35. Friend or Luv

41 2 0
                                    

Satu tahun berlalu—semuanya memang tak benar-benar berubah. hari-hari yang pernah terjadi di saat-saat kemarin juga tak lagi menggores dadaku, aku kembali ceria seperti sedia kala. Meskipun pernah ada luka yang mengaga, namun semua telah pergi bersama kenangan menyakitkan yang takkan lagi kubuka. Lembaran itu telah tertutup rapat.

Aku mengetuk-ngetuk pulpen di atas meja, rapat kali ini terasa sangat membosankan. “acara ulangtahun sekolah tahun lalu sangat meriah dan mendapatkan kesan positif, jadi gue harap tahun ini gak kalah seru dari tahun kemarin…” ucap Alex, ketua OSIS baru SMA 1 Garuda.

“tolong sekretaris, koordinir semua koordinator panitia kegiatan perdevisi, dan berikan catatan anggota-anggotanya.” Alex menangkap basah aku yang sedang menguap, “hoaaaa-sip, Lex.” Sahutku sembari menutup mulut cepat.
Tak kusangka tugas sekretaris ini kembali dipegang olehku, ah aku menyukainya. Meskipun mungkin aku adalah sekretaris termalas yang pernah ada, tapi untuk urusan tugas, selambat mungkin pasti kukerjakan.

Rapat berakhir tepat pukul setengah empat, dengan semangat aku ikutan ngacir keluar ruangan bersama anak-anak yang lainnya. “oh iya lupa,” aku kembali memutar haluan, menemui Alex di ruangan OSIS.
“Young lex!” teriak ku dengan memplesetkan namanya,  “ho-oh. Apa Banteng?!” sahutnya usil, ia membalasku. “hehe, sorry… gue cuman mau nanya, kegiatan ulang tahun nanti ngundang alumni gak?” tanyaku semangat. “kenapa? lo nungguin Nichol ya?” Alex membungkam mulutnya seketika. “eh keceplosan.”

“untung tua lo, kalau seumuran udah gue habisin.” Aku memanyunkan bibir kearahnya. “heeee, kemarin aja gue lihat lo di bully adek kelas,” sanggahnya cepat. “bodo amat.” Sahutku dengan langkah kaki menjauh. Memang ketua OSIS yang semena-mena, dasar young lex, gerutuku sepanjang jalan.

Aku membuka berkas-berkas yang dulu pernah Nichol pegang, disitu memang ada dibuat rencana undangan untuk alumni—tapi apa tahun ini Alex juga mengadakan agenda itu. “huftt—udahlah kalau diundang juga belum tentu dia datang.” Aku mengangkat bahuku pelan, pasrah.

“Sore!” seseorang mengagetkanku di depan pintu gerbang sekolah, nyaris saja aku mengeluarkan jurus tonjokan andalanku, “mati gak!” ujarku kaget.

“hidup kok,” sahutnya dengan senyuman mengembang diwajah.

“hiiiy, kesel gue. kenapa sih pakai ngagetin gue? kalau gue mati karena serangan jantung gimana?” aku melotot kearah Dion yang tak memasang tampang bersalah sama sekali. “gak-lah. lo kan kuat.” Ia mengangkat tangan kanannya dengan senyum yang tak juga luntur dari wajahnya.

“lo tuh dari tadi senyum-senyum kenapa?” tanyaku mulai mendorong sepeda keluar dari gerbang. Ia mengikuti sambil meletakan kedua tangannya di belakang, “gue…” ujarnya membiarkan kalimatnya mengambang, “apa?” tanyaku sedikit penasaran. “gue….”

“APA SIH?” aku memandang kearahnya, “udah deh gue penasaran nih.” Ujarku rada kesal karena ia terus menggantung kalimatnya.
“buat lo.” ia memberikan beberapa tangkai bunga mawar berwarna merah muda, “untuk apa nih?” tanyaku bingung.

Masih dengan senyum yang mengembang di wajahnya, Dion memaksaku untuk menerima bunga pemberiannya itu, “ucapan terimakasih.”

“terimakasih untuk?” tanyaku memandang ke pelupuk matanya. “HAAA?” belum sempat ia berbicara aku tiba-tiba tersadar akan sesuatu, “lo serius?” tanyaku tak percaya.
Dion mengangguk sambil tersenyum, “iya gue menang kontes itu.”

Aku yang terlalu bersemangat segera melepaskan genggaman tanganku pada stang sepeda dan langsung memeluknya erat, “aaahhhhh gue seneng banget!! selamat Dion selamat!!!!!”

“thanks ya.”

Aku melepaskan pelukanku dan langsung menerima bunga pemberian darinya, “hmmmmm.. gue terharu akhirnya lo menangin kontes itu. selamat ya…selamat.” Ujarku menepuk-nepuk bahunya keras.
Cukup lama untuk meredakan rasa deg-degan di dadaku, rasanya kemenangan Dion adalah kebahagianku juga. Bagaimana tidak, Dion membiarkanku membantunya menuliskan lirik-lirik lagu untuk ia ikutkan ke kontes, dan sedikit demi sedikit kami merangkainya bersama-sama. Lirik itu bukan hanya cerita tentangnya, tapi tentangku yang pernah bergelut dengan luka.
Jadi seseorang dengan baik hati membawakannya untuk diperdengarkan kepada orang banyak sebagai inspirasi, dan orang itu adalah Dion.

He's STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang