37. Flashback

28 2 0
                                    

13 tahun yang lalu...

Seorang wanita paruh baya berjalan menghampiriku, beliau memelukku saat menemuiku duduk di ayunan taman bermain. “Nak.. ibu gak bolehkan ya Bintang nakal.” Ujarnya seolah-olah mengintimidasiku lembut.

Aku menggeleng, “Bintang gak nakal.”
“Sayang… kalau kamu berantem kayak tadi kamu bisa jadi anak nakal.” Ujarnya masih dengan wajah ramah.
“Ibu… Bintang kesal, Leo terus mengganggu Angga. Padahal Angga gak salah apa-apa. dia sampai minta jajan Angga dan marahin Angga.” Ujarku saat menunggu Mamah menjemput.

“tapi gak boleh memukul teman seperti tadi…Leo sampai menangis.” Ujar beliau lagi. “Leo menangis saat aku tonjok satu kali. Lalu bagaimana dengan Angga yang setiap hari diganggu sama Leo? Angga baik sama Bintang. Dia selalu bantu Bintang kalau Bintang ada PR, makanya Bintang mau bantu Angga supaya Leo gak nakal lagi sama Angga.” Sahutku polos namun melebihi batas usiaku.

Sepertinya kedewasaan berpikir mulai tumbuh di otak anak yang baru mau menginjak sekolah dasar ini.
Ternyata saat aku tengah berbicara seorang anak juga sedang menunggu jemputan tak jauh dari tempat kami berada. Anak laki-laki bernama Angga itu. Sosok pemalu yang selalu menjadi bahan ejekan teman-temannya.

Tak lama setelah kami mengobrol anak laki-laki itu berlari menuju gerbang, ia berlari melewati kami. “Angga!” teriakku. Sementara itu ia masih terus berlari tak menghiraukan dan segera masuk kedalam mobil yang telah menunggu di depan gerbang. “Bu, Bintang pulang ya.” aku pamit dan segera berlari mencari Angga.

Cepat-cepat aku berlari mengejarnya hingga tak sengaja tersandung batu yang cukup besar. “aw!” aku menjerit dan menahan sakit lututku. “Angga..” aku kembali bangkit dan berlari kedepan gerbang. Namun sayang Angga sudah tidak ada.

Tak lama setelah itu Mamah datang menghampiriku, ia melihat lututku yang berdarah dan segera menanya-nanyaiku, namun aku hanya menjawab jika aku tak sengaja tersandung.

Sebenarnya… alasan mengapa aku mengejar Angga hari itu adalah karena aku ingin pamit padanya. aku akan segera pindah dari Jakarta untuk sementara waktu. Namun lama atau tidak aku juga tidak tahu. hanya saja… hari itu adalah hari terakhir aku melihatnya. Begitu pula dengannya. Aku bahkan tak pernah bisa menunjukkan wajahnya pada Mamah, karena bu guru memberikan sebelah foto saja akibat Leo yang tak sengaja merobek lembaran foto itu. namun, aku ingat jika Angga memiliki foto itu utuh. Itu karena Angga meminta Mamahnya untuk mencetak foto itu. akupun ingin, namun aku sudah lebih dulu pergi meninggalkan sahabatku itu, meninggalkan Angga yang payah yang mungkin saja akan menjadi korban Leo lagi dan lagi.

***

Dua bulan kemudian…

Setelah surat yang Nichol kirimkan kepadaku sampai, aku baru berani membalasnya sekarang.  Mungkin butuh melewati hari-hari panjang untuk mengisi kekuatanku. 

Sungguh,

Aku selalu berusaha agar tetap mampu. 

Namun, 

Aku tak berbohong jika aku sebenarnya belum semampu itu. 

Hai Nic,

Gue baik-baik saja.

Gue turut bahagia atas pertunangan lo dan Aramita, dan gue juga bersyukur karena lo menepati janji lo untuk memberikan kabar. Gak terasa sudah satu tahun lebih… dan sedikit banyaknya waktu merubah keadaan disini.

Oh iya, ada kabar bahagia juga dari gue… yaitu gue sekarang gabung di OSIS lagi, kali ini benar-benar menjadi sekretaris tetap. Gak ada lagi sekretaris dadakan kayak tahu bulat digoreng dadakan. Hehe.

He's STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang