STIGMA-4

90.4K 13.2K 2K
                                    

Absen nama panggilan kalian yuk, siapa aja nih yang baca cerita ini?

Udah siapin hati untuk baca part ini sampai habis?

Siap untuk penuhin setiap paragraf dengan komentar? Harus siap nggak mau tau.

Let's go

•••

Tangan Alya yang sedang memegang sebuah gelas itu gemetar hebat ketika melihat kedatangan Wiguna dengan kilatan amarah yang begitu nyata dibalik matanya. Beliau melepas dasinya dengan kasar, dan membanting sebuah guci dengan berteriak frustasi membuat Alya semakin ketakutan ditempatnya, hingga ia tidak sengaja menjatuhkan gelas yang semula berada ditangannya membuat perhatian Wiguna langsung teralihkan padanya dan menatapnya begitu tajam.

"Sini kamu!" panggil Wiguna kemudian mulai menggulung lengan kemejanya dan mengambil sebuah cambuk. Alya dapat menduga apa yang akan beliau lakukan padanya.

"CEPAT, ANAK SIALAN!!!" teriak Wiguna dengan urat tipis yang menonjol di bagian lehernya. Alya menelan salivanya dengan susah payah, ia memukul tangannya sendiri yang gemetar dengan sangat hebat.

"P-papa pasti capek 'kan? Pa-pa mau Alya buatin apa? Teh? Kopi? Atau mau Alya pijitin???" tanya Alya dengan tatapanya yang meminta sebuah permohon, walaupun ia tahu Wiguna tidak punya sedikitpun rasa kasihan kepadanya.

Wiguna mendekatinya dan menarik tangannya dengan paksa dan kasar. Alya berusaha melepaskan diri, membuat Wiguna dengan tidak punya hati nuraninya menyeret Alya layaknya seekor binatang dan memaksanya untuk berdiri pada sebuah kursi.

"K-kenapa papa kayak gini sama Alya? Alya cuma minta disayang sama papa. Alya nggak pernah minta yang aneh - aneh. Alya nggak suka dipukul, Alya benci dipukul sama papa...." lirih Alya dengan isakan yang tertahan.

"Rumah ini selalu berantakan dan membuat saya muak, bahkan sampai saya merasa gila! Ditambah dengan melihat wajahmu yang hanya mengingatkan saya dengan jalang sialan dan tidak tau diri itu yang sudah memperkeruh hidup saya." bentak Wiguna, mendengar itu Alya merasa seperti dihujam dengan ribuan paku yang menjamah rasa sakitnya selama ini.

"Sialan, walaupun wanita itu sudah mati, tapi dia melahirkanmu yang tidak jauh berbeda dengannya. Karena sedikit rasa kasihan yang saya miliki padanya, saya mau merawatmu. Dan semua itu tidak lebih dari rasa kasihan!" Wiguna kembali melanjutkan dengan sarkas.

"Kalau papa mau pukul Alya, pukul aja, Alya rela kok. Papa boleh pukul Alya sampai puas. Luapin semuanya dengan cara yang papa mau. Alya sudah biasa dipukul sama papa, Alya udah kebal sama rasa sakitnya....." ujar Alya dengan segaris senyumnya. "Atau papa mau sekalian bunuh Alya? Bunuh aja Alya malah seneng, karena Alya pengen nyusul mama."

Alya memejamkan kedua matanya ketika Wiguna mulai mencambuk tubuhnya. Tidak hanya sekali, melain berkali - kali ia menerima cambukan tersebut hingga meninggalkan memar - memar. Bukan hanya mencabuknya, tapi bahkan juga memukulnya. Dan tidak berhenti sampai Wiguna merasa puas meluapkan seluruh amarahnya hingga lelah dengan sendirinya. Tubuh Alya langsung ambruk karena lemas ketika Wiguna menyudahinya.

Alya duduk meringkuk memeluk tubuhnya sendiri, tubuhnya tidak berhenti gemetar, detak jantungnya kian meningkat. Ia merasa sangat gelisah, dan seluruh otot tubuhnya menegang. Disaat seperti ini yang bisa ia lakukan adalah menangis, semua ini sungguh menyiksa.

"Mama, tolongin Alya...." batinnya tanpa sadar jika satu - satunya orang yang menyanyanginya itu sudah pergi jauh meninggalkannya di dunia yang sangat jahat ini.

Ponselnya yang tergeletak di lantai itu berdering, membuat Alya yang tengah berkelut dengan suara berisik di dalam kepalanya dan luka batinnya itu lantas terlonjak kaget. Perlahan ia meraihnya. Sebuah pangillan masuk itu datang dari Fajar. Jika menyangkut tentang lelaki pemarah itu, Alya selalu berusaha untuk tidak memancingnya, apalagi lelaki itu paling tidak suka menunggu. Oleh karena itu Alya dengan cepat mengangkat panggilan itu.

STIGMA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang