3. Junior VS Senior

258 11 0
                                    

Kami menetap didalam kelas. "Gue balik duluan ya!" Ujar teman-teman yang lain. "Hati-hati!" Ujarku tersenyum. "Bye!"

Setelah semua orang keluar Sabila mengambil lem dan gunting dari dalam tasnya. "Gue siap tempur!" Ujarnya yakin.

Sementara Annisa mengambil spidol berwarna merah. "Gue juga sudah siap." Angguknya.

Aku mengangkat kedua jempolku. "Sip!"

"Sekarang dengarin gue, hari ini Nichol dan teman-temannya gak langsung pulang. Mereka ada ekstrakurikuler basket. Jadi selama mereka latihan kita bobol loker mereka. Setuju?" Tanyaku.

Annisa dan Sabila berpandangan. "Loker itu apa gak terlalu pribadi tang?" Ujar Sabila ragu. "Iya sih.. Gimana kalau kita gangguin sepeda mereka aja!" Ujar Annisa memberi usul.

Aku mengangguk. "Oke. Lagian ini masih misi pertama, gue gak mau nanti kita langsung ketahuan." Ujarku menyetujui usul dari mereka.

Kami berjalan menuruni anak tangga cepat. "Pokoknya nanti kalau lewat lapangan utama biasa aja." Ujar Sabila berbisik. "Iya..iya!"

Benar saja!
Mereka sedang latihan basket. Kami mengendap-endap seperti kucing yang hendak mencuri ikan tetangga. "Cepetan jalannya..!" Aku mendorong Annisa yang ada didepanku.

Di parkiran.

Sungguh diluar dugaan. "Kenapa banyak banget orang disitu?" Ujarku frustasi. "Mereka pada nongkrong disana lagi." Ujar sabila pula.

Kami mendekati mereka yang sedang asyik mengobrol. "Eh.. Dek." Panggil salah seorang. "Ah.. Iya kenapa?" Sahutku cepat.

"Elu habis dari lapangan kan?" Tanyanya. "Iya." Anggukku. "Mereka sudah mulai main basket belum?" Tanyanya lagi. "I..iya sudah." Sahutku pula.

Mereka mulai heboh. "Yaudah yuk kesana. Sekalian latihan Cheerleaders. "Ajak gadis yang tadi menanyaiku.

Paling cantik. Kayaknya sih ketua geng-nya. Pakai lensa biru, rambut pirang, gigi pakai behel, kulit putih pucat, ah paling menonjol lah pokoknya.

Mereka berjalan meninggalkan parkiran. "Yuk..yuk!"

Kami saling berpandangan. "Kayaknya rencana kita bakalan berjalan lancar." Aku menepuk tangan Annisa dan Sabila bergantian.

"Sepedanya yang mana?" Tanya Annisa cepat. "Tuh yang coklat." Ujarku yang sibuk mengambil sesuatu didalam tas.

"HAHA!" Ujarnya tertawa. "Nis, bentar gue keluarin sepeda gue dulu." Ujarku berbalik.

"What!"
"Nis, itu sepeda gue!" Ujarku sedikit berteriak. "Hah?!" Ujarnya kaget. "Katanya tadi warna coklat."

"Sepeda gue yang ini. Ada coklat dan putihnya."Ujarku menepuk jidat. "Ampun dah gue!"

Annisa nyengir. "Berarti sepeda Kak Nichol yang ini ya!" Ujarnya menunjuk sepeda disamping. "Hooh." Ujarku menyahut.

Sabila terkekeh melihat kami berdua. "Kalau sudah dikasih lem jangan lupa taburkan ini!" Ujarnya mengeluarkan kertas yang dipotong-potong kecil.

Kami bergerak cepat. Mumpung masih sepi dan tidak ada tanda-tanda kedatangan mereka. Manusia-manusia es itu!

"Cepat..cepat!"
Aku semakin bersemangat menaburkan kertas itu pada bagian-bagian sepeda yang sudah dibaluri lem tadi. "Yes berhasil!" Ujarku tertawa.

"Gila.. Gue penasaran sama ekspresi mereka nanti." Ujar Sabila menahan tawanya. "Ssssttt..!"

"Kalau gitu kita balik sekarang. Sampai ketemu besok!" Ujarku sembari kompak dengan mereka. "See you!"

He's STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang