Sudah setahun berlalu sejak terakhir kali aku bertemu dengan Araminta. Gadis berambut coklat panjang itu tak banyak berubah, dia tetap cantik seperti pertama kali kami bertemu. Gadis itu tersenyum padaku dengan wajah manisnya yang hangat di terpa sinar matahari senja, sesekali ia menatap keluar jendela sambil menghembuskan napas rendah.
"saya mencintainya" ucap Araminta dengan tetap mempertahankan senyum di wajahnya.
"amat sangat mencintainya" ulangnya.
"saya juga" kataku menyahut.
"saya mencintainya dengan cara yang menyakitkan"
Araminta mengangguk pelan. Manik-manik matanya meredup, sepertinya ia sudah tahu bahwa hari ini pasti datang. Seseorang berusaha mengambil miliknya.
"lantas siapa yang telah mengambil milik seseorang di sini?" katanya kembali.
Aku tak menjawab.
Dalam hati aku berpikir bahwa gadis ini menyebalkan.
"saya atau kamu?" tanya Araminta kembali.
Aku masih tak menjawab.
Araminta kembali tersenyum.
"kamu" katanya kembali.
Aku memberikan Araminta sebuah daun maple yang tadi kuselipkan beberapa di dalam tas kecilku. Salah satunya berwarna kuning keemasan yang cantik.
"dia milik saya saya sejak awal" kataku kembali.
"saya tidak pernah mengambil sesuatu darimu...saya telah memilikinya jauh sebelum kamu memiliki jantungnya yang berdetak saat ini" kataku kembali.
Aku mengarahkan satu daun maple yang lain kearah sinar matahari yang masuk melalui celah-celah kaca kamar rumah sakit.
"seseorang mengatakan bahwa daun maple adalah bentuk kesetiaan yang menyakitkan. Mungkin itu ada benarnya" kataku balas tersenyum kearah Araminta.
Senyum di bibirnya memudar, Araminta menyadari bahwa jauh di lubuk hatinya ia membenarkan ucapan lawan bicaranya.
"saya memiliki kekuatan untuk percaya pada filosofi daun maple ini, bahwa apapun yang menjadi milikmu akan tetap kembali pulang..meskipun daun maple harus menepati janjinya dengan cara yang menyakitkan"
Araminta terdiam.
Lama sekali hingga secara tak sadar sebulir air mata jatuh dari pelupuk matanya yang mengembun. "saya ingin bersamanya...selama yang saya bisa" Araminta kembali berbicara.
Aku menatapnya Araminta yang tertunduk di atas ranjangnya, tangannya bergetar memegang daun maple berwarna kuning keemasan yang tadi aku berikan.
Aku sudah cukup jahat untuk mengatakan kejujuran yang sebenarnya.
Tapi,
Araminta berhak untuk tahu itu.
Araminta juga harus bangun dari mimpi-mimpinya.
"bisa tolong biarkan saya istirahat sekarang" ucapnya seraya membelakangi tubuhku yang masih duduk tak jauh darinya.
Aku menyetujuinya dan langsung berjalan menuju pintu keluar, di sana Nichol terlihat menunggu aku yang selesai berbicara dengan Araminta. Tanpa mengatakan sepatah katapun aku kembali memeluk Nichol lembut.
"besok gue balik ke Jakarta..mungkin bakalan sibuk karena persiapan ujian sekolah dan persiapan masuk perguruan tinggi. But, its okay life is going on. Tetap di sini dan jaga Araminta, dia lebih membutuhkan lo" kataku sembari melepaskan pelukanku.

KAMU SEDANG MEMBACA
He's STAR
Teen Fiction[ON GOING] - Bintang. Anak baru yang membuat masalah di hari pertama MOS, dan mengibarkan bendera permusuhan kepada Ketua OSIS yang di puja-puja di sekolah. Kegilaannya membuat Nichol sang Ketua OSIS merasa diteror sang Alien dari negeri antah-be...