E M P A T

780 117 341
                                    

07.30, itu artinya bel masuk sudah berbunyi sejak tiga puluh menit yang lalu, gerbang sekolah sudah tertutup rapat, tidak ada penjaga atau anggota Osis yang berjaga, itu artinya Zena dapat masuk dengan manjat pagar tapi yang di khawatirkan adalah bagaimana ia manjat sedangkan gerbang depan tingginya nauzubillah.

Berputar putar di depan pagar mencari cara bagaimana bisa masuk, tanpa harus manjat dan beberapa detik kemudian ide cemerlang masuk kedalam otaknya.

"Lewat gerbang belakang aja." Entah darimana ide itu muncul di benaknya, Zena berlari kecil menuju gerbang belakang.

Sampainya di gerbang belakang tanpa menyadari ada sosok yang menjaga di sana, Zena dengan santai melewati gerbang itu.

"Telat tiga puluh menit!." Suara bariton dan dingin membuat bulu kuduknya berdiri, Zena membalikkan badan dan bertemu sosok Zero disana.

"Eh, ada kak Zero. Ngapain kakak disini sekarangkan jam pelajaran, atau jangan jangan kakak sengaja bolos pelajaran demi nungguin aku ya." Kata Zena imut, Zero bukannya menjawab malah menarik tangan Zena. Membawanya menuju tengah lapangan.

"Hormat bendera, sampai pergantian jam!!." Perintah Zero. Oh ayolah yang benar saja terik matahari begitu menyengat masak Zero tega melakukannya.

"Lho kak, panas banget ini masak tega sih jemur gue, padahal sekarang gue ada ulangan kak." Protes Zena seperti biasa Zero tidak memperdulikan omongan gadis itu, ia menatap tajam Zena.

"Lakuin sekarang atau gue tambah sampai jam istirahat!." Manusia tidak punya hati, perasaan jengkel Zena langsung hormat ke tiang bendera.

Zero pergi memperhatikan Zena dari kejauhan, sembari duduk santai mengademkan tubuhnya di bawah pohon.
Zena yang melihat Zero begitu tenang dengan dunianya menggerutu kesal.

"Dasar ngak punya hati, ngak tahu apa gue kepanasan gini eh dia malah nyantai, sabar mencintai butuh kesabaran." Gerutu Zena, sebelum Zero mendapati dirinya memperhatikan Zero cepat cepat ia mengalihkan pandangannya kearah tiang bendera, terik matahari tidak menjadi masalah baginya yang penting saat melaksanakan hukuman Pangerang kulkas menemaninya, ini mah telat tidak sengaja membuahkan hasil walaupun menyakitkan.

Teriknya matahari begitu menyengat, pergantian jam seolah olah terasa begitu lama, tiba tiba pusing menyerangnya, ia masih bisa menahan lalu diliriknya jam ternyata lima menit lagi pergantian jam akan dimulai. Satu menit berlalu kini pusing di kepalanya tidak bisa di tahan lagi.

Brak

Zena pingsan, dari tepi lapangan Zero yang melihat itu langsung berlari kearah Zena. Menepuk pelan pipi gadis di depannya ternyata tidak ada pergerakan.

"Zena, jangan modus deh." Dalam kondisi seperti ini masih saja ia berfikiran Zena modus, berulang kali menepuk pipi Zena, hasilnya nihil kemudian ia menggendong Zena ala bridal style. Zero berlari kecil meninggalkan lapangan menuju UKS.

Sesampainya di UKS, Zero membuka dengan kasar pintu, cepat cepat ia membawa Zena ke dalam lalu membaringkan tubuh Zena di brankar.

"Ambilin minyak kayu putih sama buatin teh hangat, cepat!!." Perintah Zero lalu di angguki oleh petugas UKS kali ini giliran anak kelas sepuluh yang bertugas bukan Eza.

Zero panik ia mengambil tangan Zena menggosok gosokkan tangan Zena cepat memberi kehangatan pada tangan dingin Zena. Selang beberapa menit adik kelas yang diketahui namanya Mawar kembali membawa segelas teh hangat dan minyak kayu putih sesuai permintaan Zero tadi.

Zero menerima minyak kayu langsung ia buka dan tempelkan pada hidung Zena, perasaannya panik entah kenapa perasaan itu muncul padahal jika kepada orang lain biasa biasa saja tapi beda lagi dengan Zena.

Alzero Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang