STIGMA-59

50.3K 6.5K 1.6K
                                        

Malam minggu waktunya sedih sedih sama cerita STIGMA🥰

Siapin hati kalian, stock tisue juga disebelah kalian. Part ini super panjang, dan pecah banget.

Sebelum mulai, silahkan lebih dulu vote cerita ini. Wajib ya, jangan sampai kelupaan.

•••

Kedua mata Fajar perlahan terbuka, ia berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya, kemudian mengerjapkan kedua matanya untuk mencari kesadaran dan mulai merasakan suasana sekitarnya. Ia menemukan keberadaan Roy dan Elen di dalam sebuah ruangan yang nampak asing dimatanya, sebelum akhirnya ia bisa mengenali bahwa dirinya berada di rumah sakit. Ia berusaha untuk mengingat kembali apa yang sudah terjadi, pikirannya langsung tertuju pada Alya. Fajar refleks merubah posisinya menjadi duduk, itu membuat kepalanya dihantam oleh rasa pusing yang luar biasa.

Roy dan Elen yang merasa khawatir itu segera mendekat, dan mencoba menenangkan Fajar yang merasa kesakitan itu, Elen yang merasa tidak tega itu pun menangis, beberapa menit kemudian, Fajar pun berangsur tenang. Ia beralih menatap Roy dan Elen secara bergantian.

"Dimana Alya? Aku mau ketemu dia dan liat dia, sekarang dia ada dimana?" tanya Fajar meminta jawaban. Belum sempat Roy dan Elen bersuara untuk memberi jawaban, Fajar sudah lebih dulu mencabut jarum infusnya dan turun dari atas brankarnya.

"Apa yang kamu lakukan? Kamu baru siuman!" Elen berusaha menahannya, namun Fajar tetap bersikeras.

Di langkah pertama ia langsung terjatuh di lantai, kedua kakinya terasa lemas. Karena berminggu - minggu lamanya kedua kakinya tidak pernah digunakan untuk berjalan.

Roy dan Elen melebarkan matanya, bahkan Elen nyaris berteriak karena terkejut kemudian melangkah mendekati putranya untuk membantunya kembali bangkit. Namun Fajar menolak dan meminta mereka untuk menghentikan langkahnya dan menjaga jarak darinya dengan isyarat tangannya. Ia berpegang teguh pada dirinya sendiri, ia percaya bahwa dirinya bisa bangkit sendiri tanpa bantuan siapapun. Ia pun berhasil bangkit dengan berpegangan pada dinding.

Ketika Elen hendak menyusul Fajar keluar, Roy dengan cepat menahan Elen untuk berada disisinya.

"Biarkan dia melakukan apapun yang dia inginkan, jangan mencoba untuk menahannya ataupun melarangnya," pesan Roy kepada istrinya.

Fajar berusaha untuk menghubungi nomor Alya, namun sama sekali tidak tersambung. Ia sudah berulang kali mencobanya namun tetap tidak bisa dihubungi. Pikiran Fajar melayang kemana - mana, ia mencemaskan keadaan gadis itu yang dimana ia selama hampir satu bulan tidak bisa ada untuk gadis itu. Ia hanya ingin mendengar kabarnya, dan berharap kabar gadis itu baik - baik saja. Fajar pun beralih untuk menghubungi nomor Kafi yang langsung diangkat dengan cepat.

"Dimana Alya? Gue berhasil selamatin dia 'kan? Selama gue koma dia dia baik - baik aja 'kan?" tanya Fajar dengan lugas. Ia memejamkan kedua matanya, ia belum siap untuk mendengar kabar apapun selain kabar baik dari gadis itu.

"Jangan kasih tau gue apapun selain kabar baik dia..." Fajar melanjutkan dengan menunduk dalam.

"Dia ada dirumahnya, dia udah cantik banget buat ketemu sama lo," kata Kafi dari balik sambungan telepon.

•••

Fajar menempuh waktu secepat mungkin untuk menemui Alya. Ia begitu merindukan gadis itu sampai untuk menahannya dalam waktu yang lebih lama saja sangat sulit. Ia ingin melihat wajah gadis itu, matanya, senyumnya dan semua yang ada di dalam diri gadis itu ia ingin melihatnya secara langsung. Senyum lebar terpahat di wajah tegasnya, pada akhirnya ia bisa menghela nafas dengan lega karena gadisnya dalam keadaan baik - baik saja. Alya terlihat duduk disebuah kursi yang berada di teras rumahnya. Ketika melihat kehadiran Fajar, ia pun lantas bangkit dari duduknya dan tersenyum lebar dengan melambaikan tangannya pada Fajar.

STIGMA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang