45 - TEKAD ZIA

1.9K 162 3
                                        

>Happy reading<

Sudah satu minggu lamanya kejadian pelecehan yang di lakukan Pak Niko terhadap Zia, dan sudah satu minggu juga Zia tidak sekolah karena masih mempunyai trauma yang terdalam. Sore ini, ia termenung di balkon kamar seraya menatap sunset dari atas sana. Tatapannya kosong, seperti tidak bernyawa. Wajahnya semakin pucat. Bayangan akan kejadian saat itu semakin mengusik pikirannya.

Merasa mendengar suara ketukan pintu dari arah lantai bawah, lantas ia beralih menuruni satu persatu anak tangga rumahnya menuju kearah suara ketukan tersebut. Di bukanya pintu yang kini sudah menampilkan seorang pria paruh baya berdiri di hadapannya. Ia memundurkan langkahnya, air mata seketika menetes membasahi pipi.

"Zia, Ayah boleh masuk?"

Bukannya menjawab, Zia semakin memundurkan langkahnya dengan tubuh yang sudah bergetar hebat. Lantas Ayah Zia menatap bingung ke arah anaknya itu. Ia baru sadar bahwa wajah Zia ternyata pucat. Berusaha menenangkan Zia dengan mengusap punggung anaknya itu, namun justru di tepis kasar olehnya.

"PERGI AYAH!" usir Zia.

Tidak memperdulikan ucapan dari gadis itu, Ayah Zia menarik kepala anaknya tersebut ke dalam dekapannya—berusaha menenangkan. Melihat Zia seperti itu membuatnya merasakan sesak yang sulit di artikan. Bagaimanapun dirinya seorang Ayah yang tidak ingin anaknya terlihat sedih. Walaupun dulu dirinya sudah melakukan kesalahan terbesar, namun kini ia sudah sadar akan kesalahannya itu. Tujuannya sekarang hanya ingin memperbaiki kesalahan yang pernah ia perbuat.

Perlahan-lahan Zia mulai menghentikan tangisannya. Ia beralih mendongak menatap pria paruh baya yang sudah memeluknya dengan tatapan sendu. Sebenarnya ia sangat rindu pelukan ini, pelukan seorang ayah kepada anaknya.

Terpampang senyum tipis di wajah Ayah Zia. Tangannya beralih mengelus lembut kepala anaknya itu dengan penuh kasih sayang.

"Anak Ayah kenapa ketakutan ngeliat Ayah, hm?"

Zia menggeleng sebagai jawabannya. Ia masih shock dengan kehadiran Ayahnya tiba-tiba.

"Ayah mau ngomong sesuatu sama kamu." Sebelum itu, Ayah Zia menarik nafas panjang, lalu membawa anaknya itu untuk duduk di sofa dekat sana. Tentu saja Zia akan menuruti apa yang di lalukan Ayahnya. Entah, sebenarnya ia tidak tau harus melakukan apa lagi. Pikirannya benar-benar kosong.

"Ayah mohon, beri Ayah satu kesempatan lagi. Ayah janji akan memperbaiki semua kesalahan yang pernah Ayah perbuat dulu," ucap pria paruh baya tersebut dengan tatapan memohon.

Dari mata, Ayah Zia terlihat sangat tulus mengucapkan hal itu. Sebenarnya Zia juga ingin memaafkan Ayahnya. Namun sangat sulit untuk mengucapkan hal itu. Trauma akan masa lalunya kelam sangat merumitkan pikirannya. Bayangan akan kejahatan Ayah semasa dulu kepada Bunda, selalu menjadi penghambat untuk dirinya memafkannya.

"Ayah," panggil Zia dengan nada lembut. "Zia masih belum bisa maafin Ayah, tapi Zia akan berusaha menerima semua ini dan maafin semua kesalahan yang Ayah pernah perbuat dulu."

Mengerti akan maksud anaknya itu, Ayah Zia mengangguk sebagai jawabannya. Mungkin perlu waktu untuk Anaknya menerima semua ini.

"Boleh Ayah peluk kamu lagi?"

Mendengar hal itu, Zia menganggukan kepala dengan senyum tipisnya. Lantas Ayah Zia menarik Zia kedalam dekapannya. Sungguh, ia benar-benar sangat merindukan pelukan dari anaknya itu. Sudah beberapa tahun lamanya ia tidak pernah merasakan seperti hal ini.

Setelah lamanya mereka berpelukan, Ayah Zia melepas pelukan lalu beralih mengenggam tangan Zia dengan senyum lebarnya. Ada satu hal yang juga ingin ia bicarakan kepada Zia. Namun ia tidak yakin untuk mengucapkan hal ini—takut Anaknya tidak akan menerimanya.

Alzia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang