>Sebelum membaca, vote dulu ya guys!<>Happy reading<
Ketika bel pulang sekolah berbunyi, Zia tidak henti-hentinya bolak-balik melewati koridor kelas XII IPS, untuk mencari Alvaro namun tidak kunjung dapat. Apa dia masih ngambek? Sedetik setelah itu, tatapannya tidak sengaja tertuju kepada Devan dkk yang tengah berjalan ke arahnya. Dengan keberanian, ia segera menghampiri gerombolan mereka dengan tubuh bergetar.
"Hai," sapanya ketika sudah berada di hadapan ketiga lelaki tersebut.
"Eh ada Neng Zia, kenapa, Neng?" tanya Devan.
"K-kalian ada liat Alvaro ga?" tanya gugupnya.
"Jangan gugup, Zi. Santai aja sama kita," ujar Reyhan.
Zia hanya mengangguk sembari menunjukan senyum canggungnya. Mungkin benar kata Alvaro, ia harus mulai belajar bergaul dengan orang-orang.
"Ruang musik," jawab singkat Zidan.
"Thankyou infonya. Gue nyusul Alvaro dulu," pamitnya dan di balas anggukan oleh mereka bertiga.
Sesampainya di depan ruang musik, terlihat Alvaro yang tengah mengetest sinar gitar. Zia sedikit terpesona dengan ketampanan lelaki itu. Menurutnya lelaki jika sudah memainkan gitar, damagenya akan bertambah. Lebay sekali bukan pikiran Zia?
Dengan wajah sedikit gugup, ia melangkahkan kaki memasuki ruangan itu, kemudian menghampiri Alvaro dengan senyum canggungnya. Kedatangan Zia di sambut tatapan sinis oleh Alvaro. Gadis itu menyeritkan dahi heran. Ada yang salah sama gue?
"Ngapain kamu kesini?" tanya ketus Alvaro.
"Cari kamu."
"Ngapain cari aku?"
"Mau minta maaf," cicitnya.
"Ga dimaafin."
"Yakin?" Zia menaikan sebelah alis membuat Alvaro menjadi salah tingkah melihatnya.
"Hm," jawab singkatnya—berusaha sedatar mungkin.
"Ya udah deh, aku balik dulu. Nanti kalau ada yang godain aku di koridor, enaknya godain balik apa ga ya?" tanya Zia berusaha memanasi Alvaro.
"Inget, lo udah milik gue!" tegas Alvaro dengan nada ketusnya.
Mendengar kata lo-gue dari mulut lelaki tersebut, membuat Zia menjadi kesal. Tidak tau mengapa, ia tidak suka jika Alvaro mengucapkan bahasa lo-gue dengannya ketika sudah berpacaran.
"Ga peduli!" bantah Zia, lalu pergi meninggalkan lelaki tersebut dengan wajah yang kesal.
Di tengah koridor, langkahnya terhenti ketika melihat gerombolan Rizki—lelaki yang dulu sempat menggodanya, tengah berjalan menghampirinya.
"Hai, Zia," sapa Rizki namun tidak di jawab oleh gadis itu.
"Kita ga bakal ngeganggu lo lagi kok," sahut salah satu teman Rizki kepada Zia.
"Gue cuma mau nanya. Lo beneran jadian sama Alvaro?" tanya Rizki.
"Kalau iya, emang kenapa?"Alvaro menghampiri mereka dengan satu tangan berada di kantong celana.
Setelah mengatakan itu, Alvaro menarik erat pinggang Zia dengan tangannya seraya menatap tajam ke arah Rizki. "She is mine!"
Dengan senyum sinis di wajah, Alvaro pergi membawa Zia meninggalkan gerombolan Rizki cs menuju mobilnya. Kini di sinilah mereka—mobil Alvaro Ravendra. Sedari tadi lelaki tersebut tidak henti-hentinya menatap tajam ke arah Zia.
"Kamu kenapa natap aku kayak gitu?"
"Zi, lo punya gue! Ga boleh ada yang deket-deket sama lo kecuali gue. Inget, lo udah jadi pacar gue! Gue sadar kalau gue posesif. Gue cemburu, Ziaaa," rengeknya, kemudian memeluk gadis di sebelahnya dengan wajah memerah.
Kedua sudut mulut Zia terangkat membentuk senyuman. Tangannya beralih mengelus pelan rambut Alvaro yang sudah berada di dalam dekapannya. "Iya, aku ngerti. Tapi bisa kan jangan pake lo-gue ngomongnya? Aku ga suka kamu ngomong gitu, Al."
"Maaf," cicit Alvaro. Ia beralih mendongak menatap Zia. "Mau pulang sekarang?"
Belum sempat Zia menjawab, Devan dkk menggedor kaca mobil Alvaro dengan Alexa di belakang mereka. "Woi buka, Al!" pekik Reyhan.
Alvaro memutar mata malas. Lantas ia membuka kaca mobil, kemudian beralih menatap tajam ke arah mereka berempat. "Napa?"
"Lo ga inget kemarin ada janji buat nraktir kita?" ujar Reyhan.
"Sekalian minum-minum juga, Al," seru Devan dan di balas tatapan tajam oleh Alexa. "Apaan minum-minum, gue ga ngizinin!" ujar gadis itu.
"Gue juga ga ngizinin, Al," ucap Zia seraya menatap tajam Alvaro.
"Sejantung kita, Zi!" seru Alexa, lalu beralih saling tos bersama Zia.
"Minum air maksud Devan," bohong Reyhan.
"Nah iya, bener kata Reyhan," setuju Alvaro.
"Kok gue ga percaya?" selidik Alexa seraya memicingkan mata.
Devan menyentil kening kekasihnya dengan kasar. "Percaya aja udeh!"
"Gue anter Zia dulu, nanti sharelock aja," ujar Alvaro.
Kini Alvaro melajukan mobilnya menuju rumah Zia. Di dalam perjalanan, gadis tersebut terus-menerus menatapnya tajam sehingga Alvaro menjadi risih. "Kenapa natap aku terus, hm?"
"Kamu mau minum-minum?" selidik Zia.
"Engga sayang."
"Kata Devan ka—"
"Jangan percaya kata-kata Devan," potong Alvaro.
"Emang suka bohong orangnya," lanjutnya.
Zia hanya menganggukan kepala. Selang beberapa menit akhirnya mereka sudah sampai di depan rumah Zia. Gadis itu keluar dari mobil Alvaro dengan wajah yang datar.
"Jangan cemberut terus dong," ujar Alvaro.
Kedua sudut mulut Zia terangkat, memperlihatkan senyum terpaksanya. "Udah kan?"
Alvaro tersenyum lebar. "Yaudah aku pamit duluan ya," ujarnya dan di balas anggukan oleh Zia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alzia [END]
Teen FictionAlvaro Ravendra, lelaki badboy yang memiliki paras tampan dan harta melimpah. Ia di pertemukan oleh seorang gadis unik yang cenderung menyendiri dan cuek terhadap sekitarnya. Zia Agatha Zemora, ialah gadis tersebut. Mereka sama-sama memiliki masa l...