21 - TEGURAN ANANTHA

3.2K 239 13
                                    

>Happy reading<

Setelah kepergian Alvaro, Zia merebahkan tubuh seraya memijat kening dengan kedua tangannya. Tak lama, seorang lelaki juga ikut merebahkan diri di samping dirinya. Lantas Zia menoleh ke arah lelaki tersebut dengan tatapan tajam. "Ngapain lo deket-deket gue? Sana noh! Ogah gue deketan sama lo!" Zia mendorong Anantha hingga terjatuh ke bawah.

Anantha meringis kesakitan karena jidatnya tidak sengaja terkena lantai. Ia beralih menatap tajam gadis yang kini berada di hadapannya. "Suka banget lo ngebully gue!"

"Buat lo sengsara adalah tugas utama gue."

"Gue sleding juga lo lama-lama!"

Setelah mengatakan itu, Anantha mendudukan diri di tepi ranjang milik Zia. Ia beralih menatap gadis yang kini tengah menyisir rambut di kaca. "Lo jadian sama Alvaro?"

Pertanyaan Anantha membuat Zia menghentikan aktivitasnya. Ia beralih menatap lelaki yang juga sudah menatapnya. "Iya, kenapa?"

"Jauhin Alvaro, dia ga baik buat lo!" ujar Anantha.

"Tau apa lo tentang dia?" tanya Zia tak kalah sinis.

"Gue cuma peringatin lo, jauhin Alvaro," ucapnya lalu hendak ingin pergi meninggalkan Zia.

"Lo ngomong gitu karena benci sama Alvaro, kan?"

Langkah Anantha terhenti mendengar ucapan Zia. Tangannya mengepal kuat sehingga menunjukan urat-urat di sekitar tangan dan leher. Rahangnya mengeras dan matanya menatap lurus ke depan. Zia menghampirinya hingga kini gadis tersebut berada di hadapannya.

"An, gue tau semua tentang lo dan Alvaro. Kalian dulu sahabatan kan? Sampai akhirnya lo masuk Osis dan sifat lo mulai berubah. Gue ga tau apa penyebab lo berubah tapi satu hal yang harus lo tau, Alvaro kangen lo yang dulu!"

"Gue harap lo bisa baikan sama Alvaro seperti dulu lagi, An. Kalau lo ada masalah atau sesuatu apapun sama dia, tolong selesaiin secara baik-baik. Ga usah kayak bocil yang diem-dieman terus main sindir-sindiran!"

Mendengar hal itu, Anantha menjadi diam membisu. Bingung harus berkata apa. Di sisi lain ia ingin baikan dengan Alvaro, namun ia juga masih punya dendam pribadi terhadapnya.

Usai mengatakan itu, Zia pergi meninggalkan Anantha sendiri di kamar. Tujuannya saat ini yaitu Mami Susi. Ia melangkahkan kaki menuruni satu persatu anak tangga, kemudian berjalan keluar menuju rumah Anantha yang berada tepat di sebelahnya. Dari arah luar, bau ayam kecap sudah menusuk indera penciumannya. Cepat-cepat ia memasuki rumah Anantha dengan wajah berseri. Tatapannya tertuju kepada seorang wanita yang tengah memasak di dalam dapur. Ia segera menghampiri wanita itu, lalu memeluknya dari arah belakang.

"Hai Mami!" sapa Zia.

"Hai Boncel," sapa Mami Susi.

Seluruh keluarga Anantha sedari dulu memang sering memanggilnya dengan sebutan boncel yang artinya kecil. Padahal dirinya sudah menduduki bangku tiga SMA namun tetap saja ia di panggil seperti itu.

"Mami lagi masak ayam kecap?" tanya antusias Zia.

"Iya dong. Kan ini makanan kesukaan kamu. Sana gih nunggu di ruang tamu bareng Papi."

Zia memberikan hormat kepada Mami Susi. "Baik bos!"

Gadis yang masih memakai seragam putih abu-abunya itu menghampiri Bejo—Papi Anantha, yang tengah membaca surat kabar di sofa ruang tamu. "Hai Papi!" sapanya seraya menudukan diri bersebelahan dengan pria paruh baya itu.

"Eh ada boncel, mana Anna? Tadi katanya dia mau ke rumah kamu," ucap Papi Bejo.

"Ngapain nyebut-nyebut nama Anna?" sahut Anantha yang sudah menghampiri mereka dan ikut mendudukan diri bersebelahan dengan Papi bejo.

Kini posisinya, Zia berada di sebelah kanan Papi Bejo dan Anantha yang berada di sebelah kirinya. Papi bejo berada di tengah-tengah mereka.

"Orang kita lagi ngebahas Anna frozen, iya ga?"

"Iya, bener tuh!" setuju Zia. "Jangan kepedean deh lo!"

"BONCEL, NIH MAKANAN KESUKAAN KAMU UDAH JADI," pekik Mami Susi dari arah ruang makan.

"Boncel, di panggil sama Mami tuh," ujar Anantha dengan nada mengejek.

Zia hendak melangkahkan kaki menghampiri Mami Susi, sebelum itu ia menjulurkan lidahnya ke arah Anantha, kemudian dengan cepat gadis tersebut berlari meninggalkan kedua pria yang sudah menggelengkan kepala melihat tingkahnya.

"Si boncel mending jual aja, Pi," kesal Anantha mengadu kepada Papi Bejo.

"Mending kamu aja yang di jual gimana? Papi jual kamu ke janda yang ada di depan komplek, mau?"

"Anna ga kayak Papi yang suka janda!" ucapnya lalu ikut kabur menghampiri Zia yang berada di ruang makan.

"ANNA, GA USAH CEPU KAMU!!"

Alzia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang