50 - EXAM

1.7K 129 2
                                    

>Happy reading<

Di karenakan ada ujian akhir semester, siswa-siswa SMA Bimasakti di harapkan untuk datang lebih awal dan mempersiapkan alat alat untuk persiapan ujian nantinya. Kini Alvaro dan Zia tengah berjalan menyusuri koridor dengan Zia yang sudah menggigit bibir bawahnya karena gugup. Ini adalah first time dirinya mengikuti ujian di sekolah. Menyadari raut wajah gugup dari gadis di sebelahnya itu, Alvaro mengacak gemas rambut Zia dengan senyum tipisnya.

"Aku yakin kamu bisa."

Zia beralih menatap Alvaro dengan ragu. "Tapi aku ga yakin, Al."

"Usaha ga akan ngehianatin hasil, Zi. Aku yakin kamu bisa ngelewatin ini semua."

Zia hanya membalas dengan anggukan.

Mereka melanjutkan langkahnya kembali—berjalan menuju kelas XII MIPA 2. Setibanya di depan kelas, Alvaro menarik kepala kekasihnya itu, lalu mengecupnya sekilas. Mereka tidak sadar bahwa sudah banyak pasang mata yang menyaksikan kejadian itu. Ada yang menjerit heboh dan ada juga yang menatap terharu dan ingin berada di posisi Zia.

"Jangan pernah berpikir aneh-aneh dulu. Aku yakin kamu bakal bisa. Fokus sama ujian, kalau masalah hasil itu belakangan. Setidaknya kamu udah berusaha melakukan yang terbaik. Okey?"

Zia menganggukan kepala dengan senyum tipisnya. "Kamu juga inget, jangan nyontek! Aku yakin kamu juga pasti bisa ngejawab semua soal ujian nanti."

Jauh hari sebelum ujian di mulai, Zia mengajak kekasihnya untuk belajar bareng, bukan hanya itu, ia juga mengajarkan Alvaro seluruh mata pelajaran yang cowo itu tidak bisa. Ia berharap kekasihnya juga akan mendapatkan nilai yang bagus dan memuaskan atas hasil kerja kerasnya sendiri bukan dari nyontek.

"Pasti, Zizi. Sana gih, masuk kelas." Alvaro mengecup sekilas hidung Zia kemudian mengelus lembut puncak kepala kekasihnya itu. "Semangat ujiannya, cantik!"

"Kamu juga," balasnya. Zia juga ikut mencium sekilas hidung Alvaro, kemudian berbalik badan—berjalan memasuki kelas.

Sementara Alvaro, ia menatap kepergian Zia dengan senyum tipisnya. Dari arah belakang, seseorang menepuk bahunya hingga ia membalik—mendongak menatap kedua sejoli yang kini berada di hadapannya.

"Lo ngapain di sini? Pindah kelas lo?" tanya Devan dengan kekehannya.

Kedua sejoli yang di maksud Alvaro adalah Devan dan Alexa. Mereka berdua berdiri di hadapan Alvaro dengan Alexa yang sudah membawa kresek hitam di tangannya.

"Gue habis nganter, Zia," ucap ketus Alvaro. "Lo juga ngapain disini?"

"Nih, si badan triplek minta gue buat nganterin ke kelas." Devan melirik gadis di sebelahnya dengan tatapan tajam. "Manja!" cibirnya.

"Gue kan pengen kayak Zia, Dev. Noh, si Al aja nganter cewenya setiap hari sampe ke depan kelas. Masa lo engga? Dasar ga peka!" Alexa menatap Devan dengan tatapan permusuhannya. Setelah mengatakan itu, ia pergi meninggalkan kedua lelaki tersebut dengan wajah kesalnya.

Alvaro menepuk bahu lelaki di hadapannya dengan pelan. "Gimanapun dia cewe, bro. Treats she like a queen!" Setelah mengatakan hal itu, lelaki berseragam putih abu-abu tersebut pergi meninggalkan Devan yang sudah merenungi kata-katanya tadi.

"Si Al pake ngomong inggris segala lagi. Mana gue ngerti, anjing!" umpat Devan seraya mengacak rambut frustasi.

Jam menunjukan pukul tujuh lewat tiga puluh menit. Zia menatap lembaran soal yang berada di atas mejanya. Tidak tau mengapa ia sangat gugup saat ini. Namun perkataan Alvaro kini terbenak di pikirannya. Usaha ga akan ngehianatin hasil. Kini dirinya sudah mengembangkan senyuman mengingat apa yang di katakan kekasihnya itu tadi padanya. Dengan keyakinan, Zia mengambil pulpen di sebelah meja, kemudian mulai menulis jawaban satu persatu soal di kertas tersebut dengan yakin.

Alzia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang