16. Fakta menyedihkan

146 14 0
                                    

Lima hari lagi lomba di SMA 1 Nusa akan segera tiba. Seluruh peserta lomba yang terpilih semakin giat berlatih. Termasuk Annisa dan Sabila.

Annisa yang paling sering ditegur karena gerakannya sering salah hanya memasang wajah mangut-mangut ngerti ketika pelatih dari sanggar memarahinya. "Annisa, fokus!" teriak pelatihnya. "ya.. ulang. Satu..dua..tiga..empat!" ujar pelatihnya mulai menghitung.

Aku beralih menuju lapangan utama. Di sana tampak Sabila yang sedang menutup wajahnya dengan topi karena sinar matahari sedang terik-teriknya. "ingat, jangan sampai ada yang menambah gerakan. Semua siap! Ikuti Siska di depan." Ujar Bu Fani, pelatih Drum Band. "dan Siska, fokus jangan jatuh lagi tongkatnya!" ujarnya menatap Siska, sang mayoret.

"hah.." aku menghela napas panjang. "apa cuman gue yang kesana karena panitia doang? Duduk di kursi doang." Ujarku mengeluhkan kegelisahan yang aku rasa selama beberapa hari ini.

"OKE SEMUA BISA ISTIRAHAT!" teriak suara dari ruang tari. Aku segera berdiri dan menunggu Annisa muncul dari balik pintu. "gimana Nis?" tanyaku langsung ketika melihat wajahnya muncul. "hah.. cape tahu Tang, harus inilah.. itulah. Encok pinggang gue!" ujarnya sembari memegangi pinggang.

"Sabila mana? Belum istirahat juga?" ujar Annisa melihat kearah lapangan utama. "belum." sahutku sembari mengambil tisu dari saku. "minta!" Annisa langsung mengambilnya. "Nis, gue belum!" ujarku kaget.

"minta satu doang. Nih..Makasih!"

"yaaa!"

"Tang, gue minta tisu." Ujar Sabila tiba-tiba muncul dengan tampang amburadul. "panas banget harinya. Gila gak kuat gue!" ia langsung membuka topinya yang sedari tadi tak lepas saat latihan. "tisu..tisu!"

Aku memberikan tisu itu padanya. "seribu ya, baru gue beli tadi. masih baru soalnya." celutukku cepat. "gak jadi, gue balikin!" ujar Sabila memberikan tisu bekas keringatnya. "iyuhh!" ujarku mundur beberapa langkah.

"Habis pelit banget sama teman sendiri." ujarnya tertawa. "yaudah..yaudah kantin yuk! Sekalian istirahat." Ujar Annisa menarik kami berdua.

Di kantin.

"duh.. penuh banget. Gak ada tempat duduk lagi." ujar Annisa merengut. "gimana dong?"

Aku celingak-celinguk mencari meja, siapa tahu pandangan Annisa bermasalah dan sebenarnya masih ada meja yang kosong. "eh..eh tuh ada dekat kak Nadia." Ujarku pada mereka berdua. "yaudah yuk kesana!"

Benar kan, masih ada yang kosong. Sudah kuduga kalau Annisa melihat hanya sekilas mata memandang. Tidak benar-benar teliti mencari peluang.

"Bintang?"

Aku tersenyum sesaat ketika kak Nadia menyapaku. "bo..boleh gabung di sini kak?" tanyaku ragu. "silahkan." Jawabnya ramah. "boleh banget kali Tang, lo kira kita siapa. Kita kan partner. Jangan sungkan-sungkan gitu." Ujar kak Fiona yang tiba-tiba muncul dari bawah meja. "lho.. kak Fiona?" ujarku kaget.

"hehe, kaget ya?" ujarnya nyengir. "Fiona lagi ngambil kertas lirik, tadi jatuh ketiup angin." Ujar kak Nadia menjelaskan, mewakili kak Fiona.

"oh iya Tang, kita pesan dulu ya. Lo mau apa?" ujar Annisa menyenggol lenganku. "ah.. orange juice aja deh. Tolong ya!"

"makan?"

"Roti aja. Kek biasa." Balasku lagi. "Yaudah yuk Bil, temanin gue!" ujarnya menarik lengan Sabila. Memaksa.

Akhirnya hanya kami bertiga di meja yang cukup luas ini. Kak Nadia, Kak Fiona, dan aku sendiri. "by the way, tenggorokan lo masih sakit Fin?" tanya kak Nadia memulai percakapan. Sementara Kak Fiona hanya sibuk membolak-balik kertas di tangannya. "kurang sih, tapi masih gimana gitu." Ujarnya refleks memegang leher.

He's STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang