>Happy reading<
Sore ini, Alvaro menghampiri rumah Zia dengan alasan kangen. Padahal baru beberapa jam yang lalu mereka bertemu di sekolah. Dan kini Alvaro sudah berbaring di paha kekasihnya dengan Zia yang asik sibuk menonton tv tanpa menghiraukan lelaki yang sedari tadi sudah merengek memanggil namanya. Sudah lelah menghadapi Alvaro, lelaki tersebut terus menerus mengomelinya karena hanya sebuah notif di instagram miliknya yang berisikan chat seorang pria yang meminta kenalan.
"Zia, kenapa kamu ga jawab omongan aku sih?" geram Alvaro.
"Lagian kamu terus-terusan ngomelin aku!"
"Siapa suruh kamu chatan sama cowo lain!" ucap Alvaro tak kalah sengit.
"Chatan kamu bilang? Liat nih, dari sisi mananya aku ngerespon chat dia?" ucap Zia seraya memperlihatkan DM instagramnya.
Kedua sudut mulut Alvaro melengkung ke bawah. "Kan aku cemburu, Zia."
"Tapi cemburu kamu ga ngotak, Al!"
"Maaf," cicitnya.
"Aku takut kamu bakal ninggalin aku nantinya. Maaf udah bikin Zia risih."
Berusaha bersifat sabar, Zia menghela nafas panjang, lalu beralih menatap Alvaro lekat. "Aku ga bakal ninggalin kamu, Al. Ga usah berpikir aneh-aneh deh!"
"Promise ga bakal ninggalin aku?" Alvaro mengeluarkan jari kelingkingnya ke depan wajah Zia.
Lantas gadis tersebut menautkan jari kelingkingnya di sela jari Alvaro. "Promise."
"I Love You, Zizi!"
"Zizi?" beo Zia.
Alvaro menganggukan kepala. "Nama panggilan baru aku buat kamu. Bagus, kan?"
Zia tersenyum tipis seraya menganggukan kepala. "Bagus kok. Btw, kamu laper ga? Mau aku masakin?"
"Emang bisa masak?"
"Kamu ngeremehin aku?" Zia menepuk-nepuk kepala Alvaro agar terbangun dari pahanya." Minggir!" Lantas lelaki tersebut terbangun, lalu mendudukan diri menatap gadis di hadapannya.
"Kamu mau kemana?" pekik Alvaro ketika melihat Zia yang hendak ingin pergi meninggalkannya.
"DAPUR."
Lelaki dengan baju kaos hitam dan celana jeans tersebut melangkahkan kaki menyusul Zia yang berada di dapur. Di tatapnya Zia yang tengah memasak dengan rambut di cepol. Alvaro tidak henti-hentinya menatap kagum ke arah kekasihnya itu. Cantik banget cewe gue.
Segera ia menghampiri Zia dengan senyuman di wajahnya. Tangan kekar miliknya mulai memeluk pinggang gadis itu dari belakang, sehingga Zia yang tadinya fokus memasak kini menjadi tersentak kaget.
"Zizi tambah cantik kalau di cepol," ucap Alvaro seraya mencubit gemas pipi Zia.
"Kamu tambah ganteng kalau diem."
"Zizii," rengek Alvaro.
"Bercanda, Al."
"Coba ngomongnya pake 'sayang', Zi," pinta Alvaro.
"Aku geli kalau ngomong kayak gitu, Al."
"Ga asik kamu mah!" Alvaro melepas pelukannya dari Zia, lalu hendak ingin pergi meninggalkan dapur.
"Sayang," panggil Zia walaupun agak sedikit menggelikan ketika mengucapkan kata tersebut.
Lantas Alvaro membalik, mendongak ke arah Zia. Senyum manis mengembang di wajahnya. Ia berlari ke arah gadis itu dengan mata berbinar. "Coba sekali lagi," pintanya.
"Al, aku lagi masak loh."
Tak mau menggangu aktivitas Zia, lantas Alvaro menghela nafas panjang, kemudian mendudukan diri di salah kursi yang berada di belakang dapur. Matanya tidak berhenti menatap gadis yang tengah sibuk memasak makanan dengan wajah seriusnya itu.
Selama cukup lama akhirnya Zia menyelesaikan acara masaknya. Ia membalikan badan, menoleh ke arah Alvaro yang tengah menatapnya sedari tadi. Dengan sepiring nasi goreng yang berada di tangan, Zia menghampiri lelaki tersebut dengan senyuman di wajahnya.
"Ayo makan," seru Zia.
Tanpa banyak berbicara, Zia menarik tangan Alvaro menuju meja makan yang berada di dekat dapur, lalu menyuruhnya menyicipi masakan yang ia buat spesial untuk lelaki di hadapannya kini. Tangan Alvaro mulai memasukan sendok yang berisi nasi goreng itu ke dalam mulutnya. Ekspresi lelaki tersebut seperti biasa saja membuat Zia memudarkan senyumannya. Beberapa detik kemudian, lelaki tersebut menarik kedua sudut mulut ke atas membentuk sebuah senyuman.
"Gimana-gimana, enak ga?" tanya penasaran Zia.
"Enak banget. Ga nyangka Zizi bisa masak juga," ucap Alvaro dengan senyum manisnya.
Jadi maksudnya ini memuji atau menghina? Tidak ingin ambil pusing dengan pikiran buruknya itu, setidaknya Alvaro menyukai nasi goreng buatannya. Tidak tau mengapa, melihat Alvaro tersenyum bahagia membuat Zia menjadi ikut senang juga melihatnya.
Tersadar merasa di tatap terus menerus, Alvaro menyodorkan sendok yang berisi nasi ke arah Zia. "Makan!" perintahnya. Mau tidak mau Zia membuka mulut lebar, membiarkan Alvaro memasukan makanan itu ke dalam mulutnya. Setelah di rasa gadis di hadapannya ini sudah menelan makanan yang tadi ia berikan, Alvaro menatap lekat Zia dengan menangkup kedua pipi dengan tangannya di atas meja. "Enak kan?" tanya Alvaro dan di balas anggukan oleh Zia.
"Pacar siapa dulu dong yang masak," bangga Alvaro membuat Zia menjadi salah tingkah mendengarnya.
Dari arah pintu masuk, Anantha menghampiri mereka dengan wajah songongnya. Bisa-bisanya lelaki itu mengambil nasi goreng dengan sendok, lalu memasukan ke dalam mulutnya tanpa rasa berdosa. Tidak terima dengan apa yang di lakukan teman laknatnya itu, Alvaro menjitak kepala Anantha keras sehingga lelaki tersebut meringis kesakitan.
"Buat gue itu. Asal nyelonong aja lo!" geram Alvaro.
"Kan gue laper, Al,"
"Oiya, lo pada ga takut apa berduaan disini?"
"Takut kenapa?" tanya Zia.
"Kata orang-orang, kalau berduaan berarti yang satunya.....SETANN!!"
"Kan elo setannya," sahut Zia santai dan di balas anggukan juga oleh Alvaro.
"Ngapain lo kesini?" tanya sengit Alvaro kepada Anantha. Pasalnya lelaki itu menggangu acara bucinnya dengan Zia.
"Eh ini, Cel, buatin dong tugas gue," pinta Anantha. Sedari dulu memang lelaki itu selalu meminta Zia untuk membuatkan tugasnya. Awalnya sih minta di ajarkan, namun karena Zia juga sudah cape terus-terusan mengajar Anantha namun otaknya tidak kunjung sampai, akhirnya gadis itu memutuskan untuk membuatkan tugasnya saja langsung dari pada membuang-buang suara hanya untuk lelaki bego satu ini.
"Cel?" beo Alvaro.
"Boncel maksud gue. Keluarga gue sering manggil Zia, boncel."
Ingin mencakar wajah Anantha, namun Alvaro masih berada di hadapannya. Tidak habis pikir dengan sahabat laknatnya ini, bisa-bisanya ia berbicara seperti itu di depan Alvaro—kekasihnya. Mau taruh dimana harga dirinya saat ini. Sementara Alvaro, lelaki itu menahan tawanya membuat Zia semakin di buat merasa malu.
"Sana lo pergi!" usir Zia kepada Anantha.
"Udah mulai gelap, kamu juga pulang gih," ujar Zia pada Alvaro. Bukannya berniat ngusir, namun ia masih malu tentang kejadian yang tadi.
"Ya udah, aku pamit pulang duluan," pamit Alvaro, kemudian mengacak rambut Zia dengan gemas sebelum meninggalkan gadis itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alzia [END]
Novela JuvenilAlvaro Ravendra, lelaki badboy yang memiliki paras tampan dan harta melimpah. Ia di pertemukan oleh seorang gadis unik yang cenderung menyendiri dan cuek terhadap sekitarnya. Zia Agatha Zemora, ialah gadis tersebut. Mereka sama-sama memiliki masa l...