6. TUA vs BOCAH

220 13 0
                                    

     Aku mengetik nomor telepon dan menyimpannya cepat.

"Si Tua"

     Tulisku sebagai nama kontak-nya. "Drrtt..!" Aku mulai memanggil nomor itu.

     Tidak diangkat. "Siapa?" Sebuah pesan masuk. "Nanya!"  Balasku tertawa.

     Tidak dibalas. Sekitar lima m
enit lebih aku menunggu. "Eh tua!" Ketik-ku lagi dan mulai mengirimkan pesan.

     "Ini gue.. Cewek cantik dan imut sejagat raya!"

     Tetap tidak ada jawaban. "Gue bintang tua. Sombong banget sih? Balas coba?"  Ujarku kembali mengirim pesan.

Masih tidak dibalas. No respon!

     "Gue serius. Balas atau berkas-nya gak gue bawa besok!" Ujarku mengancam.

    
1 Pesan baru.

Akhirnya dibalas juga. "Bawa berkas-nya besok. Kalau gak.." Ujarnya membalas.

     Aku membalas pesan itu cepat. "Kalau gak kenapa?"

     "Kalau enggak saya tembak kamu di lapangan." Balasnya.

     Aku melotot membaca pesan itu. "Tembak apa? Maksudnya apa?"

     "Eh tua! Jangan macam-macam ya lu!" Ujarku kaget.

     1 pesan baru.
Aku tidak berani membuka pesan itu. "Jangan dibuka deh. Biarin aja!" Ujarku melempar ponsel kesamping.

     2 pesan baru.
Tanganku meraih ponsel itu cepat. "Huh!" Ujarku menarik napas panjang.

"Masa kamu gak mau sama saya?"

Aku merinding membaca pesan pertama itu. Segera aku membuka pesan selanjutnya dengan tangan gemetar.

"Eh bocah! Jangan salah paham ya. Itu kakak gue yang ngirim pesan."

     Aku melotot membaca pesan masuk itu. "Ini yang mana sih yang benar? Seriusan horror tahu gak!"

     1 pesan baru.

Aku membuka-nya cepat. "Jangan mikir macam-macam itu tadi beneran kakak gue yang balas. Paham bocah?"

     Aku manyun. "Gue tahu kok. Biasa aja kali. Dasar tua!" Balasku kemudian.

"Jangan lupa besok bawa berkasnya." Ujarnya lagi. "Iya iya tua!" Balasku.

     Aku meletakkan ponsel kesamping tempat tidur, dan langsung membereskan buku untuk pelajaran besok.

     "Jangan lupa berkasnya. Nanti dimarahin si tua!" Batinku sembari memasukkan berkas itu kedalam tas.

***

     "Eh kumpulin PR gue ya, gue mau keruangan OSIS dulu!" Ujarku panik. "Iya..iya elu berangkat dah sana!" Ujar Annisa mengambil buku-ku. "Eh..eh tang jawaban nomor lima mana?" Tanya Annisa lagi.

He's STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang