>Happy reading<
Setelah sekian lamanya berkuda. Kini mereka berdua sudah membaringkan tubuh seraya menatap langit-langit malam di atas atap mobil Alvaro. Lelaki tersebut melirik gadis di sebelahnya yang tengah menatap berbinar bintang-bintang di atas sana. "Suka bintang?" tanyanya.
Zia menganggukan kepala. "Suka banget. Kalau malem-malem ngeliat bintang rasanya tenang banget. Semua beban pikiran gue seketika hilang."
"Al, Bunda gue pasti ada di salah satu bintang di sana kan?"
Setelah mengatakan itu, wajah Zia berubah murung. Bayangan dimana kenangan semasa kecilnya dulu bersama bunda kembali terungkit. Menyadari perubahan wajah Zia, lantas Alvaro menarik kepala gadis itu agar bersenderan di bahunya. "Gue kangen Bunda, Al," lirih Zia.
"Bunda lo udah bahagia di atas sana, Zi. Udah, jangan sedih lagi." Alvaro menghapus air mata di pipi Zia dengan jemarinya.
"Gue beruntung ketemu cowok sebaik lo," ucap Zia melirik lelaki di sebelahnya.
"Gue juga beruntung ketemu cewe sekuat lo."
"Zia," panggil Alvaro.
"Iya?"
"Boleh gue ngomong sesuatu?"
"Ngomong aja."
"Gue sayang sama lo,"
Zia tersentak mendengar ucapan Alvaro. Ia tidak tau maksud sayangnya ini sebagai apa.
"Disaat pertama kali gue ngeliat lo, gue udah jatuh cinta sama lo. Gue pengen jadi orang berharga di hidup lo,"
"So, do you want to be my girlfriend?"
Gadis itu beralih mendudukan diri dari tidurnya. Lantas Alvaro juga ikut mendudukan diri. Ia menatap Zia dengan tatapan memohon. Gadis itu menghela nafas panjang, kemudian ikut menatap Alvaro hingga saat ini mereka saling bertatapan. "Al," panggilnya.
"Gue bukan nolak lo, but i'cant. Semenjak orang tua gue cerai, gue jadi trauma sama yang namanya cinta. Gue masih belum berani memulai suatu hubungan, Al."
"Zi, gu—"
"UDAH, AL!"
Tubuh Zia bergetar, air mata sudah membanjiri seluruh pipinya. Ia menghela nafas panjang, lalu beralih menatap Alvaro dengan mata berkaca-kaca. "G-gue sebenernya takut sama cowo, Al. Semenjak Ayah gue ninggalin Bunda, sudut pandang gue ke semua cowo itu berubah. Gue beranggapan semua cowo bakal sama aja kayak Ayah gue dan gu—"
"Gue bukan Ayah lo, Zi. Bukan berarti Ayah lo udah nyakitin bunda lo, sekarang lo beranggapan semua cowo itu sama. Mungkin iya sebagian bakal ada yang kayak gitu, tapi gue beda, Zi. Gue ya gue, Ayah lo ya Ayah lo, kita jelas beda!"
Alvaro menarik nafas panjang. Tangannya menggenggam erat tangan Zia. Ia menatap gadis di hadapannya dengan lekat. "Trust me, Zi. Gue bakal ngerubah sudut pandang lo."
Zia melepas genggaman tangan Alvaro. Ia memalingkan wajah membuat lelaki itu mengerutkan dahi heran. "Gue butuh waktu, Al," ucap Zia.
Alvaro memaklumi ucapan Zia. Mungkin gadis tersebut membutuh waktu untuk menerima semua ini. "Oke, gue bakal ngasi lo waktu. Tapi please lo jangan nangis gini. Gue ga suka." Lelaki tersebut menghapus air mata Zia dengan jemarinya. Sungguh, ia tidak menyukai jika gadis di hadapannya ini menangis. Seperti ada rasa sesak melihatnya. "Mau gue anter pulang, hm?"
Zia menganggukan kepala. Alvaro beralih turun terlebih dahulu dari atap mobil, kemudian ia menjulurkan tangan ke arah Zia untuk membantunya turun. "Pegang tangan gue!" perintahnya. Zia memegang tangan Alvaro dengan sangat erat, setelah itu ia juga ikut turun atas bantuan lelaki tersebut.
>Author mau double up, part ini sebenarnya lanjutan dari part 15 karena pas ngetik di part 15 malah ga bisa nambahin teks lagi. Jadi mau ga mau di pisah."
>Author bakal up 3 part ya guys, anggep aja part 15 sama 16 itu jadi satu<
KAMU SEDANG MEMBACA
Alzia [END]
Teen FictionAlvaro Ravendra, lelaki badboy yang memiliki paras tampan dan harta melimpah. Ia di pertemukan oleh seorang gadis unik yang cenderung menyendiri dan cuek terhadap sekitarnya. Zia Agatha Zemora, ialah gadis tersebut. Mereka sama-sama memiliki masa l...