25 - MAAF

3.1K 242 6
                                    

>Happy reading<

Suasana kelas XII MIPA 2 sangat sunyi, pasalnya Pak Joko—guru matematika yang terkenal akan galaknya itu tengah mengajar, sehingga semua yang ada di dalam kelas tidak ada yang berani berbicara sedikit pun. Zia menyimak dengan seksama penjelasan dari Pak Joko. Ketika dulu, masa-masa baru masuknya di SMA Bimasakti, dirinya kadang tidak memperdulikan guru ketika mengajar di dalam kelas, namun atas dorongan dari Alvaro, ia mempunyai ambisi agar cita-citanya untuk menjadi seorang dokter tercapai. Tekadnya saat ini yaitu mendapatkan ranking pertama di dalam kelas.

Mata Zia tidak sengaja menangkap seorang lelaki yang tengah berjalan melewati kelasnya. Lelaki tersebut mengkode agar keluar dengan menggunakan mata. Mengerti akan hal itu, Zia berdiri dari duduknya, lalu menghampiri Pak Joko yang tengah menulis di papan.

"Pak, saya izin ke toilet sebentar," ucap Zia dengan wajah menunduk.

Pak Joko menoleh ke arah Zia dengan tangan yang memegang kaca mata bundarnya. "Monggo atuh, tapi jangan lama-lama ya, Neng." Dari kata-katanya terlihat biasa saja, namun ketika sedang marah, penggaris besi di atas meja saja bisa patah dengan satu kali hentakan.

"Baik, Pak."

Zia melangkah keluar, menghampiri Alvaro yang sudah bersenderan di belakang pintu kelasnya. Dua kancing terbuka, rambut acak-acakan dan satu tangan di masukan ke dalam saku celana, Alvaro menatap lekat Zia dengan senyum manisnya.

"Kenapa, Al?" tanya Zia sembari celingak-celinguk menatap sekitar, takut guru nanti ada yang melihat mereka.

"Aku cuma pengen ngeliat kamu."

Mata Zia beralih menatap tajam lelaki di hadapannya. Cuma karena hal sepele? Ia berjuang mati-matian meminta izin kepada Pak Joko, namun lelaki ini dengan santainya mengatakan hal itu.

"Buang-buang waktu kamu, Al!" Zia hendak melangkah pergi namun di tahan oleh Alvaro.

"Jangan pergi dulu, aku masih pengen ngeliat kamu."

"Al, ini masih jam pelajaran. Kalau pacaran ada waktunya nanti, tapi bukan sekarang. Aku mau fokus belajar dulu."

"Semangat belajarnya, Zizi!" Tangan Alvaro mengacak gemas rambut Zia, namun di tepis oleh gadis tersebut.

"Rambut aku berantakan, Al," geram Zia.

"Tetep cantik kok," ujar Alvaro seraya menunjukan senyuman lebarnya.

Menyadari suatu hal, Zia melototkan mata sembari berkacak pinggang kearah Alvaro. "Kamu bolos ya?" selidiknya.

Melihat wajah Alvaro yang hanya menunjukan cengiran, Zia dibuat mendengus kesal. Bukan masalah bolosnya, tapi ia takut Alvaro akan tidak naik kelas dan di marahi guru terus menerus nantinya. Sudah keberapa kali ia menegur kekasihnya ini, namun selalu di abaikan.

"Aku ga suka ya, kamu bolos-bolos kayak gini,"

"Seragam kamu kancing yang bener!"

"Tuh, masukin juga seragam kamu!"

"Rambutnya benerin! Kayak anak berandalan aja!"

"Mana dasi kamu? Kenapa ga di pake?!"

Berbagai omelan memasuki indera pendengaran Alvaro. Ia memutar mata malas, sudah lelah menghadapi berbagai omelan yang di berikan Zia padanya.

Alzia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang