STIGMA-8

79.2K 9.4K 1.8K
                                        

Gatel banget pengen update terus, padahal pengen nantian dulu😭

Janji mau penuhin komentar disetiap paragraf?

•••

Selama satu minggu Wiguna akan melakukan perjalanan bisnisnya. Alya tinggal seorang diri dirumah besar tersebut. Terasa begitu hampa dan kosong, seperti hatinya. Sebangun tidurnya, Alya menatap bingung ketika beberapa barang dirumahnya dibuang dan sengaja dibakar. Alya menggeleng tidak terima ketika bingkai foto alm Belinda di singkirkan dan hendak dibakar. Alya menghampiri dua orang pria yang mengangkat bingkai foto Belinda yang terlihat tersenyum begitu lebar itu.

"Jangan berani singkirin foto Mama! Itu satu - satunya foto Mama yang Alya punya. Alya masih mau pandangin wajah Mama setiap hari, Alya nggak mau lupa sama wajah Mama, jadi kembalikan ketempatnya semula!" kata Alya marah. Ia berteriak hingga suaranya terdengar hingga penjuru ruangan.

"Maaf, nona. Tapi kami diperintahkan untuk menyingkirkan bingkai ini." jawab salah satu pria tersebut.

Tidak lama kemudian, dua orang pria lainnya datang dengan membawa sebuah bingkai foto berukuran besar yang merupakan foto pernikahan Wiguna dengan istri sahnya yaitu Amara. Suara langkah kaki menuruni satu persatu anak tangga itu membuat Alya menoleh. Ia mendapati keberadaan Amara—ibu tirinya yang selalu berpenampilan glamour itu. Wanita berumur lima puluh tahun itu melangkah menghampirinya. Beliau tersenyum dan mengelus puncak kepala Alya. Alya dapat merasakan jika semua itu tidak tulus.

"Saya akan kembali menjadi nyonya dirumah ini. Kalau kamu tanya kenapa, tanyakan saja kepada Papamu. Selama lima tahun belakangan ini ia memohon kepada saya untuk kembali." ujar Amara kepada Alya.

"Kalau kamu menyanyangi Papamu, maka sudah seharusnya kamu menghargai keputusannya untuk rujuk bersama saya. Kenyatannya Papamu masih membutuhkan saya, dan sama sekali tidak pernah membutuhkan Mamamu itu. Hubungan mereka hanya sebatas bersenang - senang dalam satu malam. Selanjutnya tidak berarti apapun." Amara melanjutkan.

"Lupakan Belinda, karena sekarang saya adalah Mamamu karena saya adalah istri sah Papamu. Jadi mulai sekarang panggil saya Mama."

"Nggak, mama Alya cuma mama Belinda! Mama Belinda nggak akan bisa tergantikan dengan siapapun. Dan wanita yang disayang sama papa cuma mama Belinda seorang!" jawab Alya dengan keras kepala. Amara yang sangat mudah sensi itu menampar pipi Alya hingga gadis itu terduduk lemas di ubin yang dingin.

Amara mengibaskan tangannya yang kebas setelah menyalurkan seluruh tenaganya untuk memberikan pelajaran kepada anak tirinya. Ia kemudian berjongkok dihadapan Alya yang hanya menunduk dengan sebagian rambutnya yang menghalangi penglihatannya. Amara mengangkat dagu Alya dengan jari telunjuknya.

"Anak yang malang, ketahuilah jika mamamu telah merebut Papamu dari saya. Dia adalah perebut hak milik orang lain." tekan Amara dengan menyeringai puas.

"Jika saya bisa membuangmu, saya sudah pasti akan membuangmu dari sini. Tapi apa daya jika Papamu meminta saya untuk merawatmu?" ujar Amara sontak membuat Alya mendongkakkan kepalanya.

"Apakah benar Papa telah mengatakan itu?"

"Putraku tidak pernah menginginkanmu terlahir di dunia ini, putraku hanya menganggapmu adalah kesialan seumur hidupnya. Kamu sudah pasti akan menjadi wanita yang sama murahnya dengan Mamamu. Karena kamu sudah pasti di didik untuk menjadi seperti itu." suara tersebut berasal dari neneknya. Keluarga besar Wiguna berdatangan masuk dan menatapnya dengan kasihan.

"Berhenti mengatakan hal buruk tentang Mama! Tolong biarkan mama pergi dengan tenang tanpa pernah menjelakannya lagi......." Alya bersimpuh untuk meminta mohon kepada mereka semua dengan menahan tangis.

STIGMA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang