HAPPY READING :)
Sebuah lengkungan manis menghiasi wajah Saffiyah begitu ia berdiri di depan meja belajarnya. Di dinding itu tertempel kertas origami dengan coretan tangan Boo. Saffiyah memang tidak pernah mendengar bahwa Boo mengatakan mencintainya. Namun, entah kenapa dengan Boo yang memberinya kertas origami yang sudah ditulis dengan angka seperti itu membuat Saffiyah yakin jika Boo juga mencintainya.
Merasa puas dan hatinya yang tengah berbunga Saffiyah keluar dari kamar. Menuruni anak tangga berjalan menuju dapur.
Gadis itu menatap papanya yang sedang sarapan dengan roti dan secangkir kopi. Menarik napas panjang, Saffiyah berdiri di samping Ardi.
"Saf, boleh ikut sarapan, Pa?" tanya Saffiyah sambil mengeratkan tali tasnya.
Ardi yang tengah mengunyah lantas mendongak menatap Saffiyah. "Lupa kamu?" tanya Ardi.
"Papa bilang kamu nggak boleh makan sampai nanti malam!" lanjut Ardi sambil menyeruput kopi. Kemudian berdiri. Mengambil jasnya yang bersandar di kursi.
"Saf lapar, Pah," lirih Saffiyah matanya berkaca-kaca menatap Ardi yang memakai jas hitam.
"Dari kemarin belum makan."
"Nanti kalau Saf kena maag gimana?" tanya Saffiyah dan Ardi seolah menulikan kedua telinga tidak mau mendengar nada perih dari Saffiyah. Hatinya terasa nyeri.
"Papa nggak peduli!" sergah Ardi melirik sekilas pada Saffiyah. Kemudian berlalu dari hadapan Saffiyah.
Melihat kepergian Ardi. Saffiyah menghela napas panjang. Hatinya yang semula bahagia karena Boo kini kembali hancur karena Ardi. Jika gadis lain akan menganggap ayah adalah cinta pertamanya maka berbeda dengan Saffiyah yang menganggap jika ayahnya adalah patah hati pertamanya.
***
Jam putih yang melingkar di pergelangan tangan Saffiyah sudah menunjukkan pukul enam lewat lima puluh lima yang dimana bel masuk akan berbunyi lima menit lagi. Namun, Boo juga tak kunjung datang menjemputnya. Ia menghembus napas kasar sambil terus menoleh ke kiri. Menunggu kedatangan Boo.
Sekitar jarak lima menit barulah terdengar suara deru mesin motor yang perlahan mendekat. Bibir mungil Saffiyah terangkat ke atas saat Boo berhenti di sampingnya dan langsung memberikan helm bogo berwarna coklat muda. Gadis itu menerima dan segera memakainya. Lalu naik ke atas motor.
Boo mulai menstarter motornya. Sekali, dua kali hingga tiga kali dia menstarter tapi mesin motor tetap dimenyala. Saffiyah memilih turun dari motor.
"Mogok?" tanya Saffiyah.
Boo tidak menjawab. Dia beralih mengengkol alat pemutar mesin di bawah kakinya. Dari kaca helm yang menutupi wajahnya, terlihat jika Boo kesal. Bahkan tangan yang memegang stang berkeringat sampai-sampai aku melihat uratnya keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
PACARNYA BOO
Teen FictionSatu hari sebelum mawar putih layu dia pernah berkata, "Jangan takut kehilangan. Karena sejatinya hidup adalah tentang kembalinya ke pelukan Tuhan." Saffiyah adalah gadis yang menduduki peringkat akhir di sekolah hal itu membuat Saffiyah mendapatkan...