Hai aku kembali setelah nggak update sehari🥰
Kangen nggak sama cerita ini?
Jangan lupa vote dulu sebelum lanjut baca yaa, wajib!
•••
Menemani keseharian Alya dirumah sakit sudah Fajar lakukan dari beberapa hari belakangan ini. Ia mendengar dari dokter yang merawat Alya jika kondisi Alya sudah semakin membaik. Nafsu makannya meningkat, gadis itu sudah tidak pernah menyakiti dirinya sendiri lagi, selalu tersenyum dan selalu bersemangat setiap harinya. Gadis itu sudah menemukan harapan baru dihidupnya. Fajar tentu senang mendengarnya, apalagi ketika ia mengetahui jika alasan dibalik perubahan itu adalah tidak lain adalah dirinya. Alya sudah berharap banyak darinya, karena ia sadar bahwa orang yang masih mau menerimanya di dunia ini adalah Fajar, maka dari itu ia tidak boleh sekalipun mengecewakan gadis itu.
Fajar muncul dari balik pintu ruang perawatan Alya dengan memperlihatkan sebuah kuas, kanvas besar, dan berbagai cat warna. Ia selalu memikirkan berbagai cara untuk menghibur Alya, dengan tujuan agar gadis itu tidak kesepian, dan terhibur dengan kegiatan yang ia lakukan.
"Mau melukis sama - sama?" tanya Fajar. "Hari ini aku mau ajak kamu melukis, mau?"
"Maaf ya buat kamu nunggu? Tapi tenang aja aku nggak akan absen satu hari pun untuk nemuin kamu." balas Fajar, ia dengan jahil menjawil ujung hidung Alya.
"Kata dokter pendengaran kamu udah jarang kambuh lagi? Berarti sekarang pendengaran kamu udah nggak sering ilang - ilangan lagi kan?" tanya Fajar. Alya lantas mengangguk dengan senyum cerianya.
Alya mengangguk."Cuma butuh beberapa kali terapi lagi, setelah itu aku udah dibolehin pulang," balas Alya senang. Tangan Fajar kembali terhulur untuk mengelus pucuk kepala Alya.
"Sejak awal aku yakin kalau kamu bisa melewati semuanya. Makasih karena kamu mau bangkit lagi."
"Kamu semalam tidur nyenyak?" tanya Fajar mengalihkan pembicaraan.
Alya pun mengangguk mengiyakan."Nyenyak,"
Dengan senyum tipis yang mengembang di bibirnya, Alya segera duduk dihadapan sebuah kanvas dan mulai mencampuri beberapa car warna pada sebuah pallet, ia melukiskan sebuah pelangi dengan beragam warna yang menajubkan.
"Pelanginya indah nggak? Aku suka banget sama pelangi," tanya Alya dan menatap sekilas kearah Fajar, sebelum fokusnya kembali tertuju pada kanvas tersebut.
"Indah," jawab Fajar dengan tatapannya yang mengamati Alya, bukan sebaliknya sebuah pelangi yang dilukis oleh gadis itu. Tatapannya sama sekali tidak lepas dari sosok gadis itu,"Entah sampai kapan aku bisa menyaksikan wajah paling indah ini. Tapi setidaknya aku bersyukur kamu bukan pelangi. Karena kalau kamu pelangi, maka aku nggak akan selalu bisa menyapamu," lanjutnya yang seketika membuat Alya menoleh.
"Kita lagi ngomongin pelangi, kenapa tiba - tiba jadi ngomongin aku?"
"Karena kamu adalah wujud pelangi paling nyata dalam imajinasiku."
Dengan sangat jahil Fajar mengambil kuas dan mengarahkan kuas ke wajah Alya hingga bagian pipi gadis terkena cat air. Alya dengan cepat menghindar dan berusaha untuk membalas tindakan Fajar.
"Jahil banget sih? Tunggu aja pembalas dari aku,"tanya Alya, ketika berhasil menangkap Alya dalam pelukannya, ia dengan cepat mengenai bagian hidung gadis itu dengan cat air, yang lantas membuat gadis itu meringis.
Fajar pun mengalah, ia diam dan membiarkan gadis itu membuat kreasi warna diwajahnya. Gadis itu terus menahan tawanya membuat Fajar menatap gadis itu dengan curiga. Dan benar saja setelah ia melihat pada cemin, wajahnya disulap menjadi sangat kocak. Ada rasa lega di dalam hatinya ketika melihat Alya bisa tertawa selepas itu. Ia rela melalukan apapun asalkan gadis itu bisa tertawa bahagia tanpa beban seperti saat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
STIGMA (SELESAI)
Fiksi Remaja[SUDAH TERBIT DAN TERSEDIA DI GRAMEDIA] [GENORAZORS SERIES 2] Aralya Rylie Millano, hidupnya tidak seindah senyumannya yang selalu ia perlihatkan pada dunia. Ia terlahir karena hubungan satu malam. Selain keluarga besarnya, ayahnya, semua orang juga...