STIGMA-46

39.3K 6.8K 483
                                    

Absen sesuai tanggal lahir kalian yuk! Kalau aku 9 nih.

Sebelum baca, ada baiknya untuk vote terlebih dahulu. Setelah itu baru lanjut baca lagi. Wajib ya!

•••

Diluar sedang hujan deras, namun Fajar nekad menerobosnya dengan motornya untuk pergi mengunjungi Alya dirumah sakit. Fajar melajukan motornya dengan kecepatan diatas rata - rata walaupun malam ini jalanan dalam keadaan licin hingga ia sempat tergilincir di jalanan membuat beberapa bagian tubuhnya terluka. Elen sudah sempat melarangnya untuk tidak berkendara sendirian disaat suasana hatinya dalam keadaan tidak baik - baik saja, terlebih lagi diluar dalam keadaan hujan deras, namun Fajar bersikeras untuk tetap pergi, karena janjinya kepada Alya.

Fajar menutup wajahnya dengan sebelah tangannya kemudian tertawa untuk menertawai hidupnya sendiri, dari sekian banyaknya rencana tuhan, kenapa harus semenyakitkan ini?

Fajar dengan sekuat tenaga kembali bangkit, walaupun sekujur tubuhnya terasa sakit akibat tergelinding dan terbentur aspal beberapa kali. Beruntungnya, bagian kepalanya terlindungi oleh helm, sehingga kepalanya tidak terbentur dan mengalami cedera.

Melihat keberadaan Fajar yang dalam keadaan basah kuyup, kedua matanya yang memerah dan beberapa bagian tubuhnya yang terluka membuat gadis itu merasa cemas dan dengan cepat beranjak menghampiri lelaki itu yang hanya diam mematung di ambang pintu ruang perawatannya saat ini. Bibir lelaki itu bergetar menahan dingin. Fajar tersenyum lebar, seakan tidak terjadi apa - apa. Tetap dengan tatapanya yang teduh dan juga pembawaanya yang selalu tenang.

"Kamu datang kesini hujan - hujanan sampai basah kuyup kayak gini? Kamu pasti kedinginan 'kan?" tanya Alya, Fajar mengangguk sebagai jawaban. Alya menatap Fajar cukup lama. Mencari - cari kebohongan dari sana. Sialnya lelaki itu sangat pandai menyembunyikan kebohonganya itu.

"Tujuanku kesini bukan untuk mengacaukan isi pikiranmu, Al," kata Fajar pada akhirnya membuka suara.

"Terus kalau gitu apa?"

"Aku kesini untuk menghibur kamu seperti biasanya," balas Fajar dengan senyumnya yang semakin mengembang lebar.

"Menghiburku?"

Fajar mengangguk, kemudian mengusap kedua lengan Alya dan sedikit mencondongkan tubuhnya agar sejajar dengan tubuh gadis itu yang jauh lebih pendek darinya. Lalu memajukan wajahnya untuk bisa menatapnya lebih jelas.

"Karena kamu nggak boleh memikirkan apapun kecuali kesehatanmu," kata Fajar sembari mengacak puncak kepala Alya membuat Alya tertegun dan menatap Fajar dengan penuh curiga.

"Apa lagi yang ingin kamu dengar dari aku, Alya?" tanya Fajar dengan nada bicaranya yang lembut.

"Tentang rasa lelahmu."

"Dia hanya tinggal sementara dan sekarang sudah benar - benar sudah pergi," jawab Fajar meyakinkan Alya.

"Aku benar - benar nggak boleh khawatir sama kamu, ya?" tanya Alya kepada Fajar. Fajar pun menggeleng pelan.

"Karena cuma aku yang boleh mengkhawatirkan kamu. Kamu tidak punya waktu untuk mengkhawatirkanku. Dan selamanya kamu tidak pernah punya waktu untuk itu," balas Fajar kemudian menjeda ucapannya,"Karena hanya dengan melihatmu saja sudah dapat menghapus segala rasa lelah, Al."

"Kenapa?" tanya Alya dengan senyum tipisnya, dalam segala perumpaan yang diciptakan Fajar, lelaki itu selalu melibatkan Alya di dalamnya.

"Karena rasa lelah tidak perlu di bayar mahal." Fajar melanjutkan ucapannya. "Karena bagiku, semua itu sudah memahami rasa lelahku."

STIGMA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang