E M P A T P U L U H

315 17 4
                                    

HAPPY READING!!!

"Hidup ini berjalan maju seiring dengan waktu, bukan mundur mengikuti arus surut."




"Dok, ini sudah sebulan lebih tapi kenapa putri saya tak kunjung membuka matanya?." Pertanyaan itu keluar dari mulut seorang wanita paruh baya dengan mata yang sedikit berkaca kaca, disampingnya suaminya merangkul bahunya.

Dokter itu mengambil map coklat tua yang ada di atas meja, membukanya lalu menunjukkannya kepada mereka.

"Dari hasil lab yang kita lihat pada sel otaknya mengalami kerenggangan di sel saraf dan urat uratnya, jadi membutuhkan banyak waktu untuk kembali merekam dan memproses pada otaknya," jelas dokter, mereka memahami dan memperhatikan gambar yang di tunjuk dan di jelaskan.

"Kenapa bisa seperti itu dok?." Aris membuka suaranya, semakin hari bukannya semakin baik tambah semakin melemah kondisi Zena. Tidak ada perkembangan.

"Setelah kami teliti lebih dalam lagi, dalam kepalanya ternyata mengalami benjolan, dan ada bulatan kecil yang tumbuh di dalamnya." Tunjuknya, pada gambar bulatan putih di sana.

"Berikan yang terbaik, saya percayakan semuanya pada anda." Dokter itu pun mengangguk, ia akan berusaha sebaik mungkin demi pasiennya.

"Saya usahakan sebaik yang saya mampu, mohon doanya," pintanya.

"Itu pasti dok," balasnya sambil tersenyum.

🌼🌼🌼

Zero meletakkan setangkai bunga mawar merah di atas nakas dekat brankar Zena, setiap hari ia tidak pernah absen untuk mengunjungi Zena.

Di raihnya kursi, duduk ia tepat di samping Zena, menatap dengan senyuman wajah pucat Zena terlihat sayu di matanya.

"Maaf, kalau ngak karna gue mungkin lo sekarang ada di deket gue, gangguin gue tiap hari." Lirihnya, ada rasa penyesalan dalam dirinya. Di belainya wajah Zena, merapikan setiap anak rambut yang menutupi wajah cantiknya.

"Meski lo nyebelin, liat lo gini entah kenapa dada gue sesek banget rasanya." Zero terkekeh menyadari ucapannya barusan, dapat di pastikan jika Zena sadar ia akan gengsi ngungkapinnya. Zero ini termasuk cowok yang mempunyai gengsi paling tinggi, padahal Zena sudah dengan terang terangan nyatain perasaannya.

"Gue kangen sama setiap tingkah lo, manja nya lo, sifat lo yang buat gue depresi, gue kangen itu." Ungkapnya lagi, setetes air mata berhasil lolos di pelupuk matanya. Sejak kapan seorang Zero yang arogan mengenal rasa lemah seperti ini, jangankan mengeluarkan air mata mempunyai rasa sedih dalam dirinya saja tidak ada, karena mental dan hatinya sudah terlatih semenjak kedua orangtua tidak pernah memberi kabar bak sedikit pun, ia hanya di beri uang, uang, dan uang tanpa kasih sayang di rasanya.

Tidak ada respond apapun yang di dengarnya, gadis itu diam tertidur seperti putri tidur yang menunggu sang pangeran membangunkannya, wajahnya datar dan tenang.

"Oh iya, ada orang yang pengen banget ketemu sama lo." Meskipun tidak ada respond apa apa zero tetap bercerita.

Ceklek

Alzero Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang