46. Cinta atau Masa Depan?

17K 2.4K 306
                                    

Selamat membaca....

Selamat membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


46. Cinta atau Masa Depan?

Satu minggu kemudian...

Kaniya saat ini sudah membaik, sekarang ia banyak memakai gelang di tangannya guna menutupi bekas luka sayatan di pergelangan tangan. Kaniya juga sudah mulai bersekolah seperti biasa.

Tidak ada yang tahu tentang niat Kaniya ingin bunuh diri selain keluarga dan teman dekat. Ia bisa bersekolah dengan nyaman tanpa ada gosip dari murid lainnya. Kaniya semakin merasa bersalah terhadap Nara, padahal bisa saja Nara membalas perbuatannya dengan menyebarkan gosip. Tapi Nara berbeda, Kaniya merasa malu dengan diri sendiri.

"Ada apa Kaniya?" tanya Balin setelah duduk di samping Kaniya. Cowok itu datang ke lapangan Volly karena Kaniya meminta untuk bertemu.

"Langitnya cantik ya?" Kaniya mendongak menatap langit cerah.

Balin refleks mengikuti lalu mengangguk, "Jangan lama-lama liatnya nanti ada kotoran burung jatuh," ujar Balin.

Pandangan Kaniya beralih menatap Balin, ia terdiam sejenak sebelum bicara.
"Ini pertanyaan terakhir gue," ucapnya.

Balin menoleh, ia menjadi sedikit serius.

"Apa pernah lo ada perasaan walau sedikit buat gue?" tanya Kaniya, tatapan matanya penuh harap.

"Sejak awal gue lihat lo itu sebagai sahabat, sebagai adik gue. Maaf Kaniya," jawab Balin serius.

Kaniya mengangguk pelan, hatinya menahan perih. "Panggil gue seperti biasa aja Bal. Yaya," ucap Kaniya, ia merasa asing karena Balin mengubah nama panggilannya.

Balin tak merespon hanya tersenyum kecil. "Persahabatan kita kurang beruntung, Kaniya. Persahabatan yang nggak bisa berubah menjadi percintaan."

Kaniya menahan air matanya yang sejak tadi memaksa keluar. Mendapat penolakan untuk kedua kalinya, membuat Kaniya sadar bahwa Balin memang sungguhan tidak bisa ia miliki.

"Maaf gue pernah berharap hubungan kita lebih dari sahabat. Sekarang ... gue bisa pergi dengan tenang." Kaniya tersenyum, entah kenapa hatinya menjadi lega seolah beban sudah hilang sepenuhnya.

Balin sedikit tersentak, "lo mau pergi ke mana?" tanyanya dengan suara yang ia tekan.

"Tenang, gue masih di dunia kok. Gue bakalan pindah ke Singapura. Ayah gue ada bisnis di sana, ibu ngalah ninggali pekerjaan dia buat urus keluarga." Kaniya menjawab dengan tenang, senyuman tidak pernah hilang dari bibirnya. Terlihat jelas jika sekarang Kaniya senang dengan keluarganya yang perlahan mulai membaik.

Balin menghela napas lega, tadi ia sudah berpikiran negatif saja. "Kapan lo perginya? Kita buat acara perpisahan sama yang lain," ucap Balin.

"Minggu depan, jadi nggak perlu ada perpisahan. Gue nggak mau pergi dengan tangisan, lagipula gue malu sama yang lain Bal. Gue teman yang buruk." Kaniya menunduk, air matanya menetes. Air mata penyesalan atas perbuatan jahatnya pada teman.

FAKE LIFE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang