07 - RISIH

4.8K 360 6
                                    

>Happy reading<

Keadaan kantin saat ini sangat ramai. Seperti biasa Zia akan memakai airpods di telinganya. Ketika ingin memesan makanan, tiga orang pria menghampiri dirinya dengan senyum menggoda. "Hai cantik," sapa salah satu dari ketiga pria tersebut.

Zia memutar mata malas, ia hendak melangkah pergi namun di tahan oleh orang yang memanggilnya tadi. "Kenalan dulu dong. Gue Rizki." Pria itu menjulurkan tangan ke arah Zia. Alvaro menghampiri mereka dengan satu tangan di dalam saku. "Mau ngapain lo?"

"E-Eh anu,"

"Anu apa? Anu lo?!"

"B-bukan. K-kita cuma mau nolongin cewe ini kok," bohongnya.

"Emang tadi ni cewe kenapa?"

"T-tadi dia h-hampir jatuh, iya hampir jatuh!"

Alvaro melirik Zia, namun gadis itu menggelengkan kepala.

"Ga usah bohong kalian!"

"B-beneran kok, Al. Iya ga?"

"Iya bener, Al," setuju kedua temannya.

"Sana kalian pergi!"

Tanpa menunggu waktu lama, mereka bertiga pergi dengan tubuh bergetar. Ketika ketiga pria tersebut sudah hilang dari penglihatan Alvaro, ia beralih menatap Zia lekat. "Lo ikut gue!"

"Ha?"

Alvaro menarik tangan Zia menuju koridor, ketika sudah berada di sana, tangan Alvaro di tepis kasar oleh Zia. "Ga usah pegang-pegang!"

"Masih untung gue nolong lo tadi."

"Gue ga butuh pertolongan lo!"

Saat Zia ingin melangkah pergi, ia tidak sengaja menarik kerah seragam Alvaro hingga robek, pasalnya ia terinjak tali sepatu sendiri.

"Seragam gue!" teriak murka Alvaro.

Zia menggaruk tengkuk dengan cengirannya. "Sorry."

"Kata sorry lo basi!"

"Besok gue beliin lagi."

"Peluk gue!"

"Ha?!"

"Peluk gue, cepet!"

"Ngapain meluk lo?"

"Ga liat tubuh gue keliatan, gara-gara seragam gue lo robek?!"

Mata Zia beralih menatap tubuh Alvaro lekat. "Sorry."

Alvaro menarik rambut frustasi. "Kata sorry lo, ga ngerubah apapun! Cepet peluk gue! Sebelum ada yang liat."

Dengan cepat Zia memeluk Alvaro sehingga menutupi tubuh yang tadinya terlihat. "Anterin gue ke toilet!" Zia menganggukan kepala, kemudian melangkahkan kaki dengan Alvaro yang menuntunnya. Sesampainya di toilet, cowo tersebut celingak-celinguk mencari sesuatu membuat Zia ikut terheran.

"Lo nyari apa?"

"Ponsel gue."

"Ngapain?"

"Telfon temen gue."

"Pake ponsel gue aja." Zia mengambil benda pipih di sakunya, lalu memberikannya kepada Alvaro.

"Thanks."

Selang beberapa menit akhirnya ketiga teman Alvaro datang dengan membawa tote bag di tangan. "Ini, Al." Devan memberikan tote bag itu kepada Alvaro. Lelaki tersebut mengambil tote bag dari tangan Devan, kemudian memasuki ruangan tempat berganti pakaian.

Kini suasana menjadi canggung. Hanya ada Reyhan, Devan, Zia dan Zidan. Dengan keberanian Devan berusaha membuka topik agar suasana tidak terlalu canggung. "Lo Zia kan?"

"Hm."

Reyhan berbisik kepada Devan, "Saudara tiri Zidan kayak-nya ni cewe."

"E-eh iya, lo ada hubungan apa sama Anantha?" tanya Reyhan.

"Sahabat."

Mereka berdua ber-oh ria. "Pasti lo saudara tiri Zidan ya?" tanya Devan.

Zidan yang di sebut-sebut, kemudian beralih menatap tajam ke arah mereka berdua.

"Gue anak tunggal," jawab cuek Zia.

"Mutualan instagram, yuk!" seru Devan.

"Ga."

"Lah, kenapa?"

"Males."

Tak kala akhirnya Alvaro keluar dari ruang ganti pakaian dengan seragam barunya. "Lo ga usah ganti seragam gue," ucap Alvaro kepada Zia.

"Gue ganti pake duit."

"Ga."

"Terus?"

Alvaro menatap ketiga temannya agar pergi meninggalkan mereka berdua. Mengerti dengan maksud itu, lantas ketiga lelaki tersebut izin pamit keluar kepada Zia dan hanya di balas dehaman olehnya. Kini hanya ada Alvaro dan Zia di dalam toilet.

"Lo harus nurutin permintaan gue selama satu tahun kedepan!" putus Alvaro.

Mata Zia membulat. "Ga!"

"Ga ada penolakan!"

"Gue ga mau!"

"Mau gue bikin Anantha babak belur?"

"Sana aja. Gue ga peduli!"

"Yakin?"

Zia memundurkan langkah ketika Alvaro mendekatinya. "Bisa jangan deket-deket?" risih Zia.

Mata gadis tersebut tidak sengaja melihat tikus yang memasuki toilet. Lantas ia berteriak histeris membuat Alvaro menutup telinga dengan kedua tangannya. "Oh, lo takut tikus?" tanya Alvaro dan di balas anggukan oleh Zia.

Satu ide muncul di otak Alvaro. Ia mengambil tikus yang berada di pojok toilet lalu memberikannya kepada Zia. Lantas gadis tersebut kembali berteriak kencang seraya melompat-lompat ketakutan. "Setuju nurutin semua permintaan gue atau tikus ini gue kasi ke lo?!" ancam Alvaro.

"O-oke gue setuju. Tapi jauhin dulu tikus itu dari gue!"

Alvaro tersenyum tipis, setelah itu ia membuang tikus tersebut ke dalam tempat sampah yang ada di sana. Zia berlari ke arah lelaki tersebut, kemudian memeluknya erat. "Gue takut hiks."

Melihat itu, Alvaro menjadi tidak enak dengan apa yang ia lakukan tadi. "Sorry." Ia mengelus pelan kepala Zia dengan lembut. "Mau gue anter ke kelas?"

Zia melepas pelukannya pada Alvaro. "Ga usah hiks." Cowo tersebut menghapus air mata Zia pada pipinya. "Gue jahat banget ya? Lo boleh pukul gue sepuasnya, Zi," ujar Alvaro.

"Gue pamit ke kelas duluan," pamit Zia, lalu pergi meninggalkan Alvaro sendiri di toilet.

Alzia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang