45. Petrichor

10 2 0
                                    

Tiga tahun kemudian...

Rintik gerimis mengundang
Kekasih di malam ini
Kita menari dalam rindu yang indah
Sepi kurasa hatiku saat ini oh sayangku
Jika kau disini aku tenang

[Denting, song of Melly Goeslow]

Kembali aku memutar playlist lagu dari ponsel milikku yang setia menemani aku yang sedang bergelut dengan tugas menjelang Ujian Akhir Semester (UAS). 

Selain itu,  aku juga sedang mempersiapkan diri untuk Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan juga magang, benar-benar situasi yang menguras tenaga dan pikiran sekali.

Dalam hati,  aku mengumpat berkali-kali pada dosen yang memberikan tugas-tugas di saat minggu tenang seperti ini, nyatanya tidak ada ketenangan sedikitpun yang aku dapatkan.

Dengan terkejar deadline, aku berusaha mengeluarkan skill dewa ku yang hanya diaktifkan di situasi-situasi seperti ini.  Kuharap,  aku bisa cepat lulus dengan kebiasaan burukku ini. 

Setelah hampir dua jam bergelut dengan laptop di hadapanku, akhirnya aku bisa sedikit bernapas lega karena salah satu tugasku sudah berhasil kukirim ke email dosen pengajar mata kuliah. Walau bagaimanapun mengerjakan tugas deadline tidak dianjurkan, aku nyaris melempar laptopku keluar jendela ketika tahu bahwa laptopku mendadak error, padahal batas waktu pengumpulan hanya tinggal beberapa jam saja. Namun tenang saja, itu belum pernah terjadi.

Aku segera menghempaskan tubuhku kekasur dan mulai membuka pesan yang dikirimkan oleh kedua sahabatku yang kini juga sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. 

Pertama, si keras kepala Annisa.  Kini ia berkuliah di salah universitas terkenal yang ada di jogjakarta,  di sana ia tinggal bersama nenek nya dan sepupu perempuannya. Ia mengambil jurusan psikologi, menurutnya mungkin ini salah satu jalan yang orangtua nya tawarkan untuknya. Awalnya ia memang tidak ingin kuliah, ia ingin skip satu tahun untuk traveling keliling dunia.  Tapi pada akhirnya,  di sanalah ia sekarang.

Lalu kedua,  si tukang makan Sabila. Aku sangat terkejut waktu pertama kali dia bercerita pada kami, bahwa ia akhirnya diijinkan untuk sekolah masak di luar negeri,  lebih tepatnya di Prancis. Bisa kau bayangkan, dia benar-benar mendapatkan apa yang menjadi mimpinya. Dia banyak bercerita mengenai segala hal yang ia lakukan di sana,  apapun menjadi topik yang selalu menyenangkan untuk dibaca. Aku selalu tertawa saat Annisa merengek minta Sabila menjemputnya untuk di bawa pergi ke Prancis. Hal itu memunculkan kembali kenangan ke beberapa tahun silam..di mana kami bertiga selalu menghabiskan lebih banyak waktu bersama dan membagi segala hal untuk diceritakan.

Aku merindukan momen itu.  Mereka seperti serendipity yang aku terima dari semesta.

"lalu bagaimana denganku?"

Tidak ada yang berubah,  tetap seperti biasanya.

Aku menjalani kehidupan kampus yang cukup menyenangkan, tapi tidak bisa disamakan dengan masa-masa remajaku di SMA dulu. Saat ini,  aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk menyelesaikan tulisan-tulisanku saja,  aku juga memilih untuk membuka toko bunga untuk mengisi waktu luangku selama kuliah. 

Selain itu,  berkumpul bersama keluarga di rumah juga selalu jadi hal menyenangkan untuk dilakukan. Meskipun kadang bosan, tapi itu lebih baik daripada merasa kesepian.

Kupikir aku baik-baik saja sampai detik ini. 

Satu-satunya hal yang aku khawatirkan hanyalah tentang kepergian seseorang yang sampai hari ini tak memberikan kabar apapun. Aku sedikit khawatir kalau-kalau ia takkan pernah kembali.

He's STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang