10. The coldest feeling

174 12 0
                                    

Senin pagi, jadwal rutin untuk melaksanakan upacara bendera. Aku menyusul sabila dan annisa yang berlari cepat menuruni anak tangga. "buruan tang, udah bel itu. ntar kita dihukum lagi!" ujarnya Sabila penuh kekhawatiran. "i..iya." sahutku berusaha menyeimbangi langkah kaki mereka.

Hari ini sinar matahari terlihat lebih agresif dari biasanya. suhu panas yang seharusnya dirasakan waktu jam sepuluhan kini sudah kami rasakan meski baru jam tujuh.

Meski baru berdiri lima belas menit berdiri di bawah teriknya, tapi itu sudah cukup membuatku pusing dan mual.

Kakiku terasa lemas, perutku terasa perih sekali. entah karena tidak sempat sarapan atau apa, tapi mungkin penyakit mag-ku mulai kambuh karenanya. "bintang, kamu gak apa-apa?" tanya ibu wali kelas kami memegang pundakku pelan.

Aku menggeleng. "gak kok bu." Ujarku sambil berusaha menahan perih di perut. "yakin?" ujar didin dari belakang. " iya, gue gak apa-apa." Sahutku lemas. "kalau sakit lebih baik istirahat aja, ntar malah kenapa-napa." Ujar sabila ikut menyahut.

Aku tidak menepis ucapan mereka. Rasanya sakit yang sedari tadi bersarang di perut mulai merambat kekepalaku, sehingga membuat pandanganku berubah menjadi sedikit gelap. "eh kok gelap sih.." Ujarku terpotong.

Teman-temanku mulai panik ketika melihatku tersungkur ketanah. Lututku mulai lemas, mataku terasa berat sekali. "bintang!" teriak mereka panik. "petugas UKS kelas berapa sih? kok gak ada yang kesini." Ujar Annisa mulai panik melihat wajahku yang semakin pucat. "Permisi!" ujar suara membuat teman-teman yang sedari tadi mengerubungiku spontan memberikan jalan. "angkat ketandu." Ujar salah seorang lagi berbicara.

aku tidak sadarkan diri beberapa saat. "bintang?" panggilnya. "bintang?"ulangnya lagi. sesekali aku merasakan tepukan kecil di lenganku. "bintang?"

aku membuka mataku perlahan. "hmm?" balasku pelan. mereka terlihat lega, dan dengan sigap membawaku menuju keruangan UKS.
Sesampainya di ruangan UKS, penjaga piket yang sedang tiduran di atas kasur langsung cepat-cepat bangun. "siapa yang pingsan Nic?" tanya salah seorang dari mereka. "Anak kelas sepuluh dua." Balasnya datar. Seperti biasanya.

"daripada bengong mending belikan teh hangat gih!" ujar kak Fiona memberikan instruksi pada petugas nganggur di dekat meja piket. "i..iya. yuk dani buruan temenin gue beli teh ke kantin!" ujarnya sambil menarik lengan temannya. "ih.. biasa aja dong, men eat men beud sih lu!" balasnya mengeluarkan bahasa alay bin lebay kekinian. Kids jaman now.

"alay banget cih lu cuk!" ujarnya tertawa. "sama-sama alay udah diam." Ujar kak willy salah satu petugas piket UKS senin ini, sekaligus teman sekelas Nichol. "yaudah tolong belikan dulu tehnya." Ujar Nichol buka suara.

Walaupun aku tengah menutup mata karena masih terasa berat, tapi telingaku masih aktif bekerja. Sehingga percakapan di antara mereka sangat jelas kudengar. "gue balik dulu kelapangan. Lo sama Fiona gak apa-apa kan?" tanya kak willy pada Nichol. "Ya." Balasnya singkat.

Setelah dua orang penjaga UKS yang disuruh oleh Kak Fiona untuk membeli teh tadi kembali,  Kak Fiona segera memberikan teh hangat itu padaku. "diminum dulu dek, pelan-pelan." ujarnya membantuku duduk. "lo tadi sempat sarapan gak?"tanyanya lagi. "belum." ujarku menggeleng.

Kak Fiona mengangguk. "yaudah, makan roti dulu deh ya buat mengganjal perut. Entar pas udah agak mendingan baru makan nasi." Ujarnya mengambil roti yang entah darimana sudah tersedia di atas meja. "nih, makan." Ujarnya memberikan padaku. aku mengambilnya pelan. "makasih ya kak."

Setelah mengisi perut dengan roti dan teh hangat, tubuhku mulai lebih segar. sakit di kepala yang sedari tadi menyerangpun mulai berangsur-angsur berkurang. "yaudah ya Nic, lo jagain dia dulu. gue mau ke lapangan lagi." ujar kak Fiona mendongak melihat Nichol yang semakin hari semakin tinggi. Entahlah, mungkin karena kurus makanya ia terlihat tinggi sekali.

He's STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang