>Happy reading<
Setelah insiden dimana kejadian pelecehan yang di lakukan Pak Niko. Kini Zia menjadi lebih banyak diam seperti dulu. Bayangan kejadian itu terus menghantui pikirannya. Tidak hanya itu, untuk berdekatan dengan lelaki saja kini Zia menjadi ketakutan. Alvaro perlahan-lahan menjadi jauh dengan kekasihnya itu. Bukan tanpa sebab, ia melakukan itu karena tidak ingin gadisnya semakin ketakutan dengannya. Pernah pada suatu waktu, Alvaro mengunjungi rumah Zia untuk memeriksa kondisinya. Namun gadis itu malah berteriak histeris ketika melihatnya.
"Cel," panggil Mami Susi.
Zia yang semulanya duduk di tepi ranjang dengan tatapan kosong, kini beralih menatap Mami Susi dari arah pintu kamarnya. Wajah gadis tersebut kini sangat pucat. Rambut yang acak-acakan dan kantong mata yang sudah terlihat berwarna hitam.
Mami Susi menghampiri Zia dengan senyum tipisnya. Ia beralih mengelus kepala gadis di sebelahnya dengan lembut.
"Cel, Alvaro mau ngomong sama kamu." Mami Susi menyodorkan benda pipih miliknya kepada Zia.
Bukannya menjawab, Zia justru hanya diam dengan mata menatap kosong ke arah depan tanpa memperdulikan ucapan Mami Susi. Melihat tidak ada respon dari gadis di sebelahnya itu, Mami Susi tersenyum tipis. Ia memaklumi bagaimana keadaan Zia saat ini.
"Kamu ga ada niatan ketemu sama Alvaro?" Mami Susi menyelipkan rambut ke belakang telinga Zia. "Kasian Alvaro. Dia kangen sama kamu."
Seperti biasanya Zia hanya diam saja tanpa ingin membalas ucapan Mami Susi. Mendengar suara langkah kaki menaiki anak tangga, lantas Mami Susi beralih berdiri dari duduknya. Ia melangkahkan kaki menuju pintu kamar Zia. Di tatapnya Alvaro yang sudah berdiri di pinggir pintu seraya menatap sendu ke arah kekasihnya itu.
"Gimana Zia, Tan?" tanya Alvaro dengan suara yang sengaja ia kecilkan agar tidak di ketahui oleh Zia jika dirinya berada di sini.
Mami Susi menggelengkan kepala. "Masih sama, Al."
Di tatapnya Zia yang tengah menatap kosong kearah depan dengan wajah yang sudah pucat. Alvaro merasakan sakit melihat hal itu. Tidak ingin berlama-lama, lelaki tersebut memberikan selembar kertas kepada Mami Susi.
"Tolong kasi ke Zia, Tan."
Mami Susi menganggukan kepala. Ia kembali memasuki kamar Zia, lalu menghampiri gadis itu dengan senyum tipisnya.
"Cel, ini ada surat." Mami Susi menyodorkan selembar kertas tersebut ke arah Zia. Melihat tidak ada respon dari gadis itu, lantas Mami Susi menaruh kertas tersebut di sebelah ranjang. Setelah itu, ia pergi meninggalkan kamar.
"Udah Tante kasi. Tante izin balik ke rumah dulu ya," pamitnya ketika berada di depan pintu kamar dan di balas anggukan oleh Alvaro.
Lelaki berjaket kulit hitam tersebut masih setia menatap Zia dari arah pinggir pintu kamar. Ia memejamkan mata—berusaha menahan air mata yang ingin jatuh.
Sementara di tempat lain, Zia menatap kertas yang berada di sebelahnya dengan tatapan ragu. Tangannya beralih mengambil kertas itu, lalu membaca rangkaian kalimat yang tertera di sana.
To: Zizi
Zizi, selama akhir-akhir ini, aku selalu kesepian tanpa kamu. Ga ada lagi yang ngomelin aku. Ga ada lagi yang ngelus-ngelus kepala aku. Ga ada lagi yang manjain aku. Kangen Zizi yang dulu:(. Aku bakal selalu ada di sini untuk kamu. Aku minta tolong banget, jangan males makan. Aku ga suka ngeliat kamu yang sekarang. Bandel! Kalau di suruh makan sama Tante Susi itu nurut. Satu lagi, jaga kesehatan kamu. Cepet sembuh, Sayang!
KAMU SEDANG MEMBACA
Alzia [END]
Teen FictionAlvaro Ravendra, lelaki badboy yang memiliki paras tampan dan harta melimpah. Ia di pertemukan oleh seorang gadis unik yang cenderung menyendiri dan cuek terhadap sekitarnya. Zia Agatha Zemora, ialah gadis tersebut. Mereka sama-sama memiliki masa l...