41. Menjaga Perasaan

14.8K 2.3K 43
                                    

41

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

41. Menjaga Perasaan

Hari ke hari, Balin menutup diri dari orang-orang sekitarnya. Mulai dari ayah, ibu, Yona, Kaniya, geng Floter dan yang lainnya.

Tapi tidak dengan Nara, gadis itu menjadi satu-satunya orang yang Balin datangi ketika suka maupun duka. Hanya dengan Nara, Balin merasa nyaman, tenang tanpa masalah hidup yang menyakitkan. Balin menunjukkan sikap biasa saja, guna terlihat baik-baik saja di depan Nara.

Mungkin juga karena tidak ada rahasia hidup yang mereka tutupi dari satu sama lain.

"Mana dompet lo?" pinta Nara menjulurkan tangan.

"Idih, berani banget lo malak gue!" ketus Balin, namun cowok itu tetap memberi apa yang Nara pinta.

"Duit gue di ambil Kak Bara, he he he." Nara terkekeh, ia membuka dompet itu lalu mengeluarkan selembar uang untuk membayar makanan dan minuman yang ia beli.

"Nanti gue hajar Bara," ucap Balin tampak serius.

"Ih, jangan. Dia kakak gue," balas Nara seraya menyodorkan dompet kepada pemilik aslinya.

Balin hanya tersenyum, mereka berjalan ke luar dari minimarket yang bersebelahan dengan bengkel. Motor Balin memgalami pecah ban, maka harus diperbaiki. Selagi menunggu, mereka memakan cemilan.

"Keadaan di rumah gimana?" tanya Nara sembari mengunyah snack kentang.

"Penuh kepalsuan," jawab Balin tersenyum remeh. "Gue tahu ayah, ibu, Yona, bahkan Bi Oya. Bersikap biasa aja itu, biar nggak kelihatan sedih." Balin melanjutkan.

"Mereka sayang sama lo, makanya mereka jaga perasaan lo." Nara menaruh tangannya di atas pundak Balin.

"Tapi gue merasa tertekan Ra," ucap Balin, ia memalingkan wajahnya ke arah lain. Tidak mau memperlihatkan kedua matanya yang berkaca-kaca.

"Lihat gue," ujar Nara menarik pelan dagu Balin hingga kini mereka saling tatap. "Selama ini lo menunggu ibu kandung lo, kan?" tanyanya.

"Nggak! untuk apa? nggak ada untungnya buat gue," jawab Balin, raut wajah menujukkan ketidaknyamanan.

"Foto ibu lo di dompet lo, itu bukti kuat. Lo menunggu Tante Dara, ibu lo." Nara bicara serius, melihat foto usang di dompet Balin tadi membut Nara yakin jika Balin sebenarnya menanti kehadiran Bu Dara.

Balin merasa sudah tertangkap basah, ia terdiam. Ditatapnya Nara, Balin mengakui Nara cukup pintar.

"Gue memang pernah berharap ketemu sama ibu kandung gue. Tapi harapan gue terlalu tinggi, gue malah jatuh ke dalam luka." Balin tersenyum tipis, merasa bahwa hidupnya semakin lucu saja.
"Gue pikir setelah dia datang, dia akan minta maaf dan menyesal. Tapi ternyata, dia datang cuma untuk menebus kesalahan dengan harta."

Nara mengusap lembut punggung tangan Balin, memberi sedikit ketenangan. "Gue harap nggak ada rasa benci terhadap ibu lo. Bagaimana pun Tante Dara ibu kandung lo."

FAKE LIFE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang