Happy Reading :)
..
Pikiran Boo benar-benar tidak tenang, kacau dan sangat menganggu kosentrasinya sekarang.. Ada sesuatu yang membuatnya marah. Tentang Saffiyah yang akan pergi bersama Darren sepulang sekolah.
"Al," panggil Hara yang duduk di depannya membuat Boo menatap lurus pada Hara. "Kerjain ulangannya," sambung Hara.
Boo tersadar dan langsung mengangguk. Menatap pada lembaran soal dan kertas kosong di depannya. Pikirannya saat ini hanya tertuju pada Saffiyah memikirkan bagaimana caranya agar Saffiyah kembali bersikap seperti biasa kepadanya dan bukan malah menghindar seperti ini.
Dua puluh menit waktu berjalan, cowok itu masih gelisah. Mendadak otaknya menjadi kosong dan yang tersisa hanya Saffiyah di setiap detik yang berjalan.
"Al kamu kok nggak konsen gitu? Ingat loh, Papa kamu bakal marah kalau kamu nggak dapat nilai sempurna," peringat Hara, gadis itu berbicara pelan agar guru yang duduk di depan tidak mendengarnya.
Boo mendongak sekilas dengan wajah datarnya dan kembali fokus pada rumus yang sedang ia tulis. Hingga akhirnya bel istirahat berbunyi setelah tiga puluh menit berlalu, Bu Dea berdiri, menatap pada seluruh muridnya.
"Silahkan dikumpul jawaban ulangan kalian ke depan," seru Bu Dea.
Satu persatu mulai berdiri, berjalan ke depan untuk mengantarkan lembar jawaban ulangan mereka. Namun, hanya Boo yang tidak kunjung berdiri dan terus menulis di kertas jawabannya. Bu Dea menatap heran, biasanya Boo lah orang yang paling cepat mengerjakan soal ulangan yang terdiri dari sepuluh soal.
"Al waktunya sudah habis," kata Bu Dea dan Al segera berdiri, memberikan lembar jawabannya pada Bu Dea.
"Besok ibu akan bagikan hasil ulangan kalian."
Semua murid mengangguk dan Bu Dea segera keluar kelas dan itu membuat semuanya menghela napas lega dan berhamburan keluar kelas, menikmati waktu pulang sekolah.
Boo cepat-cepat keluar kelas. Berlarian menuju parkiran, ia hanya ingin melihat apakah gadis itu menunggunya di sana atau justur tetap pulang bersama Darren. Sementara di belakang Boo ada Hara yang menggeram kesal karena Boo mengabaikan semua panggilannya.
Langkah kaki Boo yang tadinya berlari kini beralih berjalan pelan, ketika matanya menemukan Saffiyah dan Darren baru saja melintas di hadapannya dengan jarak kurang lebih empat meter. Saffiyah dudu dengan nyaman di jok belakang membuat Boo menghela napas kasar.
***
Pandangan Darren terus tertuju pada Saffiyah yang duduk di meja dengan segelas kopi dihadapannya. Cowok itu sedang menarik tuas mesin pembuat kopi untuk pelanggan. Begitu meletakkan secangkir kopi di meja, lalu dibawa oleh pegawai lainnya. Barulah Darren berjalan ke arah Saffiyah tanpa melepaskan apron hitam yang ia kenakan.
"Saf?" panggil Darren membuat gadis itu langsung tersadar. Mendongak pada Darren yang berdiri.
"Ah iya, kenapa?" tanya Saffiyah.
"Saf, hidung lo berdarah." Darren dengan gesit menarik tisu dari kotak, hendak mengelap darah yang keluar dari hidung Saffiyah namun, gadis itu menahannya.
"Aku bisa sendiri kok." Saffiyah mengambil tisu, mengelap hidungnya. Saffiyah tidak tahu kenapa hidungnya berdarah secara tiba-tiba, tubuhnya juga terasa lemas.
"Muka lo pucat banget, lo sakit?" tanya Darren. "Gue anterin pulang, ya, biar lo bisa istirahat."
"Aku lemes banget," adu Saffiyah, bibirnya pucat pasi dan bergetar. Ada banyak hal yang Saffiyah takutkan dan pikirkan. Salah satunya tentang hubungannya dengan Al. Sebenarnya ia tidak ingin memutuskan hubungannya dengan cowok itu. Namun, beberapa pesan yang masuk dan kiriman misterius beberapa hari lalu membuat Saffiyah bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
PACARNYA BOO
Teen FictionSatu hari sebelum mawar putih layu dia pernah berkata, "Jangan takut kehilangan. Karena sejatinya hidup adalah tentang kembalinya ke pelukan Tuhan." Saffiyah adalah gadis yang menduduki peringkat akhir di sekolah hal itu membuat Saffiyah mendapatkan...