"tok..tok..tok!"
Aku berkali-kali mengetuk pintu rumah Nichol. "Tante Andien...!" ujarku kembali mengetuk pintu. "gak usah manggil, percuma." Ujar Nichol buka suara. "kenapa?" tanyaku cepat. "mamah kamu keluar kota kan?" ujarnya balik bertanya. Aku melotot. "jangan-jangan..." belum sempat aku menyelesaikan kalimatku Nichol lebih dulu mengangguk.
"Bibi!" Panggil Nichol dari pintu samping. "iya den Nichol, sebentar." Sahut seseorang dari dalam. "asisten rumah tangga lo?" tanyaku padanya. "iya." balasnya singkat. "oh kirain pacar." Sahutku asal. "tasss!" jitakan dari Nichol mendarat mulus di kepalaku. "awwww!"
"eh, den Nichol. Masuk-masuk!" ujar Asisten rumah tangga Nichol membuka pintu, dan segera mempersilahkan masuk. "Bintang, Bi." Ujar Nichol buka suara ketika melihat Bibi kebingungan melihatku yang berdiri di samping Nichol. "eh iya masuk Nak Bintang. Bibi bikinkan teh hangat dulu ya." Ujarnya permisi kedapur. "terimakasih ya Bi." Ujarku ramah.
"kamar lo di mana?" tanyaku datar. "di atas." Balasnya singkat. "yaudah gue bantuin dulu sampai atas, habis tuh gue pulang. Nanti gue bilang sama Bibi kalau elo lagi sakit, jadi Bibi bisa jagain elo kalau butuh sesuatu." Ujarku memegang bahunya. "siapa bilang gue mau keatas?" ujarnya menepis tanganku kasar.
Ia berjalan menuju sofa dan merebahkan tubuh di atasnya. "yaudah kalau lo mau pulang, pulang aja." Ujarnya kemudian. Aku melotot. "kenapa elo gak mati aja sih?" ujarku gregetan. Tak percaya kalau dia mengusirku secara tidak langsung. "hah, sama-sama ya!" ujarku menekankan kata 'sama-sama' itu.
Belum habis bertengkar, Bibi sudah datang menghampiri kami dengan membawa nampan berisi dua teh hangat. "diminum dulu." ujarnya meletakkan di atas meja. "terimakasih Bi." Ujarku yang kedua kalinya. "iya, diminum ya nak Bintang, den Nichol." Ujar Bibi tersenyum, sebelum pamit kebelakang lagi.
Jam 17.15 WIB.
"Bil, elo di mana? Udah di rumah gue?" aku mengirimkan pesan singkat padanya.
1 pesan baru...
"belum, nih gue mau berangkat." Balas pesan masuk itu. "bil, lo mau gak jemput gue, di rumah Nichol. Lo tahu kan jalan Merdeka No. 17 A." aku kembali mengirim pesan.
Tidak ada balasan. Aku meletakkan ponsel ke atas meja. Sesekali menyeruput teh buatan Bibi. "saya mau nanya." Tiba-tiba suara Nichol terdengar di gendang telingaku. "nanya apa?" jawabku malas. "Kenapa kamu gak pergi sama Dia, dan gak biarin saya pulang sendiri?" tanyanya kemudian. Aku menghela napas panjang, paham kalau kata 'Dia' yang Nichol maksud adalah Putra.
"lo mau tau alasannya?" aku memandangnya serius. Ia mengangguk kecil, dengan wajah datar tapi tetap songong. "gue cuman ngerasa kalau Putra bisa mengurus masalahnya sendiri. karena dia dewasa dan tahu apa yang harus dia lakukan. Walaupun gue baru kenal, tapi gue tahu kok kalau dia lebih dewasa sekalipun pembawaannya kayak gitu. tapi elo, seandainya gue pergi sama Putra tadi, mungkin bersihin luka aja lo gak bakalan mau. Mungkin juga lo bakal nginap di sekolahan." Ujarku emosi sendiri mengingat kejadian tadi.
"Kadang gue bingung sama lo, orang bisa ngelihat kelebihan lo, tapi gak pernah tahu kekurangan lo. gue gak peduli kelebihan lo, karena gue gak bisa memiliki kelebihan itu. tapi kekurangan lo, gue selalu punya cara untuk bisa lebih unggul dari kekurangan lo itu." ujarku panjang lebar.
"intinya, gue gak percaya kalau lo lebih dewasa dari gue. Sekarang jujur, umur lo berapa?" tanyaku padanya. Ia diam, tidak menyahut. "seventeen?" tebakku. Ia mengangguk. "tuh kan sama kayak gue." Anggukku kemudian. "pantas aja lo gak mau sama teman-teman seangkatan lo, ternyata lo masih bocah juga sama kayak gue. Ck..ck!" aku berdecak pelan. "dasar, ternyata mereka ketipu sama kelas lo, padahal sebenarnya seumuran gue. Seharusnya teman-teman gue jangan manggil Kak Nichol, tapi adek Nichol aja!" ujarku terkekeh.
Ia memasang wajah dingin. "lucu ya?" tanyanya. Aku mengangguk. "luculah. Lucu banget!" ujarku tak berhenti tertawa. "sekarang kita lihat, apa lo masih bisa tertawa.." ujarnya terhenti. "sekarang dengarin baik-baik." Ujarnya serius sekali. "would you be mine?"
Kalimat itu dengan jelas terdengar di telingaku, membuatku mematung tak bergerak. "pasti gue salah dengar." Ujarku tertawa. "Nic, lo bercanda kan?" tawaku renyah, berusaha bersikap biasa saja.
"TEEEEEEETTTTTTT!"
Aku berdiri cepat, mengambil ponsel dari atas meja dan ijin pulang. "gu..gue pulang dulu, Sabila udah jemput. Thanks teh hangatnya, bilang sama Bibi." Ujarku tak kuasa menahan gugup. "Tang!" panggil Nichol lagi, menghentikanku yang hendak menyentuh gagang pintu. "boleh gue ambil satu gelangnya?" ujarnya berdiri tepat di belakangku.
Aku mengambil gelang itu cepat dari saku bajuku. "Nih." ujarku memberikan keduanya. "yaudah gue pulang!" kali ini tak kubiarkan siapapun menghalangiku. Intinya aku hanya ingin pergi sejauh-jauhnya dari Nichol.
"lo ngapain di sini?" tanya Sabila membuka helm-nya. "ceritanya panjang, gue ceritain di rumah." sahutku langsung naik keatas motor. "eh..eh pelan-pelan napa sih?" ujar Sabila yang hampir jatuh menahan tubuhku ketika menaiki motor. "yaudah jalan cepet!" balasku terlihat gelisah. Berkali-kali memukul pundak Sabila agar cepat tancap gas dari rumah Nichol.
Langit senja menyambut kami hangat, cahaya kuningnya bagaikan lampu yang menerangi hamparan bumi yang luas, tapi tidak lama. sebentar lagi cahaya bulan akan menggantikannya. "Annisa udah nunggu di rumah lo, katanya gak mau kesorean. Eh tahu-tahu yang punya rumah yang datang sore." sindir Sabila unfrontal. "iya, maaf. Nanti gue jelasin semuaaaaanya!" ujarku memanjangkan kata 'semuanya'.
*Update-nya lebih cepet dua hari, gak apa-apa kali yak. soalnya hari minggu ane syibuk.wakwakwak!
oh iya, jangan kaget ya kalau tiba-tiba Nichol ngomong gitu, ini belum ending kok pemirsa.. HOHO.
Well, Happy Reading!
Don't forget to voment yes. ❤

KAMU SEDANG MEMBACA
He's STAR
Teen Fiction[ON GOING] - Bintang. Anak baru yang membuat masalah di hari pertama MOS, dan mengibarkan bendera permusuhan kepada Ketua OSIS yang di puja-puja di sekolah. Kegilaannya membuat Nichol sang Ketua OSIS merasa diteror sang Alien dari negeri antah-be...