STIGMA-5

85.6K 13.1K 3.2K
                                    

Yang seneng dapet notif dari cerita ini, cung tangan!

Udah siap penuhin setiap paragraf dengan komentar? Harus siap ya.

Yang baca tapi nggak vote, jahat banget🥺🥺🥺
Aku ngetik cerita ini nggak kenal waktu, giliran kalian disuruh vote gamau. Jangan gitu ya.

•••

Fajar membaringkan tubuhnya di atas brankar dan menarik selimutnya. Seperkian detik kemudian, Alya mengetuk pintu dan masuk kedalam ruang perawatannya.

Alya sudah menduga jika Fajar marah jika dinilai dari tatapannya ketika menatap dirinya. Alya balas menatap lelaki itu takut - takut.

"Liat? Seperti biasanya lo lama! Buang - buang waktu aja gue nungguin orang lambat kayak lo, aragh!" ujar Fajar setengah membentak.

"Maaf, Fajar karena buat kamu nunggu, tadi—"

"Apa? Mau alasan lagi lo? Gue nggak butuh alasan lo. Intinya gue cuma minta lo dateng 'kan?" potong Fajar dengan cepat.

"Ambilin gue minum buruan, gue haus!" perintah Fajar kepada Alya. Tanpa membalasnya Alya langsung bergerak untuk mengambilkan lelaki itu segelas air yang berada diatas meja. Kemudian lelaki itu merampasnya.

"Keadaan kamu gimana, kamu udah baikan?" tanya Alya penuh perhatian.

"Baikan apanya? Lo nggak liat kaki gue cedera sampe susah buat jalan? Masih nanya lagi lo. Lo masih mending nggak ada cedera. Gue kalau lagi sama lo nasib gue pasti sial mulu, emang lo pembawa sial." kata Fajar tidak bisa menjaga nada bicaranya.

"Tapi bukannya aku yang hampir celaka karena kamu mabuk karena minum - minum? Aku udah larang kamu, tapi kamu nggak mau dengerin aku."

"Tapi sekarang buktinya apa? Lo nggak kenapa - napa 'kan? Gue ada bikin lo cedera? Nggak ada kan!"

"Tadi Fajar nyuruh Alya kesini untuk apa? Fajar butuh apa?" tanya Alya mengalihkan topik dengan menarik nafas.

"Gue nggak butuh apa - apa. Gue nyuruh kesini biar lo ada kerjaan aja dari pada lo nganggur. Lo kan babu gue, ya nggak?" tanya Fajar dengan tersenyum sambil menaik turunkan alisnya.

"Aku pacar kamu..." koreksi Alya dengan menekankan nadanya atas rasa tidak terimanya.

"Kata siapa? Lo itu cuma babu gue, gue cuma nganggep lo sebatas pesuruh, alias babu. Kepedean sih lo." Fajar tertawa setelahnya. Alya diam, kenapa sesakit itu mendengarnya.

"Kenapa, padahal Alya berharap banyak sama Fajar. Cuma Fajar yang Alya butuhin sekarang." kata Alya dengan suaranya yang bergetar menahan kekecewaan."Aku berharap kalau kamu bisa mahamin aku, mendengarkan aku saat aku kesulitan dan saat aku butuh pertolongan."

"Gue nggak pernah tertarik dengan masalah hidup lo. Jangan bebanin gue dengan masalah hidup lo, kalau mau minta bantuan, minta bantuan sama tuhan. Malah ke gue, emang gue tuhan lo apa?! Jangan pernah berharap gue bisa jadi orang itu, lo bakalan kecewa."

Pandangan Fajar tertuju pada selembaran kertas yang dilipat dan berada dalam genggaman tangan Alya. Ia turun dari brankarnya dengan menopang kesimbangan hanya pada satu kakinya. Fajar merampas kertas itu karena penasaran, dan membacanya. Alya berusaha untuk merebutnya kembali karena ingin merahasiakan hasil pemeriksaan itu pada semuanya.

STIGMA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang