STIGMA-24

46.3K 7.6K 2.7K
                                    

Absen siapa aja yang nungguin update?

Udah vote sebelum baca? Biar nggak lupa karena keenakan baca.

Let's go!

•••

Alya mendatangi rumah sakit dengan langkah terburu - buru. Perasaanya tidak bisa tenang karena semua ini menyangkut tentang Wiguna, ia merasa cemas luar biasa. Alya tetap menyanyanginya dengan sepenuh hatinya. Mau bagaimanapun Wiguna memperlakukannya, beliau tetap adalah Ayahnya. Tidak peduli seberapa besar apa rasa sakit atas luka yang digoreskan dihatinya. Sesampainya dirumah sakit, ia membuka pintu ruang rawat Wiguna, terlihat Wiguna terbaring lemah diatas brankar dengan alat EKG yang terpasang ditubuhnya, suara monitor detak jantung yang kian melambat itu mendominasi ruangan hening dan kedap suara tersebut.

Alya pun mendekati brankar beliau dan menatapnya dengan kedua matanya yang sudah basah, ia menatap sekujur tubuh Wiguna, dengan perasaan tidak tega melihat Wiguna dalam keadaan seperti ini.

"Papa, kenapa bisa seperti ini?" tanya Alya dengan lirih. "Tangan Papa dingin dan wajah Papa pucat sekali..."

"Papamu bisa seperti ini karena dirimu!" suara tersebut berasal dari Amara yang muncul dibalik pintu. Amarah Amara tidak terkendali yang begitu kentara dan tenggelam di balik matanya. Wanita itu menghampirinya dan melempar sebuah majalah dewasa, dimana gambar dirinya menjadi sampul dari majalah tersebut.

"Apakah mimpimu adalah menjadi perempuan murahan dan rendahan seperti ini?!" tanya Amara kepada Alya yang dengan cepat mengambil majalah tersebut dan menyembunyikannya dibalik punggungnya dengan menundukan kepalanya.

"Kamu telah mempermalukan nama baik keluarga besar! Apakah kamu tahu bagaimana terkejutnya Papamu saat mengetahui putrinya menjadi model dari majalah dewasa hingga terkena serangan jantung? Dia merasa dikhianati, apalagi ketika keluarga besar juga sudah mengetahuinya!"

"Apa yang terjadi dengan Papamu saat ini adalah salahmu!"

"Dalam sejarah keluarga Millano, semua gadis di didik untuk menjadi wanita berkelas, dan memiliki derajat yang tinggi. Hanya dirimu yang terpandang rendah seperti sampah, seharusnya anak haram yang lahir dari rahim seorang jalang tidak pernah hadir di keluarga Millano!" bentak Amara, Alya mengepalkan kedua tangannya kuat.

"Siapa anda berani mengatakan hal seperti itu padaku?" tanya Alya dengan sorot dingin, ia sudah tidak bisa menahan diri untuk tetap diam ketika harga dirinya diinjak oleh orang asing seperti Amara.

"Apa hak anda? Bahkan alm Mama kandungku tidak pernah sekalipun merendahkanku sebagai anaknya! Anda pikir anda siapa sehingga merasa berhak untuk melakukan itu?!" ujar Alya dengan dadanya yang membuncah.

PLAK

PLAK

Amara menampar pipi mulus Alya bolak - balik hingga meninggalkan jejak kemerahan disana. Alya mengusap pipinya yang berdenyut begitu nyeri, dan tertawa penuh rasa sakit.

"Katakan lebih keras, dasar anak tidak tahu terima kasih!"

"Bahkan anda juga sama sekali tidak berhak menamparku!" teriak Alya dengan begitu frustasi hingga gerahamnya bergemelutuk kencang.

PRANG

Suara tersebut mengalihkan atensi Alya, Wiguna yang sudah sadarkan diri itu tidak sengaja menjatuhkan sebuah gelas kaca yang berada diatas nakasnya hingga pecah. Amara segera memencet tombol emergency, hingga beberapa dokter mendatangi ruang perawatan Wiguna untuk melakukan pemeriksaan.

STIGMA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang