D U A P U L U H S E M B I L A N

351 16 1
                                    

HAPPY READING!!!

"Kau tidak tahu tentang siapa diriku sebenarnya, tentang apa yang aku alami selama ini, so, i hope you stop judge me."


Dari sekian banyaknya bintang di langit, hanya ada satu bulan bersinar dengan terang. Dari sekian banyaknya makhluk di muka bumi ini hanya ada satu membuat hati terpikat dan itu berlaku selamanya.

Malam ini Zero duduk menatap langit dari taman rumah sakit, rumah sakit? Ya seperti biasa Zero akan selalu menyempatkan diri mengunjungi sang pujaan hati meski tidak ada balasan dari seseorang itu.

Terasa hampa seperti malam malam biasanya, tidak ada yang spesial. Zero mengusap kasar wajahnya berkeluh dengan semua apa dialaminya.

"Kenapa harus gue terus sih!?" ucapnya frustasi, ia tidak sanggup lagi jika harus merasakan penderitaan seperti ini terus.

Keluarganya pergi meninggalkannya sendiri bahkan sampai sekarang tak kunjung kembali kepadanya, sudah hampir tiga tahun mereka tidak pernah mengunjungi Zero jangankan mengunjungi memberi kabar bak sekata pun tidak pernah. Uang dan uang hanya itu diberikan kepadanya Zero tidak membutuhkan uang ia butuh kedua orangtuanya ada disisinya dan mendapatkan kasih sayang utuh bukan uang.

"Zil, kapan lo bakal sembuh. Mungkin mustahil tapi gue mohon sembuh buat gue," sambung Zero lirih, inilah seorang Alzero Brathadikara Abelvan rapuh tak tersentuh. Lelaki yang setiap harinya memberi seribu pesona kepada kaum hawa, bersifat dingin, bengis dengan tatapan selalu tajam ini ternyata mempunyai banyak masalah dalam hidupnya.

Orang bisa menjudge dia namun mereka tidak tahu bagaimana kehidupan aslinya, Zero bukanlah cowok kuat ia rapuh, seperti kayu lapuk yang butuh tiang untuk bersandar itulah Zero, membutuhkan pundak yang siap menampung segala keluh kesahnya, mendengarkan setiap apapun masalah terberatnya bukan hanya tempat untuk bercerita namun sebagi rumah dimana ia harus kembali. Namun belum ia temukan siapa pemilik tuan rumah itu siapa orang siap sedia menampungnya dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

"Beri tahu gue gimana rasanya bahagia lagi!!!!" teriak Zero tanpa peduli tatapan tajam para suster dan pasien di taman itu.

Bangkit lalu pergi dari sana, menulusuri setiap lorong lorong rumah sakit dengan lampu remang remang diatasnya, tujuannya kamar tempat sang pujaan hati dirawat.

"Gimana kondisinya?" tanya Zero sesampainya disana kepada suster yang sedang menanganinya keluar dari ruangan tersebut.

Suster itu menggeleng samar, "seperti biasa, tidak mau makan, mas." Zero mengangguk.

🌼

"Haii," sapa Zero mengangkat sedikit tangannya keatas kepada orang didepannya.

Senyumnya mengembang melihat sosok Zero berada didepannya, perlahan ia bangkit berjalan sempoyongan menuju Zero lalu memeluknya.

Grep

"Kangen sama Evan," ucapnya seperti anak kecil sambil memanyunkan mulutnya sedikit kedepan dibalik punggung Zero.

"Evan juga kangen Ila," balas Zero, mengusap usap lembut dan penuh kasih sayang kepala gadis dalam pelukannya ini.

"Evan jahat, ngak nengokin Ila." Zero terkekeh mendengar suara kekanak kanakan gadis di depannya. "Ih, Ila ngambek nih, Evan ngetawain Ila mulu."

Alzero Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang