kelamin anak kita?" ucapku membuat Jimin menatap wajahku tidak percaya.
"Apa boleh?" tanyanya hati-hati, namun dengan perasaan penuh semangat. Aku menganggukan kepala sebagai tandai memperbolehkan.
"Coba kau tebak jenis kelamin anak kita perempuan atau laki-laki," suruhku.
"Perempuan?"
Aku menggelengkan kepala, "Anak kita laki-laki tahu!"
"Aku kira selama ini anak kita perempuan, habisnya kau cantik sekali," pujinya membuat aku jadi berpikir jika dia hanya mencoba untuk merayuku.
"Memangnya iya? jangan bilang kau hanya ingin merayuku."
"Tidak aku serius, aura mu ketika hamil jadi lebih keluar. Tambah cantik, dan selalu terlihat cantik."
Sumpah demi apapun di puji seperti ini kenapa bisa membuat perasaanku menjadi senang, "Kau tahu, kemarin aku melihat wanita yang pernah kau cium dulu."
"Maksudmu Chaerin?" jawab Jimin membuat aku menatapnya penuh curiga.
"Kenapa kau masih ingat dengan namanya sih?!" pekik ku jadi kesal sendiri. Kemudian menjadi merasa bersalah, takut Jiya yang sedang tertidur disebelah kami jadi terbangun.
"Bukan begitu, hanya saja aku memang tidak mudah melupakan seseorang yang pernah ku kenali," Jimin membela dirinya. Namun bukan aku jika kalah begitu saja.
"Seseorang yang pernah kau kenal atau seseorang yang pernah kau cium?"
"Sayang bukan begitu, lagipula kenapa tiba-tiba jadi membahas dia?" ucap Jimin sedikit frustasi.
"Aku jadi ingin menampar pipinya," jelasku membuat Jimin menatapku tidak percaya.
"Apa dia ada menggangu mu?" bingung Jimin karena aku yang tiba-tiba ingin menampar Chaerin.
Aku menggelengkan kepala, "Aku hanya kesal padanya, setiap kali aku melihat wajahnya aku selalu teringat kau yang menciumnya," jujurku membuat Jimin malah terkekeh.
"Ah, jadi masih cemburu karena itu," simpul Jimin membuat aku menatapnya jengkel.
"Aku tidak cemburu tahu, aku hanya kesal," desisku sebal sendiri. Apalagi mengingat wajah Chaerin malam itu yang seolah-olah mengejekku. Membuat ku jadi tambah emosi saja.
"Aku mengantuk," aduku sekaligus memberitahu Jimin jika dia tidak perlu mengurutku lagi.
Jimin melirik sebentar ke arah jam dinding, sudah jam setengah dua belas. "Aku sampai lupa jika wanita hamil tidak boleh tidur larut malam," ucapnya merasa bersalah karena sendari tadi membiarkan aku bergadang.
"Kau mau apa?" tanyaku saat melihat Jimin ingin naik ke atas ranjang. "Aku tidak ada mengajakmu untuk tidur bersama ku dan Jiya loh." ucapku sedikit bercanda, padahal sebetulnya aku tidak masalah jika Jimin tidur bersamaku dengan Jiya.
"Kau yakin bisa tidur sendiri dengan Jiya? selama kau tidak ada aku sering mendengar suara-suara—."
"Jimin!" pekikku memotong ucapannya.
"Suara tikus, iya hanya tikus. Sepertinya mulai sekarang kita harus memelihara kucing," lanjutnya sengaja mengalihkan cerita buatannya agar aku tidak takut.
"Yaudah sini, aku ingin dipeluk," pintaku kemudian bergeser sedikit ketengah agar Jimin bisa berbaring disebelahku. Jimin kemudian naik ke atas ranjang, lalu memeluk tubuhku dengan begitu hangat.
"Jangan mengusap perutku," gumamku.
"Kenapa?"
"Tidak mau, aku tidak suka. Usap saja jika aku sudah tidur."
Jimin mengangguk paham, "Kalau begitu goodnight sweetheart, i love you." Jimin kemudian mencium keningku tanpa permisi, aku tidak marah. Aku malah menyukainya.
"Goodnight Jimin, i love you too," balasku sambil tersenyum dalam pelukannya. Sambil tidak membayangkan jika Jiya masih terbangun, karena rasanya agak aneh jika bermesraan didepan anak kecil.
Jimin mengusap-usap rambutku pelan, mencium pipi dan bibirku bertubi-tubi. Tapi entah kenapa aku marah merasa nyaman disentuh seperti ini. Hingga aku tertidur dalam ciuman Jimin yang begitu memabukan.
***
vote dong biar cerita ini ga aku pindahin ke apk berbayar. masa mesti promosi dulu di tiktok biar ramai, mager edit huhu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐫𝐨𝐦𝐢𝐬𝐞
Fanfiction𝐌𝐀𝐓𝐔𝐑𝐄 Lea membenci sebuah janji, namun seseorang dengan beraninya datang untuk berjanji padanya namun juga diingkari dengan begitu pelik. 🏆 jungkook [19/01/2022] 🏆 jin [20/01/2022] Publish : 6 Mei 2020 Copyright ©Skylightzv