45. Semua Berhak Bahagia

15.8K 2.5K 318
                                    

45

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

45. Semua Berhak Bahagia

Dua koper besar sudah dimasukkan ke dalam mobil. Balin akan meninggalkan rumah keluarga Handana. Rumah yang selama 18 tahun menjadi tempat kenangan keluarga harmonis.

"Jaga dirimu baik-baik, Ibu pasti akan rindu memarahi kamu." Bu Lisa menahah air matanya sekuat mungkin, ia tidak boleh menangis atas kepergian Balin.

"Ibu juga jaga kesehatan, jangan minum kopi terlalu sering," ucap Balin lalu mencium kening Bu Lisa.

"Kak Balin, a-ku boleh tidur di kamar Kak Balin?" Yona bicara lembut, bahkan ia mengubah cara bicaranya menjadi aku-kamu.

"Boleh, asalkan jangan rusakin mainan Kakak." Balin tersenyum, ia mengelus ujung kepala Yona.

Yona langsung menangis memeluk Balin, sejak lahir ia tidak pernah jauh atau di tinggal lama oleh sang kakak. Dan sekarang, waktunya mereka berpisah, tempat dan waktu yang lama.

"Yona nggak mau Kak Balin pergi...." lirih Yona dengan isak tangis serta air mata yang semakin deras mengalir.

"Sudah Nak, Kakakmu akan selalu menyayangi kamu." Bu Lisa berusaha melepaskan pelukan Yona yang semakin erat itu. Bagaimana pun Balin sudah memilih seperti apa kehidupannya ke depan. Sebagai orang tua hanya bisa mendukung.

"Kak Balin akan sering mampir ke sini, nanti kita liburan bareng." Balin menunduk menyetarakan tinggi mereka.

Yona mengangguk, ia segera menghapus air matanya walau dadanya masih naik turun menahan isak tangis.

Balin beralih menatap ayahnya, Pak Handana. Pria yang selama ini menjadi panutannya, pria yang ingin Balin tiru semua sifat dan perilakunya.

"Yah ... kalau ada waktu, ayo kita mancing di laut, terus pulangnya makan nasi goreng di kedai Pak Ejo." Balin semangat mengatakannya.

"Kamu janji ya, nanti ayah tagih janjimu." Pak Handana sama semangatnya, tatapannya terus menatap hangat anak lelakinya itu.

"Balin sa-yang ayah," ucap Balin sedikit canggung. Waktu kecil dia hampir tiap hari berkata seperti itu, tapi ketika dewasa kenapa jadi canggung.

"Kamu hebat Nak, lelaki itu dinilai dari bagaimana dia melawan rasa egois dan amarah. Ayah bangga denganmu," ujar Pak Handana sekilas memeluk Balin.

Balin tersenyum, ia juga berpelukan dengan Ibunya dan Yona.
Balin memperhatikan sekeliling rumahnya, terasa berat untuk pergi tapi ia sudah memutuskan untuk berpisah. Berpisah bukan berarti tidak bertemu lagi.

"Lisa terima kasih atas jasamu merawat Balin," ucap Bu Dara memeluk Bu Lisa.

"Jika Balin kenapa-kenapa, aku akan menghabisimu." Bu Lisa tampak serius, padahal ia hanya sekadar ingin mencairkan suasana.

"Baiklah, aku akan menjaga Balin. Aku tidak akan menghalangi kamu untuk menemui Balin, begitu juga sebaliknya. Balin anakmu juga." Bu Dara melepas pelukannya, ia merasa sangat bersyukur.

FAKE LIFE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang