37 - SICK

2.8K 179 4
                                    

>Happy reading<

Pagi ini, tepatnya hari senin. Banyak siswa maupun guru yang berkumpul di tengah lapangan. Hari ini adalah hari dimana diadakannya upacara bendera. Seluruh siswa di arahkan untuk berbaris yang rapi agar tidak terlihat saling desak-desakan. Sedari tadi pagi, Zia merasa tidak enak pada tubuhnya, padahal Alexa sudah menyuruhnya untuk tidak mengikuti upacara, namun gadis itu tetap kekeh dengan pendiriannya. Dari arah belakang, seseorang mengusap punggungnya lembut. Lantas ia mendongak, menatap lelaki yang kini berada di belakangnya.

"Masih ga enak badan, hm?" tanya lelaki itu sembari mengusap lembut punggung Zia.

"Engga, Al. Aku udah enak-an kok," bohong Zia, padahal dirinya kini sudah merasakan pusing di area kepalanya.

"Tumben lo di sini, biasanya bolos," sindir Alexa.

"Gimana mau bolos, cewe gue sakit gini!"

Seseorang berbicara melalui mic yang berarti Upacara akan di mulai. Zia menatap lelat tubuh Alvaro dari atas hingga bawah. Bisa-bisanya lelaki satu ini tidak memakai atribut lengkap terutama topi.

"Al, kamu mending bolos gih. Atribut kamu ga lengkap, aku takutnya kamu nanti di hukum sama guru," ujar Zia.

"Aku udah kebal sama hukuman, Sayang. Udah, sekarang kamu fokus ke depan aja. Biar aku yang ngejaga kamu dari belakang. Kalau kamu udah ga kuat, bilang sama aku." Posisi mereka saat ini berada di barisan paling belakang. Alexa memang selalu mengajak Zia untuk berbaris di paling belakang, agar dirinya bisa leluasa duduk dan menguap sepanjang waktu.

Selama Upacara berlangsung, Alvaro tidak henti-hentinya mengusap punggung Zia lembut dengan tangannya. Sementara di sisi lain, pandangan Zia seketika buram. Kepalanya terasa berat dan tubuhnya seperti tidak punya tenaga lagi untuk berdiri. Perlahan-lahan, Zia menutup kedua kelopak mata, lalu hampir terjatuh ke belakang. Untungnya Alvaro lebih dulu menahan tubuh gadis itu. Tanpa menunggu waktu lama, lelaki berseragam putih abu-abu tersebut menggendong Zia, kemudian membawanya menuju ruang UKS.

Setibanya di ruang UKS, Alvaro membaringkan gadisnya di salah satu ranjang yang ada di sana. Ia kemudian mengambil benda pipih dari saku celananya. Tangannya mulai mengetikkan sesuatu dari layar ponsel. Setelah itu, ia beralih menatap Zia yang sudah tidak sadarkan diri di atas ranjang. Wajahnya ikut pucat karena khawatir, ia tidak tau harus melakukan apa.

Dari arah luar, dua siswi melewati pintu UKS, dan Alvaro yakin itu adalah siswi PMR. Lantas ia keluar memanggil kedua siswi tersebut untuk memeriksa kondisi Zia.

"Woi, sini lo pada!" pekik Alvaro dari pintu UKS.

"Iya, Kak? Ada apa ya?" ucap salah satu siswi PMR tersebut ketika sudah berada di hadapan Alvaro.

"Lo anak PMR kan?"

"Iya, Kak."

"Tolong periksa cewe gue di dalem."

"Baik, Kak."

Selang beberapa menit lamanya mereka memeriksa Zia, kini kedua siswi tersebut menghampiri Alvaro yang duduk di kursi luar ruangan.

"Kak, kondisi cewe kakak udah lumayan mendingan untuk sekarang. Mungkin karena kelelahan atau tidak makan, cewe kakak jadi ngedrop. Nanti kalau udah sadar, tolong beri makanan terlebih dahulu agar imun tubuhnya kuat," jelas siswi tersebut, lalu pergi meninggalkan Alvaro.

"Al," lirih Zia dari dalam ruangan.

Lantas lelaki tersebut, cepat-cepat memasuki ruang UKS dengan wajah khawatir. Ia mengelus pelan kepala Zia yang tengah berbaring di ranjang, kemudian mengecup keningnya sekilas.

"Kamu kenapa? Butuh apa? Bilang sama aku."

"Kepala aku pusing, Al," adu Zia.

Alvaro ikut mendudukan diri di tepi ranjang, kemudian memijat lembut kepala Zia. Tak kala, Devan dkk memasuki ruang UKS dengan membawa sepiring makanan berisi nasi dan sup di tangan Anantha, dan segelas air putih di tangan Reyhan, serta sebungkus roti di tangan Devan. Sedangkan Zidan hanya membawa diri.

"Ini, Al." Devan meletakkan sebungkus roti tersebut di meja samping ranjang Zia. Lalu di ikuti oleh Reyhan dan Anantha yang meletakan satu persatu pesanan Alvaro.

"Wajah lo pucet banget, Cel," tutur Anantha.

Lantas Devan menjitak kepala Anantha dengan tangannya. "Namanya orang sakit, ya pucet lah, bego!"

"Nih, makan dulu." Alvaro menyodorkan sebungkus roti ke mulut Zia, namun di tolak oleh gadis itu.

"Aku bisa sendiri, Al," ujar Zia.

"Sstt, makan atau aku paksa makan?" ancam Alvaro.

"I-iyaa-iyaa," ngalah Zia.

Sebenarnya mau saja Zia di suap oleh Alvaro, tetapi dirinya merasa malu karena ada Devan, Anantha, Reyhan dan Zidan berada di sini.

Di tatapnya kedua sejoli yang tengah menyuapi itu, Anantha dan Reyhan saling menatap satu sama lain dengan tatapan sendu.

"Lo pernah di gituin ga, An?" tanya Reyhan dengan wajah memelasnya.

Anantha menggeleng kuat. "Engga hiks hiks," ucapnya. "Lo pernah ga?" tanya balik Anantha.

"KAGAA HIKS." Mereka berdua saling berpelukan seraya mengeluarkan tangisan satu sama lain. Devan menatap kedua temannya yang tengah saling berpelukan itu.

"Kasian banget nasib jomblo," hina Devan sembari menatap meremehkan.

"Gue single ya, bukan jomblo!" bantah Anantha.

"G-gue juga s-single ya!" bohong Reyhan.

"Lo mah gamon kalik!" sindir Devan.

"M-mana ada gue gamon!"

"Eh ada, Neng Alin." Devan melambaikan tangan ke arah pintu UKS.

Reflek Reyhan ikut membalikkan badan, mendongak menatap ke arah pintu. Namun tidak ada satu orang pun di sana. Ia beralih menatap tajam ke arah Devan.

"LO BOHONGIN GUE?!"

"Nah, gamon kan lo! Udah lah ga usah gengsi, lo itu g-a-m-o-n,"

"GAMON!"

"Kalau mau bertengkar, mending di luar sana! Ga liat cewe gue lagi sakit gini," usir Alvaro menatap tajam ke arah mereka bertiga.

Zia mengelus pelan tangan Alvaro. "Ga papa, Al. Aku ga ngerasa ke ganggu kok."

"Noh, denger kata cewe gue!" pekik Devan.

"Cewe gue, anjing!" ucap tak terima Alvaro.

"Cewe gue lah!"

"Mau gue bogem lo?!" Alvaro berdiri dari duduknya, kemudian melangkah mendekati Devan.

Sementara Devan, ia bersembunyi di balik punggung Zidan dengan wajah ketakutannya. Anantha dan Reyhan ikut menertawakan Devan yang saat ini sudah bergetar karena ketakutan itu.

"Udah, Al." Zia menahan tangan Alvaro, ketika ingin melangkahkan kaki lagi mendekati Devan.

"B-bercanda, Al," ucap gugup Devan.

"Gue sobek lama-lama mulut lo!" ancam Alvaro, sehingga Devan semakin ketakutan dengan ancamannya itu.

Saking ketakutannya, kakinya bergetar sehingga meneteskan air dari celana dirinya. Melihat hal itu, Anantha membulatkan mata.

"Lo ngompol, Dev?"

"E-engga," bantahnya.

"HAHAHA, CELANA LO BASAH!" Reyhan menjatuhkan diri ke lantai karena tidak kuasa menahan tawa.

"Minggir lo!" Zidan menjauhkan diri dari Devan, sehingga terpampang jelas celana lelaki tersebut yang sudah basah.

"Malu gue jadi temen lo, Dev!" Anantha menepuk jidat dengan tangannya.

Alzia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang