Flashback on
Anantha menghampiri kamar Alvaro dengan membawa buah-buahan di tangannya. Di tatapnya lelaki yang kini sudah berbaring di atas ranjang dengan wajah pucatnya. Ia sangat rindu dengan kondisi Alvaro yang dulu. Tangannya menepuk pelan bahu lelaki itu dengan pelan.
"Cepet sembuh, bro!" ujarnya.
Ketika hendak ingin pergi, sebuah tangan memegang tangan kanannya. Lantas ia membalik—mendongak menatap lelaki yang kini sudah membuka kedua kelopak matanya. Ia tersenyum tipis.
"Gimana kabar lo?" tanya Anantha kepada Alvaro.
"Baik, lo?"
"Alhamdullilah, ga baik."
Alvaro memukul pelan dada Anantha dengan kekehannya. "Gimana Zia?"
Anantha terdiam sejenak. Ia tidak tau harus berkata jujur atau bohong. Ia tidak ingin Alvaro semakin overthinking ketika ia mengatakan apa yang sebenarnya terjadi kepada gadis itu.
Melihat wajah ragu dari raut Anantha, Alvaro menggenggam tangan lelaki itu dengan senyum simpulnya. "Ngomong aja, gue ga bakal makan lo kok."
"Kemarin gue liat Zia lagi nangis di teras rumahnya. Dia hancur tanpa lo, Al. Dia butuh lo saat ini. Untung Alexa, Devan, Reyhan sama Zidan dateng buat ngehibur dia."
Alvaro sedikit sedih mendengar ucapan Anantha. Bagaimanapun Zia tidak boleh tau tentang kondisinya saat ini. Ia tidak mau gadisnya itu akan semakin hancur karenanya.
"Perlahan-lahan paling dia bakal mulai terbiasa tanpa gue." Alvaro terkekeh kecil.
"Impossible, bro!"
"An,"
Anantha menoleh. "Kenapa, Al?"
"Tolong jaga Zia. Gue tau lo tulus sama dia. Ungkapin perasaan lo, jangan sembunyi di balik kata sahabat terus!"
Anantha tidak mengerti akan maksud lelaki itu. "Maksud lo apa, Al? Gue ga ngerti."
"Gue tau lo suka sama Zia dari kecil." Alvaro menghela napas panjang. "Gue nemu surat yang lo tulis buat Zia di rak meja lo."
Anantha terdiam sejenak. Mulutnya seketika merasa kaku. Tidak tau harus mengatakan apa lagi.
"Kenapa lo ga ngasi surat itu ke Zia?" tanya Alvaro dengan tatapan heran.
Masih seperti posisi yang tadi, Anantha tetap diam. Ia tidak tau harus menjawab apa untuk pertanyaan Alvaro.
Melihat hal itu, Alvaro menepuk pelan bahu lelaki tersebut. "Cerita aja sama gue. Lagian gue kan sahabat lo. Sans aja, bro!"
Anantha menghembuskan napas kasar. Ia menatap lelaki yang sudah terlihat pucat itu di atas ranjang. "Sebenernya gue mau kasi surat itu ke Zia waktu ulang tahunnya ke lima belas tahun. Tapi gue ga berani, Al. Dan semenjak kehadiran lo di hidup Zia, lo ngebawa kebahagiaan buat dia. Gue ga pernah ngeliat Zia sebahagia itu."
"Tapi sekarang gue yang ngehancurin kebahagiaannya." Alvaro tersenyum tipis. Jika ini sebuah pilihan, dirinya tidak akan memilih di posisi saat ini. Ia akan memenuhi semua janjinya kepada Zia termasuk untuk menikahi gadis itu. Namun tuhan berkata lain. Inilah takdirnya saat ini.
"An, gue mau minta satu permintaan sama lo."
Anantha tertawa kecil. "Sans aja, bro! Kayak sama siapa aja!"
"Tolong wujudin keinginan Zia buat nikah sama dia. Gue tau lo tulus, An. Gue ga mau dia nikah sama orang yang ga tepat dan gue yakin lo tepat buat dia. Ini bukan cuma keinginan Zia, tapi ini juga keinginan gue. Tolong penuhin keinginan gue. Buat dia bahagia. Jangan sampai dia sedih."
Mata Anantha berkaca-kaca. "Gue ga bisa, Al."
"Kenapa ga bisa? Lo sahabat gue kan? Tolong penuhin keinginan gue."
Alvaro menggenggam tangan Anantha dengan mata berkaca-kacanya. "Jaga Zia sampai akhir hayat lo. Gue bakal mantau kalian dari atas. Sampai aja lo nyakitin dia. Gue panggil juga lo biar ikut gue ke atas!"
Anantha terkekeh kecil. Pada akhirnya ia menganggukan kepala—menyetujui ucapan Alvaro. "Gue bakal menuhin keinginan lo, Al," ucapnya.
"Gini baru sahabat gue. Inget, ungkapin perasaan lo! Jangan malu-maluin! Cowo kok ga berani ngungkapin perasaan," sindir Alvaro.
"Emang lo yakin bakal ikhlas kalau gue sama Zia?"
"Apapun yang buat Zia bahagia, gue juga bakal ikut bahagia. Karena impian gue itu ngeliat dia bahagia."
"Bucin lo!"
"Halah, lo juga bakal bucin nanti sama cewe gue!"
"Mantan, bro!"
Alvaro tersenyum tipis. "Dia tetep milik gue sampai kapanpun. Walaupun kita nanti ldr beda alam."
"Maksudnya lo di alam baka, kan?" tanya Anantha dengan tawa kencangnya.
"Ngeselin lo siluman boneka!"
"Nama panggilan gue Anna, bukan Anna frozen!"
"Serah lo!"
Flashback off
Anantha menatap batu nisan yang berada di hadapannya. Ia tersenyum tipis. "Gue bakal menuhin keinginan lo, Al. Sampai kapanpun gue bakal tetep jaga Zia dan buat dia bahagia."
Setelah mengatakan hal itu, Anantha pergi meninggalkan makam—menuju motornya. Sepulang kuliah ia selalu menyempatkan diri untuk menengok sahabatnya terlebih dahulu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alzia [END]
Novela JuvenilAlvaro Ravendra, lelaki badboy yang memiliki paras tampan dan harta melimpah. Ia di pertemukan oleh seorang gadis unik yang cenderung menyendiri dan cuek terhadap sekitarnya. Zia Agatha Zemora, ialah gadis tersebut. Mereka sama-sama memiliki masa l...