06 - PENDEKATAN

5.5K 396 7
                                    

>Happy reading<

Motor Anantha memasuki area gerbang sekolah dengan seorang gadis di belakangnya. Setelah itu, mereka berdua sama-sama turun dari motor, lalu berjalan menyusuri koridor bersamaan.

"Zia," panggil Anantha. Yang tadi ia bonceng adalah Zia. Gadis yang kemarin di bicarakan oleh Reyhan.

Zia menolehkan kepala. "Napa?"

"Nanti gue ga bisa nganter lo balik."

"Kok?"

"Gue ada rapat Osis."

"Oh."

"Sana gih ke kelas!"

"Tanpa lo suruh juga, gue juga bakal pergi."

"Hati-hati, Cel. Awas nanti di tengah jalan lo di makan buaya."

"An, stop call me boncel!"

"Fakta, Zi."

Zia menoyor kepada Anantha. "Sembarangan lo ngomong!"

"Liat noh tubuh lo!"

"Kenapa tubuh gue? Sexy?"

"Najis! Badan kayak triplek aja bangga."

"Awas lo lama-lama naksir sama gue."

"Ogah! Mending gue sama Adel tekodel-kodel dari pada sama lo!"

"Eh iya, Zi," panggil Anantha lagi.

"Apaan?"

"Mending lo belajar bergaul sama temen sekelas lo. Jangan sering menyendiri, keliatan banget anak nolep."

Zia melototkan mata. "Ini lo nasehatin apa ngehina gue sih?!"

"Gue cuma berbicara secara fakta."

"Hm."

"Gue ke ruang Osis duluan," pamit Anantha dan di balas anggukan oleh Zia.

Ketika Zia hendak ingin melangkahkan kaki lagi, seseorang menabraknya, namun untungnya orang tersebut dengan sigap menahan tubuhnya.

"Suka banget lo nabrak gue," ucap orang itu.

Jelas-jelas dia duluan yang nabrak gue, Batin Zia.

"Nama lo Zia kan?"

"Hm."

"Kenalin, gue Alvaro panggil aja Al." Alvaro mengulurkan tangan ke arah Zia. Bukannya membalas, ia meninggalkan cowo tersebut sendiri tanpa sepatah kata. Tidak ingin lengah, Alvaro mengikuti Zia hingga menuju kelasnya. Ketika Zia memasuki kelas, Alvaro mengintipnya diam-diam dari arah kaca jendela.

Suasana kelas saat ini sungguh berisik dan Zia tidak suka itu. Mencari airpods di dalam tas, lalu memasangkannya ke telinga. Itu adalah cara Zia ketika berada di lingkungan ramai. Menyendiri memang kadang tidak baik, namun bagi Zia itu adalah dunianya. Ketika menyendiri, ia lebih merasa tenang dan dapat melegakan pikiran. Orang-orang akan mengiranya ia anak nolep (no life), namun dirinya tidak memperdulikan pikiran orang-orang terhadapnya.

Alvaro memperhatikan setiap gerak-gerik Zia. Ia tersenyim simpul, setidaknya ia jadi tau sedikit hal tentang gadis tersebut.

Hari sudah mau gelap, namun Zia masih berada di sekolah. Tadi ketika bel pulang, ia harus mengerjakan piket terlebih dahulu. Tak hanya itu, Pak Dandang juga menyuruhnya sekalian membersihkan gudang. Awalnya ia berdua dengan teman sekelas yang ia tidak tau namanya, namun karena ada acara mendadak, temannya tersebut tidak bisa ikut membantu. Mau tidak mau Zia membersihkannya sendiri. Setelah selesai membersihkan gudang, ia memutuskan untuk beristirahat sebentar di dalam kelas hingga tidak sadar jam sudah menunjukan pukul 18.00 PM. Cepat- cepat Zia mengambil tas lalu berlari di koridor dengan wajah yang sudah panik.

Ketika melewati kelas XII IPS 2, ia tidak sengaja melihat seorang pria yang tengah asik menghisap rokok di dalam kelas. Tidak ingin memperdulikan hal itu, ia tetap melanjutkan langkahnya dengan nafas yang sudah tidak teratur karena tempat-tempat disana mulai gelap. Di tengah perjalanan, seseorang menarik tangannya dari belakang sehingga ia tidak sengaja menabrak dada bidang orang tersebut.

"Kenapa buru-buru?"

Zia mendongak menatap lelaki yang sudah berada di hadapannya. "E-engga," gugupnya dengan wajah ketakutan.

"Lo takut sama gue?"

"G-ga."

"Dari muka lo keliatan banget ketakutan. Gue ga bakal ngapa-ngapain lo. Tenang aja,"

"Dan satu lagi!"

"Jangan cepu," bisik orang itu tepat di telinga Zia.

"Cepu? Cepu apa?"

"Gue tau tadi lo ngeliat gue ngerokok kan?"

Zia menggeleng kuat. "E-engga kok."

"Ga usah bohong lo!"

"Oke, gue memang liat lo dan gue ga bakal cepu, puas?!"

Alvaro menarik sudut mulut, kemudian mengacak gemas rambut gadis di hadapannya. "Mau gue anter pulang?"

"Ga usah," tolak Zia.

"Gue maksa!"

"What?!"

Belum sempat melanjutkan ucapan, tangan Zia sudah di tarik paksa oleh Alvaro ke area parkiran. Setelah itu Alvaro memasukan gadis tersebut ke dalam mobilnya.

"Kok maksa sih?" kesal Zia ketika sudah berada di dalam mobil.

"Serah gue lah!"

"Turunin ga?!"

"Ga!"

"Turunin!"

"Diem atau gue bakal ngelakuin aneh-aneh ke lo!"

Seketika Zia menjadi diam membisu. Alvaro tersenyum tipis melihat gadis yang berada di sebelahnya. "Di liat-liat lo lucu juga ya?"

"Pacaran yuk?"

Zia melototkan mata. "Ga!" tolaknya.

"Yakin?"

"Hm."

"Awas nyesel."

"Ga akan."

"Bisa ga sih lo kalau ngomong ga usah ngirit-ngirit? Puasa ngomong lo?"

"Ga."

"Gue halalin juga lo lama-lama!"

"Dih!"

"Dimana rumah lo?"

"Gue bisa pulang sendiri!"

"Ga!"

"Kok ngatur?"

"Gue bilang gak, ya enggak!"

"Gue bilang iya, ya iya!"

"Ga!"

"Iya!"

"Mau gue ngelakuin aneh-aneh?!"

Untuk kedua kalinya, Zia menjadi diam seketika. Melihat hal itu, Alvaro menyunggingkan senyum miringnya. "Dimana rumah lo?"

"Jalan anggrek no 13," ucap gugup Zia tanpa melihat Alvaro.

Setibanya di depan rumah Zia, gadis itu tanpa sepatah kata pergi keluar dari mobil. Alvaro yang melihat hal itu hanya menggelengkan kepala heran.

Alzia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang