“teman masa kecil lo?” tanya Dion dengan wajah tak tenang. Sementara itu aku hanya menangguk kecil sambil menyeruput jus alpukat yang baru kubeli tadi. “iya, namanya Leo.” Sahutku enteng.
Dion tak merespon, dahinya berkerut, sudah pasti ia tengah berpikir keras saat ini. “kenapa lo mau?” tanyanya lagi.
“namanya juga gratis.” Sahutku enteng, seenteng minumanku yang nyaris habis. “memang kenapa sih?” tanyaku penasaran dengan ekspresi Dion yang terkesan berlebihan.
“lo gak mikir dia kan cowok.” Jawabnya sedikit dingin.
“ya terus kenapa? lo juga cowok kan?”
Dion menatap simpul kearahku, “lo kok nyamain gue sama dia?”“ya emang bener kan? Emang lo cewek? Enggak kan, yaudah si.” Jawabku malas.
Hari ini aku memang sedang kedatangan tamu bulanan, jadi sensi nya Dion masih kalah dengan sensiku yang bisa datang kapan saja, yah meskipun pasti menyebalkan kelihatannya.
“gue bakal ngantarin lo kesana.” Ujarnya tiba-tiba memutuskan sepihak. “enggak usah, lo kan ada acara nanti.” Ujarku menolak cepat. “acaranya bisa dibatalkan.” Ujarnya bersikeras. “gak usah repot-repot Dion, lagian gue bisa sendiri.” ujarku mencoba menjelaskan bahwa aku akan baik-baik saja nanti.
“lo dengar gak? gue bilang gue temanin. Gak usah sok-sokan pergi sendiri.” ujarnya tiba-tiba menjadi sosok yang dingin dan ketus.
“lo kenapa sih, Dion?” tanyaku sedikit kesal dengan nada bicaranya, “gue gak suka ganggu acara lo nanti, makanya gue bilang gue pergi sendiri aja.”
“lo ngeyel ya, Tang.” Dion memukul meja sedikit keras hingga membuatku tersentak kaget, “kalau lo kenapa-napa nanti gimana? Siapa yang mau bantu? Lagian lo gak bisa percaya sama dia sepenuhnya. Lo baru ketemu dia kemarin.”
Aku berdiri dari kursiku cepat, “mau gue kenapa-napa apa peduli lo? mau gue percaya atau enggak apa masalahnya sama lo? mau gue baru ketemu kemarin atau hari ini apa hubungannya sama lo? jujur, ini pertama kalinya gue benci ngelihat lo kayak gini. Gue gak suka cara lo yang kayak gini. Lo over dalam segalanya, termasuk melindungi seseorang. Kalau lo mau over jangan sama gue, lebih baik sama orang yang lo suka yang pernah lo ceritain sama gue. Gue gak perlu lo lindungin, karena gue bisa ngelindungin diri gue sendiri.” aku menahan air mataku agar tidak tumpah, entah mengapa berat sekali agar tidak menyakiti hatinya, namun walau bagaimanapun kata-kataku tak bisa ku kontrol lagi, semuanya keluar begitu saja.
“gue permisi.” Ujarku berlalu meninggalkannya.
***
Saat semua anak-anak tengah sibuk dengan kegiatan di kelas, aku harus ijin keluar dan merelakan diri agar belajar sendiri saat dirumah karena rapat yang Alex jadwalkan. Kadang aku heran dengan Alex, mengapa ia selalu mengambil waktu rapat di jam-jam pembelajaran, seharusnya aku memang senang, tapi ini selalu berulang hingga meminjam catatan Sabila seolah telah menjadi rutinitasku. “maaf ya teman-teman karena gue ngambil jam pelajaran kalian, sebetulnya pengen sore habis pulang sekolah. tapi berhubung banyak teman-teman yang udah capek jadi dipercepat beberapa jam dari jam pulang.” Ujar Alex saat memasuki ruangan.
Sementara itu aku hanya duduk memangku dagu di kedua tanganku, “gue udah bikin proposalnya, udah gue taruh di lemari lo.” ujarku tanpa menoleh kearahnya. “good.” Sahutnya santai.
Meskipun sebagian yang lain masih belum datang, Alex sudah mulai memimpin rapatnya, ia mulai menjelaskan acara-acara yang akan kami persiapkan nanti, mulai dari lomba saat hari kartini hingga acara perpisahan kelas tiga nanti. “ya… jadi teman-teman ada yang mau ngasih ide buat acara nanti?” ujarnya mulai meminta pendapat rekan-rekan yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's STAR
Fiksi Remaja[ON GOING] - Bintang. Anak baru yang membuat masalah di hari pertama MOS, dan mengibarkan bendera permusuhan kepada Ketua OSIS yang di puja-puja di sekolah. Kegilaannya membuat Nichol sang Ketua OSIS merasa diteror sang Alien dari negeri antah-be...